Kadin harus menjadi mitra strategis pemerintah. Harapan itu sulit terjawab dengan munculnya keterbelahan saat ini.
Oleh
RANGGA EKA SAKTI
·5 menit baca
Pergantian posisi ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia di tengah jalan menuai kontra. Selain mekanisme melalui musyawarah nasional luar biasa yang dipertanyakan, sebagian besar dari Dewan Pengurus Kadin di tingkat provinsi pun menolak keputusan pergantian ini. Tak heran, muncul praduga adanya politisasi di tengah langkah kontroversial ini.
Pergantian tampuk kepemimpinan Kadin yang dilakukan melalui mekanisme ini mengagetkan kalangan pengusaha di Indonesia. Sebab, agenda munaslub yang diselenggarakan di Hotel St Regis, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Sabtu (14/9/2024) terkesan mendadak. Melalui pertemuan ini, diputuskan bahwa Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid dilengserkan dan digantikan oleh Anindya Bakrie secara aklamasi.
Sebagai latar belakang, perkara ini berpusar pada tarik-menarik antara Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid dan Ketua Dewan Pembina Kadin Anindya Bakrie. Sebelumnya, Arsjad Rasjid terpilih menjadi Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2021-2026 setelah terpilih secara aklamasi berdasarkan keputusan yang tercapai di Munas VIII Kadin di Kendari pada 2021.
Pihak dari munaslub menjelaskan alasan di balik langkah pelengseran Arsjad. Pertama, mereka merasa Arsjad yang pada pilpres lalu menjadi Ketua Umum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud telah melanggar ketentuan Kadin terkait dengan independensi ketua umum. Sebab, Kadin sedari awal didesain sebagai organisasi inklusif yang nonpartisan secara politik.
Hal ini tertuang pada Pasal 14 AD/ART Kadin yang ditetapkan melalui Keppres No 18/2022. Selain itu, kelompok munaslub juga menyatakan bahwa posisi Arsjad yang tidak independen ini secara otomatis tidak mewakili aspirasi dari para anggotanya.
Tidak hanya itu, posisi Arsjad pada Pilpres 2024 dinilai memicu keresahan di tengah kalangan Dewan Pengurus Kadin Provinsi. Sebagian dari mereka menyatakan khawatir akan masa depan hubungan antara Kadin dan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik pada Oktober 2024 akibat posisi strategis ketua umum di tim kampanye Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Munaslub dengan agenda pelengseran Arsjad ini dihadiri oleh perwakilan 21 pengurus Kadin provinsi dan 25 anggota luar biasa (ALB) Kadin. Menariknya, proses pemilihan Anindya tampak sudah sangat terorkestrasi, di mana hanya muncul satu calon nama yang akhirnya dipilih secara aklamasi. Padahal, pihak munaslub menyatakan telah membuka pintu pendaftaran calon ketua umum.
Meskipun begitu, bukan berarti jalan Anindya Bakrie untuk duduk di kursi ketua umum akan mudah. Sebab, sedari awal, dibuatnya munaslub ini tampak penuh dengan kejanggalan. Artinya, Arsjad sebagai Ketua Umum Kadin memiliki argumentasi kuat untuk bisa membantah keputusan dadakan via munaslub ini.
Kejanggalan pertama pada penyelenggaraan munaslub. Berdasarkan AD/ART terakhir Kadin, munaslub didefinisikan sebagai munas yang diselenggarakan di luar jadwal berkala yang telah ditentukan.
Tujuannya adalah untuk meminta pertanggungjawaban Dewan Pengurus Kadin Indonesia mengenai pelanggaran-pelanggaran atas AD/ART, penyelewengan keuangan dan perbendaharaan organisasi Kadin, atau tidak berfungsinya Dewan Pengurus Kadin Indonesia.
Dari beberapa kondisi tersebut, sulit untuk membuat justifikasi bagi Kadin untuk menggelar munaslub di masa-masa kini. Alasan panitia untuk menggelar munaslub kali ini terbilang sumir, tanpa ada bukti konkret adanya pelanggaran yang dilakukan Arsjad Rasjid selaku ketua umum. Tak hanya itu, selama ini Kadin relatif berjalan dengan normal tanpa ada kendala yang serius.
Terlebih lagi, posisi Arsjad waktu menjadi Ketua TPN Ganjar-Mahfud cukup terang, yakni mewakili pribadi bukan organisasi Kadin. Tidak hanya itu, Arsjad juga telah tertib mengajukan izin untuk berhalangan sementara menjalankan tugasnya sebagai Ketua Umum Kadin, yang diberi persetujuan oleh Dewan Pengurus Kadin, termasuk Anindya Bakrie selaku Ketua Dewan Pertimbangan.
Lebih lanjut, berdasarkan AD/ART Kadin, munaslub juga tidak bisa diselenggarakan begitu saja. Sebelum diselenggarakan, Dewan Pengurus Kadin Provinsi dan Pengurus Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha tingkat nasional harus mengirim peringatan tertulis terlebih dahulu kepada Dewan Pengurus Kadin Indonesia.
Surat peringatan ini pun harus disertai dengan tenggat maksimal 30 hari untuk memperbaiki kesalahan yang dimaksud. Apabila peringatan ini tidak diindahkan, di mana tidak ada perubahan hingga 30 hari setelah surat diterima, barulah Dewan Pengurus Kadin Provinsi serta Pengurus Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha tingkat nasional bisa mengajukan permintaan untuk mengadakan munaslub.
Kejanggalan kedua terletak pada pemilihan Anindya Bakrie secara aklamasi. Di satu sisi, forum munaslub lalu bisa dibilang telah mencukupi kuorum.
Berdasarkan aturan AD/ART Kadin, keputusan munaslub dianggap sah dan mengikat seluruh anggota apabila kuorum yang berisikan sekurang-kurangnya setengah dari jumlah Kadin Provinsi dan setengah dari jumlah ALB tingkat nasional. Artinya, suara 28 pengurus Kadin provinsi dan 25 ALB di munaslub kemarin sudah memenuhi syarat kuorum.
Namun, di sisi lain, resistensi dari para pengurus Kadin tingkat provinsi terhadap pemilihan Anindya Bakrie cukup besar. Hingga kini, terdapat beberapa pengurus Kadin provinsi yang menolak upaya pelengseran Arsjad Rasjid, di antaranya pengurus di Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Papua.
Artinya, lebih dari separuh pengurus Kadin di tingkat provinsi tidak sepakat dengan penunjukan Anindya Bakrie. Hal ini tentu menjadi kontradiktif dengan klaim dari pihak munaslub yang menyatakan Anindya terpilih secara aklamasi.
Tidak hanya itu, keberatan dari Dewan Pengurus Kadin Provinsi ini tidak bisa dianggap enteng karena sedikit banyak telah diatur dalam AD/ART. Dalam Pasal 18 Ayat 3 (a) dinyatakan bahwa Dewan Pengurus Kadin Provinsi bisa menarik permintaan atas munaslub apabila merasa telah salah memberi penilaian kepada Dewan Pengurus Kadin Indonesia.
Tentunya, ontran-ontran yang terjadi di Kadin ini perlu untuk terus mendapat perhatian dari semua pihak. Sebab, Kadin sebagai organisasi resmi yang diakui negara untuk memayungi para pengusaha di Indonesia ini memainkan peran yang vital bagi perekonomian bangsa.
Preseden buruk ini tentu akan menjadi catatan para investor asing yang memiliki rencana untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tidak hanya itu, munculnya perpecahan ini pun menjadi pertanda buruk di tengah masa transisi pemerintahan.
Di tengah besarnya tantangan perekonomian yang harus dihadapi oleh pemerintahan Prabowo-Gibran, Kadin diharapkan bisa menjadi mitra strategis pemerintah. Tentunya, harapan ini pun akan sulit terjawab dengan munculnya keterbelahan di tubuh Kadin. (LITBANG KOMPAS)