Puisi-puisi M Firdaus Rahmatullah
M Firdaus Rahmatullah lahir di Jombang, 1988. Berkhidmat sebagai guru Bahasa Indonesia di SMKN Mojoagung.

-
Risalah Batu
Seperti apakah bunyi batu
yang senantiasa kaugiling di jantung
paling dalam?
Sementara kerikil-kerikil campuh
hampir memburaikan ususmu.
Batu remuk itu berderit-gemerincing
sukar temukan jalan keluar
--andai jalan keluar masih bersemayam.
Kau mengeja aksara purba
pula makna
pada remuk batu yang hampa.
Jombang, 2025
Baca juga: Puisi-puisi Amalia Ramadhani
Hujan Batu
Pada remuk batu yang hampa
masihkah kaugapai embun pagi tadi
sebab semenjak aku datang menawarkan belati
hampir kaupungut sisa-sisa getar keraguan
tampak di pelupuk nurani yang mendendam
sementara hujan semalam membilas daun-daun baru mekar
putik muda pun selalu gugur: kalah oleh yang terkuat
gugur di jalan sebelum rembang fajar
Namun sempat kulumerkan ragumu
sebelum hendak kembali menjadi batu
truk yang lewat di jalan itu melindasnya sepenuh-utuh
luka diguratnya tanpa kausertakan dalam catatanmu
membikinku sangsi, adakah yang tak berkepala batu
di zamanmu?
Jombang, 2025
Baca juga: puisi-puisi Beni Satria
Hidup Batu
Di zamanmu, aku datang sebagai batu
ada di setiap tempat
objek tendangan orang-orang gelisah
--barangkali putus asa.
Kusediakan berat ragaku
sebab aku ingin bermakna di hadapan yang lain
agar mereka cemburu: keadaanku ada.
Jika sukar kuangsurkan segala yang bertahta
dan semua yang diganjal
aku rida jika demikian ke-ada-anku
bagi zamanmu
Tiada sulit bagiku kembali hampa
di zaman tak lagi menghormati batu
sebab dengan demikian aku sepenuhnya utuh
pada hidup yang merawatku.
Jombang, 2025
Baca juga: Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono
Batu Ada
Hidup merawatku sejak napasmu berganti
sementara kasih adalah jebakan yang terberkati
lalu lintas udara menggemuruh
seolah akalmu hendak rubuh
--jika benar demikian.
Apakah sisa udara di paru-paru
membentuk perasaan-perasaan anomali
hendak memuntahkan magma
ngalir dari gunung tertinggi
hingga menjelma aku?
Apakah jika napasmu lebih cepat
hingga membikin kedua matamu pucat
lantas terbangkan burung-burung selap kembali
menaiki perahu layarku tanpa deru
tanpa ragu?
Di atas pintal raguku, membatu
segenap silap dan lupa yang alpa
Sampai di titik ini pun
--jika benar demikian
ke-ada-anku berada.
Jombang, 2025
Baca juga: Puisi-puisi Vito Prasetyo
Ada, Kita
Ada yang memisah kita, jarak ini
tapi engkau diam saja
Ada yang melepas kita, rentang ini
tapi tanah tak rengkah
Ada yang pergi, dari sini
tapi bukan kita.
Gardupapak, 2017–2025