Puisi-puisi Emi Suy
Emi Suyanti alias Emi Suy lahir di Magetan, Jawa Timur. Selain menulis, Emi mencintai fotografi dan olahraga.

-
Insidious
ia berlari di lorong
dikejar masa lalu
nyatanya
ingatan hanyalah pintu
yang menganga ke gua gelap
di mana kenangan berbiak
dan beriak
--kadang berbisik--
tak ada yang benar-benar nyata:
bayangan memantul dari dindingnya
ketika obor menyala dari amarahku
ibu, aku tak mau berlari lagi!
walau harus mati di sini
2024-2025
Baca juga: puisi-puisi Beni Satria
Menjahit
jika aku hanyalah secarik perca
untuk menambal bajumu yang koyak,
maka biarlah waktu mencatat:
seberapa tabah jarum melihat
ke mataku
2024
Baca juga: Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono
Curug Pakuan
di antara hening yang nyaring:
perasaan dan kenyataan
berbagi cemas yang sama
lalu mereka menyedu kopi
tanpa gula
dan mulai bicara
seperti sepasang kekasih
yang kehilangan cinta
2025
Kopi
secangkir kopi
menatap dalam-dalam
kedua mataku
ia berkata:
hidup tak selalu seperti
yang dijanjikan gula
kepadaku
iya, itu sebabnya
aku sudah lama
meregukmu dengan sedikit
racun
2025
Baca juga: Puisi-puisi Vito Prasetyo
Barista Abadi
Secangkir kopi di tanganku, perlahan mendingin seperti waktu yang berlari tanpa suara,
menumpahkan kenyataan di bibirku. Bukan tentang pahitnya nasib atau manisnya kata-kata
yang dijual murah di sudut-sudut jalanan, tapi tentang tubuh yang perlahan meluruh seperti ampas di dasar cangkir.
Kopi mengingatkanku pada kematian, tetes demi tetes menyusut, meninggalkan jejak rasa yang tak pernah utuh. Hidup kita, serupa seduhan—ada yang terlalu pekat, ada yang hambar dan terlupakan.
Tuhanlah barista agung yang abadi, meracik takdir dalam takaran yang tak pernah kita pilih,
memutuskan kapan cangkir harus kosong, kapan kita harus meletakkannya, dan akhirnya pulang ke ruang yang sama tanpa nama.
2025
Baca juga: Puisi-puisi Muhammad Fatah
Berpijak Pada Jejak
Ada pohon tumbuh di kepalaku, tunasnya liar, menjulur ke sudut-sudut sempit, mencari celah di antara langit retak. Tapi waktu datang sebagai pemangsa, mencabuti ranting, membungkam akar, lalu menjerat tubuhku dalam lingkaran rutinitas yang berputar-putar, tak ada awal, tak ada ujung, hanya harus begini, harus begitu. Pertanyaan terjebak di kerongkongan, sementara jawaban mengalir tanpa bentuk, menumpuk seperti sampah di gang buntu. Ia ingin berontak, tapi suaranya hilang di jalanan yang bising. Seseorang berteriak lewat corong pengeras, menuduhnya sebagai serpihan gelas yang tak pernah utuh. Ia coba menyatukan diri, tapi selalu pecah lagi, berserak, menghilang di celah lantai.
Langit mendung di matanya, awan hitam berarak pelan. Badai tak datang untuk membersihkan apa pun, hanya meluluhlantakkan sisa-sisa yang masih ingin berdiri. Kau adalah badai, sekaligus gelas pecah yang menghujat tanganmu sendiri. Ia tak lagi menjelajah bibir pantai, tak ada jejak ombak, hanya suara beton yang merintih. Kota telah menelan pohon-pohon, sungai-sungai, dan kini ia hanyalah lorong panjang yang tak mengenal ujung atau pintu keluar.
Dari balik jendela masa lalu, kenangan berderit seperti roda kereta tua, membawanya ke tempat yang tak pernah ia tuju. Ada jarak yang sulit ditempuh, ada luka yang sengaja ditanam dalam-dalam, menunggu musim panen kesedihan. Cemas adalah bisik-bisik di balik dinding, cemburu pada waktu yang diam-diam mencuri napas terakhir petang. Dan di sisi lain, ada mereka yang menari di atas luka-luka, mengipas-ngipas kebohongan, mengibaskan cuka pada hati yang retak.
Ia membenturkan diri ke dinding masa lalu, berharap temboknya jujur, tapi kenyataan menggigit lebih keras dari mimpi buruk. Tubuhnya kosong, halaman yang tak pernah diisi. Dan malam, seperti biasa, melipatnya dengan sunyi yang tak bisa ia terjemahkan. Jejak –begitu juga– hilang dalam pelukan dingin yang mengigau!
2025
Baca juga: Puisi-puisi Iyut Fitra
Penyebrangan
di tangga pertama jembatan penyebrangan
aku diam berdiri:
seketika kesedihan
menyeberang sendiri
”selamat tinggal, teman”
Lambaiku perlahan
Ia menoleh
Dan tersenyum
Pada kebahagiaan di belakangku
2025
Meditasi Luka
Tuhan dari ibuku,
Aku kini seumpama gelas
Yang dipecahkan
Bahkan belingnya
Sudah tak berbentuk!
2025