Dedi, Eko, dan Setitik Surga di Kawasan Industri
Langkah kecil Eko Jatmiko dan Dedi Kurniawan mampu menghadirkan setitik surga di bantaran dan aliran Kali Cikarang di Kampung Bongkok, Kabupaten Bekasi.
Puluhan bocah bermain girang di bantaran Kali Cikarang, Kampung Bongkok, Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Rabu (21/10/2020). Kalau bukan karena Eko Jatmiko dan Dedi Kurniawan, tak ada setitik "surga" di kawasan industri itu.
Bantaran kali itu lumayan rimbun oleh pohon-pohon bambu yang daunnya menutup rapat sengatan sinar matahari yang terik. Kicauan aneka burung terdengar bersahutan. Air sungai tampak jernih dan bebas sampah, membuat betah pengunjung yang ingin menyusuri aliran sungai dengan perahu karet.
Suasana asri itu membuat kita lupa kalau lokasi itu hanya berjarak beberapa langkah dari Kawasan Industri Kabupaten Bekasi.
Bantaran Kali Cikarang di Kampung Bongkok saat ini seperti dunia lain di tengah kawasan industri terbesar di Asia Tenggara itu. Suasananya asri, berudara sejuk, minim polusi dan sampah. Tempat ini memberi asa pada Kabupaten Bekasi yang masih terus bergulat dengan masalah sampah.
Tiga tahun terakhir, media massa sering melaporkan sungai-sungai di Kabupaten Bekasi yang penuh sampah. Saat dikeruk, volume sampahnya mencapai ratusan ton. Sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Kali Cikarang pun menghadapi persoalan yang sama. Kali itu dipenuhi sampah plastik, organik, limbah rumah tangga, hingga limbah pabrik.
Tetapi situasi itu kini berbeda. Wabah Covid-19 mengubah wajah Kali Cikarang yang memiliki panjang dari hulu ke hilir sekitar 82 kilometer itu. Berkat gerakan yang diinisiasi dua musisi beraliran punk, Eko Jatmiko (42) dan Dedi Kurniawan (43), wajah Kali Cikarang berubah.
Eko dan Dedi yang masih bersaudara menceritakan, selama pandemi Covid-19, tawaran untung manggung sepi. Beberapa acara konser musik yang sudah teragenda juga dibatalkan. "Karena pandemi, kami tiap hari di rumah. (Daripada nganggur) ya sudah bersihkan sungai saja," kata Dedi.
Usaha Dedi dan Eko membersihkan sampah di bantaran hingga aliran Kali Cikarang perlahan membuahkan hasil. Air sungai jadi jernih. Burung-burung berdatangan dan berkicau bebas tanpa takut terkena bidikan senapan angin pemburu liar.
"Tidak hanya warga sekitar yang segan buang sampah ke sungai, orang-orang yang selama ini setiap hari pegang senapan angin juga tidak kelihatan lagi," ucap Dedi.
Warga sekitar yang awalnya masa bodoh dan selama ini membuang sampah ke kali, perlahan berubah. Mereka mau membantu Eko dan Dedi membersihkan sampah. Langkah kecil yang dimulai dua pemuda itu juga menggugah pemuda lain, komunitas, hingga masyarakat umum.
Aktivitas pembersihan sampah di Kali Cikarang meluas. Kedua pemuda itu lalu memutuskan membentuk Komunitas Save Kali Cikarang, sekitar empat bulan lalu, agar masyarakat yang terlibat terorganisasi.
Kepedulian terhadap kebersihan Kali Cikarang akhirnya menular ke kampung lain di sepanjang bantaran Kali Cikarang. Saat ini, ada tujuh titik beraktivitas warga di berbagai kampung yang jadi bagian dari Komunitas Save Kali Cikarang. Anggotanya ratusan orang. Mereka bahu-membahu membersihkan dan menjaga aliran kali itu agar bebas dari sampah.
Langkah mereka tak berhenti di situ. Sekitar dua ratus meter di salah satu bagian bantaran Sungai Cikarang yang ditumbuhi bambu, mereka sulap menjadi tempat wisata. Mereka membangun rumah panggung, lokasi swafoto, dan aneka ornamen untuk kampanye peduli pada lingkungan.
Sejak dua bulan lalu, berkat promosi di media sosial dan informasi dari mulut ke mulut, pengunjung berdatangan dari berbagai daerah untuk menikmati keindahan alam Kali Cikarang secara gratis.
Pengunjung hanya wajib menjaga kebersihan lingkungan. Harapannya, setelah kembali ke rumah masing-masing, pengunjung tergugah kesadarannya untuk ikut menjaga lingkungan.
"Setiap hari, pengunjung yang datang ke sini sekitar 100 orang. Ekonomi warga sekitar juga tumbuh, sudah 20-an warga yang berdagang di sini. Mereka buka lapaknya secara gratis, tidak ada imbalan apapun. Kami hanya minta mereka ikut bersama menjaga Kali Cikarang," ujar Dedi.
Wujud nyata
Dedi dan Eko sudah lama memperjuangkan kelestarian lingkungan, termasuk di Bekasi. Ia melakukannya lewat band punk United Smokers. Sejak berkarya tahun 1994, mereka membuat lagu-lagu dengan lirik menyuarakan kemarahan dan ajakan untuk melawan perusak lingkungan.
Di sini kita besar/ di sini kita berjuang/ bahu membahu melawan investasi yang destruktif. Demikian penggalan lirik lagu mereka berjudul "Warbonx Inside Story".
Mereka mengaku cemas dan gelisah memikirkan perusakan alam terutama hutan, sungai, dan laut yang jadi sumber kehidupan manusia. "Sejak 20 tahun lalu, kami sudah menyuarakan tentang lingkungan. Tidak pernah lelah kami berjuang dengan segala macam cara, lewat musik, tindakan, hingga perlawanan. Hari ini, mimpi itu terwujud, ternyata selama ini bukan tak berhasil, cuma tertunda saja," kata Eko.
Perlawanan yang dimulai dengan contoh nyata mengubah wajah Kali Cikarang, memang tak mudah. Ada saja rintangannya mulai persoalan keterbatasan finansial sampai intimidasi dari masyarakat maupun oknum aparat yang tak suka gerakan mereka.
Meski demikian, niat baik itu lebih banyak mendapat dukungan daripada penolakan. Buktinya, aneka sumbangan untuk gerakan mereka mengalir dari pihak swasta maupun komunitas. Belakangan, pemda mendukung aktivitas komunitas Save Kali Cikarang.
Sumbangan perahu karet, material-material untuk memperindah kawasan hutan bambu di bantaran Kali Cikarang, terus mengalir antara lain dalam bentuk perahu karet dan material. Pemerintah daerah pun mulai melirik dan mendukung aktivitas komunitas tersebut.
Mimpi Dedi, Eko, dan kawan-kawannya tak berhenti setelah berhasil menyulap Kali Cikarang. Mereka terus berjuang agar kali yang bersih itu lestari. Mereka kini menggandeng sejumlah ahli lingkungan dari Universitas Islam 45, Bekasi untuk mengkaji kondisi alam Kali Cikarang.
Hasil kajian para ahli itu akan dijadikan dasar pijakan untuk diajukan ke Pemerintah Kabupaten Bekasi. Tujuannya, agar hutan bambu dan Kali Cikarang ditetapkan sebagai bagian dari kawasan konservasi alam yang dilindungi undang-undang.
"Kalau hari ini dengan segala kekuatan kami menjaga, tapi kami punya keterbatasan. Lawan kami orang-orang yang terusik, orang-orang berduit. Jadi, untuk menjaga, kami minta pemerintah hadir dengan cara menetapkan status kawasan ini sebagai kawasan konservasi," kata Eko.
Langkah kecil komunitas ini membawa harapan dan menyebar optimisme bahwa kali-kali di Bekasi yang selama ini dijadikan sebagai tong sampah bisa dibuat asri kembali. Pemerintah Kabupaten Bekasi tinggal melanjutkan apa yang telah dimulai oleh masyarakat.
Eko Jatmiko
Lahir: Bekasi 5 Agustus 1978
Istri : Asma Merry
Anak:
- Riangga Gusti Jatmiko
- Nyimas Muflihah Jatmiko
- M Jaka Alfaridzi Jatmiko
- Cio Cilik jatmikoPendidikan terakhir: D3 APP Jakarta
Dedi Kurniawan
Lahir: Bekasi 25 Desember 1978
Istri: Marlina Batubara
Anak:
- Alkahfi P Kurniawan
- Queen S Ramadhani
- Putri Khalifa
- Al Assad P Kurniawan
Pendidikan terakhir: S1 Fakultas Ilmu Komunikasi, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta