Kotak Kosong Nyaring Bunyinya?
Fenomena ”blank vote” atau suara kosong bisa menjadi jalan tengah dan perlu diakomodasi dalam sistem pemilu Indonesia.
Gerakan coblos tiga pasangan calon di pilkada Jakarta menjadi cermin sikap perlawanan masyarakat terhadap partai politik yang tidak mengakomodasi aspirasi pemilih. Mengakomodasi suara mereka yang cenderung menolak kandidat di pilkada ke dalam kotak kosong yang diakui secara sah bisa menjadi jalan tengah.
Gerakan coblos tiga paslon di Pilkada Jakarta ini adalah cerminan keinginan pemilih untuk mencoblos bukan pasangan calon yang ada dalam surat suara. Namun, jika merujuk aturan, memilih dengan mencoblos semua paslon masuk ke dalam kategori surat suara tidak sah (invalid vote)alias suara tersebut hangus tidak diperhitungkan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Sementara fenomena gerakan coblos semua paslon ini adalah upaya perlawanan terhadap situasi politik yang cenderung mengedepankan kepentingan elite dan mengabaikan aspirasi pemilih. Gejala ini disebut juga sebagai fenomena none of the above (NOTA) atau blank vote. Jadi sebenarnya ini bukan pilihannya salah (invalid vote), melainkan secara sengaja memilih sikap untuk menolak semua paslon yang ada.
Fenomena blank vote ini sebenarnya sudah diakomodasi di pilkada ketika hanya ada satu paslon tunggal. Jika pilkada paslon tunggal, kotak kosong disediakan sebagai upaya menampung pilihan pemilih yang tidak setuju atau tidak memilih paslon tunggal tersebut. Terkait kotak kosong yang hanya ada di daerah yang pilkadanya memiliki paslon tunggal ini tertuang dalam Pasal 54C Ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Sejarah merekam bagaimana kotak kosong yang ada di pilkada dengan paslon tunggal kerap kali dipandang sebagai ”bukan kekuatan”. Padahal jumlah paslon tunggal dari pilkada ke pilkada cenderung meningkat.
Data KPU merekam, pada Pilkada 2015 ada tiga paslon tunggal. Jumlahnya bertambah jadi 9 di Pilkada 2017. Pada Pilkada 2018 angkanya naik menjadi 16 paslon tunggal dan di Pilkada 2020 bertambah jadi 25 paslon tunggal.
Tentu, mayoritas paslon tunggal menang dengan mudah. Hanya satu pilkada paslon tunggal yang dimenangi kotak kosong, yakni Pilkada Kota Makassar 2018 dengan suara mencapai 53,2 persen, unggul dari paslon tunggal, Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu). Kasus di Makassar ini tak bisa lepas dari gerakan mobilisasi yang dilakukan dari paslon yang gagal berlabuh di pilkada karena tidak mendapat tiket dukungan parpol.
Di luar Pilkada Makassar, semua paslon tunggal menang. Di pilkada terakhir tahun 2020, dari 25 paslon tunggal yang terdata, semuanya memenangi kontestasi dengan perolehan suara melebihi rata-rata pilkada yang diikuti dengan dua atau lebih paslon. Bahkan, dari 25 daerah itu ada sembilan pilkada yang kemenangannya melebihi 90 persen suara.
Nah, belajar dari kasus Makassar, di mana kotak kosong memenangi kontestasi, desakan agar kotak kosong juga ada di pilkada dengan lebih dari satu paslon mengemuka. Sayangnya, kotak kosong hanya diberlakukan saat pilkada tersebut hanya satu paslon.
Di sisi lain, jika ada pemilih yang mencoblos semua calon, di dalam aturan pilkada masuk dalam kategori suara tidak sah(invalid vote). Hal ini juga ditegaskan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2020 yang hanya mengatur bagaimana pilihan diberikan agar suara yang digunakan sah, yakni pemilih hanya mencoblos nomor urut paslon, foto paslon, atau colos nama paslon. Di luar cara itu, suara pemilih masuk kategori tidak sah.
Untuk itulah, upaya hukum dilakukan sejumlah tokoh dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuannya agar MK mengakomodasi gagasan menghadirkan pilihan kotak kosong di seluruh daerah. Gugatan tersebut dilayangkan tiga warga dan sudah masuk registrasi di MK dengan nomor 125/PUU/PAN.MK/ARPK/09/2024.
Baca juga: Calon Parpol Tak Sesuai Aspirasi Publik, MK Diminta Hadirkan Kotak Kosong di Pilkada
Suara sah
Salah satu orang yang mengajukan uji materi tersebut, Ramdansyah, menilai ada kerugian konstitusional sebagai warga negara ketika parpol tidak mengusung calon kepala daerah berdasarkan aspirasi masyarakat.
Akibatnya, pemilih tidak memiliki alternatif lain selain memilih blank vote. Pemohon juga melihat hasil sejumlah survei yang menempatkan calon kepala daerah yang diinginkan warga setempat, tetapi tidak diakomodasi parpol.
Merujuk hasil survei Litbang Kompas di Jakarta, misalnya, dua nama teratas yang meraih tingkat elektabilitas lebih tinggi, yakni Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama, tidak masuk dalam rekomendasi parpol di Pilkada Jakarta. Menurut Ramdansyah, banyak orang pergi ke TPS hanya untuk protes dengan tidak memilih paslon yang ada dalam surat suara atau blank vote.
”Jika blank vote ini tidak diakomodasi, padahal sudah ada payung hukum lain di 41 daerah dalam Pilkada 2024 dengan pemilihan kotak kosong, maka telah terjadi pelanggaran konstitusional, yakni tidak adanya kesamaan hak,” ujar Ramdansyah yang juga mantan Ketua Bawaslu Jakarta ini menjelaskan.
Untuk itu, pengajuan uji materi ini diniatkan agar hak konstitusional blank vote atau suara kosong karena masih dikategorikan sebagai suara tidak sah di Indonesia, perlu dilindungi eksistensi konstitusionalitasnya. Akomodasi blank vote di 41 pilkada dengan paslon tunggal di Indonesia saat ini perlu diperluas juga berlaku di pilkada-pilkada dengan dua atau lebih paslon.
Apalagi fenomena blank vote yang dianggap sebagai suara sah bukan hal baru. Sejumlah negara menerapkan hal ini dalam pemilunya. Sebut saja Kolombia, Spanyol, Argentina, Perancis, Mongolia, Ekuador, Bolivia, Brasil, Swiss, Swedia, Belanda, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti Nevada. Praktik-praktik di negara demokrasi tersebut perlu dipertimbangkan sebagai bahan uji materi di MK.
Harapannya, pemilih yang tidak menginginkan atau menolak memilih paslon yang diajukan suaranya tetap dapat pengesahan sebagai suara sah. Ketiga penguji materi menyatakan bahwa blank vote atau suara kosong adalah bentuk pemungutan suara di mana pemilih memilih untuk tidak memilih kandidat mana pun.
Dalam sistem demokrasi rakyat memiliki kedaulatan penuh untuk memilih atau tidak memilih kandidat yang ada. Dengan memberikan suara kosong (blank vote), pemilih mengekspresikan hak memilihnya dalam bentuk ketidakpuasan terhadap pilihan kandidat yang tersedia, tanpa memilih kandidat yang ada disebabkan tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Ini bisa dilihat sebagai bentuk protes atau pernyataan politik yang menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk menolak semua kandidat yang disajikan
Konstruktif
Upaya pengesahan blank vote dinilai bisa berdampak konstruktif bagi terwujudnya sistem pemilu dan politik Indonesia yang lebih sehat dan kompetitif. Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menyebutkan, setidaknya ada empat hal konstruktif jika suara kosong ini bisa dilembagakan.
Pertama, mampu mendorong peningkatan angka pengguna hak pilih (voters turn out). Kedua, menjadi faktor pemicu untuk terus menjaga kinerja dan eksistensi parpol di tengah konstituen dan masyarakat.
Ketiga, memperkuat politik gagasan dalam kontestasi pilkada karena calon dan partai akan bekerja keras meyakinkan pemilih, khususnya pemilih yang kritis melalui tawaran visi, misi, dan program yang baik.
Keempat, parpol terlecut melakukan kaderisasi dan rekrutmen politik yang demokratis dengan menghadirkan figur-figur politik terbaik bagi masyarakat.
Jika pelembagaan suara kosong bisa diakomodasi sebagai suara sah seperti disediakannya kotak kosong di pilkada paslon tunggal, bukan tidak mungkin kotak kosong menjadi ekspresi dari kedaulatan pemilih yang memang tidak ingin memilih paslon yang ada.
Tentu hal ini akan menjadi daya lecut bagi parpol untuk tidak abai dengan aspirasi pemilih. Jika MK mengabulkan uji materi ini, bisa jadi kotak kosong akan nyaring bunyinya, terutama bagi pemilih Jakarta kini tengah dihadapkan pada gerakan mencoblos semua paslon. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Paslon Tunggal, ”Jalan Tol” Kemenangan di Pilkada