”QR Code” Pertalite, Upaya Kendalikan Subsidi BBM Tepat Sasaran
Pemerintah merencanakan pada Oktober pembelian bensin pertalite pada kendaraan mobil akan menggunakan "QR code”.
Pemerintah tengah berupaya mengatur pembelian bahan bakar minyak atau BBM dengan menggunakan peranti digital agar penyaluran subsidinya tepat sasaran. Pemerintah merencanakan pada awal Oktober 2024 nanti pembelian BBM jenis bensin pertalite pada kendaraan roda empat akan menggunakan pemindai kode respons cepat atau QR code.
Saat ini, sosialisasi terkait penggunaan QR code tengah digalakkan agar rencana penyaluran subsidi tepat sasaran dapat segera terwujud. Sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU), media massa, baik digital maupun konvensional, serta beberapa kanal-kanal media sosial milik pemerintah ataupun BUMN gencar menginformasikan terkait pendaftaran kendaraan untuk mendapatkan jatah subsidi. Masyarakat dapat mendaftarkan kendaraannya melalui aplikasi My Pertamina atau lewat situs web subsidi https://mypertamina.id/.
Dengan menyiapkan sejumlah dokumen, seperti foto KTP, foto diri, foto STNK (tampak depan dan belakang), foto kendaraan tampak keseluruhan, foto kendaraan tampak depan nomor polisi, dan foto KIR bagi kendaraan pengguna KIR, masyarakat dapat mengikuti tahapan pendataran untuk mendapatkan QR code. Data itu akan diverifikasi untuk divalidasi kelayakannya mendapatkan jatah BBM jenis pertalite yang disubsidi pemerintah. Perlu waktu maksimal hingga tujuh hari untuk mencocokkan data tersebut.
Apabila terkonfirmasi layak mendapatkan subsidi, konsumen yang mengajukan datanya akan mendapatkan QR code untuk kendaraannya. Dengan demikian, mobil bersangkutan diperkenankan mengisi BBM jenis pertalite di SPBU. Cukup menunjukkan QR code kendaraan yang diunduh, petugas SPBU akan mengisi bensin jenis pertalite sesuai yang dibutuhkan konsumen. Untuk memudahkan transaksi, konsumen dapat mencetak QR code yang sudah terdaftar sehingga praktis saat mengisi BBM di SPBU tanpa perlu menunjukkan QR code yang tersimpan di telepon genggamnya.
Saat ini, kebijakan QR code pada bensin pertalite sudah mulai dilakukan uji coba di sejumlah wilayah di Indonesia, antara lain di Pulau Jawa-Madura, Bali, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Maluku-Maluku Utara, Gorontalo, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur. Masyarakat di wilayah tersebut dapat melakukan proses pendaftaran QR code dan juga melakukan transaksi dengan mekanisme baru ini di SPBU-SPBU di wilayah bersangkutan.
Baca juga: Subsidi BBM untuk Siapa
Importir minyak
Berdasarkan data bp Statistical Review of World Energy 2022, produksi minyak bumi Indonesia pada tahun 2021 sebesar 692.000 barel per hari. Padahal, kebutuhan konsumsi produk-produk turunan minyak bumi per hari mencapai 1.471.000 barel sehari. Artinya, setiap hari terjadi defisit sekitar 779.000 barel dan kekurangan ini harus didatangkan dari impor sejumlah negara.
Tingginya ketergantungan impor minyak bumi yang lebih dari 50 persen tersebut membuat posisi Indonesia masuk kategori net importer. Posisi ini relatif sangat berisiko bagi kondisi makroekonomi nasional. Pasalnya, harga komoditas minyak bumi berikut turunannya sangat rentan terpengaruh kondisi makro dunia. Isu apa pun yang tengah terjadi secara internasional sangat rentan memicu sentimen pasar keuangan yang membuat harga minyak bumi dunia merangkak naik, misalnya isu ketegangan geopolitik, kelangkaan produk energi di pasar global, embargo ekonomi, dan isu kebijakan moneter yang dilakukan sejumlah negara adidaya.
Situasi tersebut rentan membuat kondisi fiskal negara tergerus karena sebagian komoditas energi disubsidi oleh negara. Semakin melonjak naik harga energi dunia, subsidi yang dikeluarkan juga akan membesar sehingga akan melemahkan kondisi keuangan negara.
Berdasarkan data nota keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2025, Kementerian Keuangan, jumlah subsidi sektor energi terus meningkat. Pada tahun 2020, subsidi sektor energi mencapai Rp 108,8 triliun dan pada tahun 2024 ini anggarannya telah melonjak drastis hingga Rp 192,7 triliun. Tahun depan, anggarannya dialokasikan lebih besar lagi menjadi Rp 204,5 triliun.
Alokasi subsidi energi ini terbagi ke dalam sejumlah pos anggaran. Pada tahun 2024 ini, anggaran subsidi energi terbesar terbesar dianggarkan untuk LPG tiga kilogram sebesar Rp 85 triliun, listrik Rp 80,7 triliun, dan BBM tertentu 26,5 triliun. BBM tertentu ini ditujukan untuk subsidi bensin Research Octane Number (RON) 88 dan 90 serta biodiesel untuk kendaraan bermesin diesel. RON 88 adalah bensin jenis premium dan RON 90 adalah bensin jenis pertalite.
Baca juga: Agar Tepat Sasaran, Pembelian BBM Bersubsidi Menggunakan "QR Code"
Secara akumulasi nilai subsidi, sejatinya nilai subsidi untuk BBM jenis tertentu ini relatif kecil. Pada tahun 2024, proporsinya hanya sekitar 13 persen dari total subsidi sektor energi. Besarannya kalah jauh dengan subsidi untuk LPG tiga kilogram dan subsidi listrik yang masing-masing menyerap alokasi anggaran hingga lebih dari 40 persen.
Meskipun demikian, upaya untuk menciptakan subsidi tepat sasaran untuk BBM jenis tertentu ini memang patut untuk dilakukan. Pasalnya, banyak dijumpai kendaraan roda empat yang mengonsumsi jenis bensin relatif tidak sesuai dengan kelas ekonomi pemiliknya. Banyak mobil berkapasitas mesin besar dan masuk dalam kategori kendaraan kelas menengah ke atas atau kelas premium mengonsumsi BBM jenis pertalite yang bersubsidi. Padahal secara umum, pemilik mobil-mobil tersebut dikategorikan mampu membeli BBM jenis pertamax ataupun RON di atas 90 ke atas.
Fenomena tersebut terkadang menimbulkan kecemburuan sosial antarmasyarakat. Masyarakat bawah hanya mampu membeli BBM pertalite dalam jumlah sedikit untuk sepeda motornya ataupun untuk mobilnya yang memang layak mendapatkan subsidi negara. Di sisi lainnya, masyarakat kelas ekonomi atas juga diberi kesempatan yang sama untuk membeli BBM jenis pertalite dalam jumlah yang tak terbatas untuk kendaraannya. Oleh karena itu, program subsidi berbasis digital ini layak untuk diterapkan agar subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
Langkah pengaturan subsidi BBM pertalite itu mengikuti cara penyaluran BBM jenis biosolar yang relatif telah berhasil dilakukan pada kendaraan bermesin diesel. Kendaraan diesel yang memiliki QR code subsidi dapat membeli biosolar di SPBU-SPBU. Sebaliknya, apabila tidak mampu menunjukkan QR code yang terdaftar secara resmi, kendaraan diesel tersebut harus membeli solar nonsubsidi, seperti jenis dexlite ataupun pertadex.
Konsumsi pertalite
Berdasarkan data handbook of energy and economic statistics of Indonesia (HEESI), Kementerian ESDM, konsumsi BBM untuk sektor transportasi pada tahun 2022 mencapai 408,6 juta barrel oil equivalent (BOE). Dari seluruh jenis BBM yang dikonsumsi kendaraan, ada dua jenis BBM yang proporsinya paling besar. Terbesar adalah biogas oil atau biodiesel B30 yang mencapai besaran 44 persen dan terbesar berikutnya adalah bensin RON 90 atau pertalite dengan proporsi hingga 40,4 persen.
Biodiesel B30 itu proporsinya semakin meningkat seiring dengan pemberlakuan kebijakan pemerintah untuk melakukan pencampuran solar cetane number (CN) 48 dengan minyak FAME (fatty acid methyl ester) hasil olahan nabati. Program biodiesel ini dilakukan secara bertahap, mulai dari kebijakan B5, B10, B20, B30, dan direncanakan pada waktu dekat menjadi B40 yang artinya 40 persen biodiesel dan sisanya adalah solar CN 48.
Seiring dengan pemanfaatan biodiesel yang terus membesar, konsumsi solar CN 48 bersubsidi juga kian mengecil. Pada tahun 2012, konsumsi solar CN 48 masih berkisar 24 persen, sedangkan biodiesel pada saat itu masih sebesar 18 persen. Dengan semakin gencarnya pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) pada program biodiesel ini, maka pada tahun ini proporsi konsumsi B30 sudah lebih dari 40 persen, sedangkan kosumsi solar CN 48 sudah susut hingga di bawah 1 persen.
Tingginya konsumsi biodiesel itu juga disertai dengan upaya pembenahan penyaluran subsidi agar tepat sasaran. Penggunaan QR code sudah diterapkan pada konsumsi BBM jenis solar pada akhir tahun 2022. Langkah tersebut, kini mulai diterapkan pada konsumsi BBM jenis bensin RON 90 pertalite untuk kendaraan roda empat.
Baca juga: Jika Pembatasan Diterapkan, Tak Semua Mobil Akan Bisa ”Minum” Pertalite
Secara historis, bensin pertalite mulai meningkat konsumsinya sejak tahun 2015 pada saat pemerintah berencana meningkatkan kualitas bensin subsidi yang beredar di pasaran. Kala itu, bensin subsidi berjenis premium dengan angka RON 88. Dengan ditingkatkannya kualitasnya menjadi RON 90, harapannya kualitas lingkungan menjadi kian bersih karena pembakaran kendaraan kian sempurna.
Seiring waktu, proporsi konsumsi bensin premium RON 88 ini kian susut seiring kebijakan pemerintah yang terus mengurangi produksi BBM jenis bensin premium ini. Pada tahun 2012, proporsi konsumsi bensin mencapai 49 persen dari seluruh jenis BBM yang dijual di pasaran. Besaran ini kian susut drastis sejak tahun 2016 dengan besaran di bawah 40 persen. Pada tahun 2020, proporsi konsumsi premium kian mengecil menjadi 13 persen dan pada tahun 2022 sudah di bawah satu persen. Gantinya, konsumsi BBM jenis pertalite RON 90 kian meningkat pesat hingga 40,36 persen.
Uniknya, konsumsi BBM jenis bensin RON 92 pertamax ataupun RON di atas 92 yang berkualitas jauh lebih baik lagi justru stagnan. Konsumen BBM sekelas bensin pertamax hanya sekitar delapan persen dan bensin pertamax turbon kurang dari satu persen. Besaran konsumen itu tak beranjak jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Padahal, di saat bersamaan jumlah mobil terus bertambah dan kualitas mobil beraneka model dengan kubikasi mesin yang beragam ukuran terus membanjiri pasar.
Hal itu mengindikasikan bahwa mobil-mobil tersebut sebagian turut menikmati konsumsi BBM jenis pertalite yang disubsidi negara. Fenomena tersebut menjadi perhatian serius bagi negara. Pasalnya, sebagian besar impor BBM siap pakai sebagian besar berupa bensin RON 88 dan 90. Artinya, di sisi suplai negara harus mengalokasi anggaran yang cukup besar untuk mengimpornya dan di sisi demand justru memberikan insentif subsidi yang relatif besar bagi golongan masyarakat mampu. Pemerintah berupaya membenahinya agar subsidi bensin jenis pertalite ini menjadi lebih tepat sasaran. (LITBANG KOMPAS)