Sastra adalah sistem nilai yang hakikatnya universal, meneguhkan perlawanan terhadap ketidakadilan, kekerasan, menentang penindasan, dan penjajahan dalam berbagai bentuk.
Oleh
Putu Fajar Arcana
·3 menit baca
DOKUMENTASI SETANGGI
Sekretaris Komunitas Sastra Setanggi Arip Senjaya (kiri) membaca puisi saat seremoni penandatanganan kerja sama kelompok sastrawan Changjak21 (Korea) dan Setanggi (Indonesia), Sabtu (1/5/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Sastra adalah sistem nilai yang hakikatnya universal, meneguhkan perlawanan terhadap ketidakadilan, kekerasan, menentang penindasan, dan penjajahan dalam berbagai bentuk. Pada saat yang sama, sastra harus mengagungkan hak asasi manusia, memperjuangkan kesetaraan, dan turut menjaga harmoni antara manusia dan bumi, serta alam semesta.
Dua kelompok sastrawan, Chanjak21 (Korea Selatan) dan Komunitas Sastra Setanggi (Indonesia), sepakat menjalin kerja sama untuk bersama-sama memperjuangkan nilai-nilai keagungan dalam sastra. Penandatanganan kerja sama itu dilakukan pada Sabtu (1/5/2021) pukul 13.00 lewat jaringan Zoom oleh Ketua Umum Komunitas Sastra Setanggi Nenden Lilis A dan Ketua Changjak21 Moon Changgil. Acara ini juga diikuti puluhan sastrawan dari kedua negara.
Menurut Nenden, sudah lama nilai-nilai sastra berhenti menjadi semacam romantisme lelaku para penulis. Dengan kerja sama antara sastrawan berbeda bangsa ini, katanya, sastra ingin meneguhkan bahwa ia mengandung satu sistem nilai universal untuk semakin meneguhkan perlawanan terhadap ketidakadilan dan kekerasan. ”Sastra harus berjuang melawan penindasan dan penjajahan dalam segala bentuk. Kami sepakat untuk sama-sama memperjuangkan nilai-nilai ini,” ujar Nenden, Sabtu, seusai penandatanganan kerja sama.
Dalam butir-butir kerja sama itu, kata Nenden, termaktub pula hal-hal mendasar yang diperjuangkan kedua kelompok sastrawan, yakni memperjuangkan kesetaraan dan merawat relasi untuk menjaga harmoni antara diri manusia dan bumi, serta alam semesta. ”Ini semacam peneguhan bahwa kerja sama antara sastrawan tak sekadar kata-kata indah,” ujar Nenden.
DOKUMENTASI SETANGGI
Para sastrawan Korea yang tergabung dalam Changjak21 melakukan kerja sama dengan Komunitas Sastra Setanggi (Indonesia), Sabtu (1/5/2021), lewat jaringan daring. Tampak para sastrawan Korea sedang bersama-sama menikmati pertemuan sastrawan kedua bangsa.
Imperialisme
Moon Changgil mengatakan, Indonesia dan Korea Selatan punya kesamaan dalam sejarah, sama-sama pernah ditindas oleh imperialisme Jepang. ”Kita bernasib sama, pernah ditindas imperialisme Jepang,” kata Moon. Kesamaan itu, katanya, membuat para sastrawan Korea Selatan merasa dekat dengan Indonesia.
Pihaknya, tambah Moon, tidak sabar ingin melakukan kunjungan ke Indonesia. Namun, sayang, program itu harus tertunda karena pandemi Covid-19 melanda dunia. ”Kita harus bersabar untuk datang ke Indonesia,” katanya.
Program-program yang telah disepakati dalam butir kerja sama itu, kata Nenden, pertukaran sastrawan kedua negara, penerbitan buku, melaksanakan seminar, serta residensi. Butir-butir kerja sama ini akan terus dielaborasi untuk merespons berbagai situasi yang berkembang di dunia, terutama saat-saat pandemi Covid-19. ”Sementara ini kerja sama kita baru secara virtual,” kata Nenden.
Selain penandatanganan naskah kerja sama, acara daring juga diisi dengan pembacaan puisi oleh para penyair kedua bangsa. Turut membaca puisi penyair Dorothea Rosa Herliany, Budhi Setyawan, Arip Senjaya, Hasan Haspahani, dan Willy Fahmi Agiska serta musikalisasi puisi oleh Ari KPIN. Para sastrawan Korea Selatan yang membacakan puisi di antaranya Moon Changgil, Park Geuma, Pyo Gyuheun, Kang Junmo, Yoon Seungil, dan Ahn Jaehong. Sastrawan Korea Sworn Chae turut menampilkan musik yang mempermanis kerja sama ini.
DOKUMENTASI SETANGGI
Ketua Umum Komunitas Sastra Setanggi Nenden Lilis A memberi sambutan dalam acara seremoni penandatanganan kerja sama antara Changjak21 dan Setanggi, Sabtu (1/5/2021).