Puisi-puisi Muhammad Fatah
Muhammad Fatah, penulis puisi.

Ilustrasi
Menyesal
Aku meleset merangkai kata-kata tentang dirimu
Tanganku terlalu gemetar menuliskan kisahmu
Pikiranku hancur setiap kali mengingat namamu
Tak kuasa menahan luapan hati yang bergemuruh.
Puisi ini tak cukup mewakili kisah perasaanku
Semua terasa terlalu menyakitkan jika dirimu
Mengintip dan mencabik-cabik perasaan yang ada
Aku tak ingin kau tinggal dalam dada.
Raga tak kuasa menahan bendungan air mata
Kalau sampai dirimu yang berada dalam-dalam
Biarkan kau hinggap, seperti kupu-kupu
Sebentar membantu penyerbukan rindu.
Baca juga: Puisi-puisi Vito Prasetyo
Adaptasi
Tak ada alasan, hanya langkah yang diambil,
Seiring waktu yang menggerakkan,
Menyesuaikan diri dalam sunyi,
Menghadapi dunia yang tak selalu ramah.
Terkadang, kita harus berubah,
Meski hati belum siap,
Karena hidup tak pernah menunggu,
Hanya mengajarkan kita untuk beradaptasi.
Lalu, tanpa sadar, kita telah berbeda,
Bukan karena kehendak,
Tapi karena perjalanan yang tak terhindarkan,
Dan di sana, kita menemukan diri baru.
Baca juga: Puisi-puisi Iyut Fitra
Indah dalam Segala Cara
Seperti di tepian danau yang tenang,
di mana riak menyimpan kisah diam.
Atau di tengah hujan yang perlahan jatuh,
menyusup sunyi, menyapa rindu yang lusuh.
Mungkin pula di pinggir senja yang berlabuh,
saat langit mencium bumi dengan peluh.
Semua tempat, semua waktu,
menyuguhkan indah dalam bentuk yang syahdu.
Baca juga: Puisi-puisi Helvy Tiana Rosa
Rasa Nyaman, Perlahan Membunuh
Banyak mimpi yang seharusnya hidup
Bukan kegagalan yang jadi lawan
Tapi ketidakberanian untuk melangkah
Dalam dekapan yang terlalu nyaman, kita terlelap
Mimpi-mimpi itu menguap, diam, terpendam
Sementara waktu terus berjalan, tanpa suara.
Baca juga: Puisi-puisi Listio Wulan Nurmutaqin
Jejak dalam Puisi
Malam yang sunyi menjadi saksi
Bahwa aku pernah ada dalam aksara
Dan dirimu, terangkai indah dalam kata
Namun kini, puisi itu memudar, lambat hilang
Aku pernah menjadi bagian dari baitnya
Hidup dalam setiap kalimat yang terlukis
Namun seiring waktu, jejak itu terkikis
Tertelan masa, meninggalkan kesunyian
Baca juga: Puisi-puisi Indah Wulandari Pulungan
Cinta di Balik Topeng
Diam-diam menyukaimu,
aku tak punya cukup keberanian.
Cinta di balik topeng
Memandangmu bersama yang lain,
tertawa dalam air mata.
Mencintaimu seperti misteri,
bayang-bayang rahasia.
Cintalah yang membuat diri betah,
untuk sesekali bertahan.
Namun semua itu hanya sebatas angan.