Kekuatan Ekonomi Sulawesi Tengah Bergeser ke Timur, Bersandar pada Nikel
Kemajuan ekonomi Sulawesi Tengah tak lepas dari transformasi wilayah pertambangan nikel Morowali saat ini.
Kemajuan ekonomi Sulawesi Tengah tak lepas dari transformasi wilayah Morowali saat ini. Kawasan berlimpah nikel itu kini menguasai ekonomi Sulawesi Tengah dan kian menggeser dominasi Kota Palu yang merupakan ibu kota provinsi. Meski demikian, catatan kemiskinan dan ketimpangan masih menyertai bersamaan dengan ancaman degradasi lingkungan di kawasan itu.
Gencarnya era transisi energi turut pula mengubah lanskap ekonomi Sulawesi Tengah. Pasalnya, tren kendaraan listrik yang membutuhkan elektrifikasi baterai turut meningkatkan permintaan nikel sebagai bahan baku utama baterai kendaraan. Selain itu, masifnya pembangunan infrastruktur yang membutuhkan sejumlah bahan baku logam berkualitas juga kian memperkokoh permintaan nikel di pasar global. Komoditas ini menjadi salah satu keunggulan Sulawesi Tengah yang banyak tersimpan di daerah Kabupaten Morowali dan Kabupaten Morowali Utara. Keduanya pun kini mendominasi ekonomi Sulawesi Tengah.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik, lebih dari separuh PDRB Sulawesi Tengah tahun 2023 disumbang oleh Morowali dan Morowali Utara. Dari total PDRB Sulawesi Tengah sebesar Rp 347,14 triliun, masing-masing kabupaten tersebut berkontribusi 44,0 persen dan 7,8 persen. Bagi Morowali Utara, besaran kontribusinya tak tampak menonjol dari waktu ke waktu, hanya di kisaran 6-8 persen setiap tahunnya. Setidaknya sejak tahun 2010, ketika nikel kian menjadi perhatian dunia, permintaan nikel kian melonjak di daerah ini.
Berbeda halnya dengan Kabupaten Morowali, ”gudang” utama nikel di Sulawesi Tengah itu kian melejit ekonominya. Nilai PDRB-nya meningkat sekitar 25 kali lipat sepanjang tahun 2010-2023, dari Rp 3,4 triliun menjadi Rp 84,9 triliun berdasarkan harga konstan. Kontribusinya pada ekonomi Sulawesi Tengah pun kian tak terbantahkan, dari hanya sebesar 6,5 persen di tahun 2010 menjadi kisaran 44 persen pada tahun lalu.
Laju partumbuhannya pun cukup impresif. Dapat dikatakan hampir selalu mengungguli capaian pertumbuhan ekonomi provinsi induknya. Meski cukup fluktuatif, jika ditarik tren waktu yang lebih panjang, trennya tetap terjaga positif. Terbaru, laju ekonomi Kabupaten Morowali 2023 sebesar 20,3 persen. Hampir dua kali lipat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah dan empat kali lipat dari capaian nasional. Sepanjang tahun 1994-2023, laju pertumbuhan Kabupaten Morowali hampir tak pernah di bawah 5 persen, bahkan lebih sering mencatatkan pertumbuhan positif dua digit, yakni di kisaran 10-30 persen.
Baca juga: Tren Penurunan Nilai Ekspor Nikel Berlanjut, Alarm Dini Ekonomi Sultra
Nikel Morowali
Komoditas nikel menjadi faktor utama pendorong ekspansi ekonomi di Morowali. Menilik data tahun 2010, sektor pertambangan sudah menguasai sekitar sepertiga ekonomi di Kabupaten Morowali, dengan komoditas nikel yang paling dominan. Nilai ekonominya pun kian besar. Kini, setidaknya terdapat 53 izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Morowali, dengan luasan lahan sebesar 118.139 hektar. Paling banyak dan luas di Sulawesi Tengah. Terbesar kedua adalah di Morowali Utara dengan 38 IUP di lahan seluas 69.156 hektar.
Saat ini, hilirisasi nikel kian dioptimalkan sehingga kontribusi sektor pertambangan nikel seolah-olah tampak menurun. Namun, hal itu bukan lantaran kinerja sektor tambang kian surut, melainkan karena kian besarnya nilai ekonomi industri pengolahan, hasil hilirisasi komoditas nikel. Kebijakan pemerintah pusat yang melarang ekspor nikel mentah cukup berhasil mendorong kemajuan industri pengolahan nikel, terutama di lokasi asalnya, Kabupaten Morowali.
Bahkan, saat ini dapat dikatakan sektor manufaktur di Kabupaten Morowali hampir berkuasa penuh. Tidak kurang dari 72 persen ekonomi Morowali datang dari sektor tersebut. Proporsi ini kian melambung dari yang sebelumnya yang hanya sekitar 14 persen di tahun 2010.
Lonjakan drastis tersebut terjadi tepatnya sejak tahun 2015. Kinerja manufaktur meningkat sekitar empat kali lipat dari tahun sebelumnya. Sumbangannya pada ekonomi Morowali pun kian tinggi, hingga hampir sepertiga dari total PDRB. Capaian impresif ini pada gilirannya turut mengatrol laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Morowali secara keseluruhan, hingga mencapai 67,82 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Gerak industri manufaktur berbasis nikel di Kabupaten Morowali itu kian masif setelah beroperasinya Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Dengan demikian, hilirisasi nikel di Morowali kian terintegrasi. Beberapa industri yang ada di kawasan industri berstatus Proyek Strategis Nasional itu adalah PT Bintang Delapan Mineral, PT Sulawesi Mining Investment, PT Indonesia Tsingsang Stainless Steel, dan PT Broly Nikel Industry. Kawasan industri inilah yang sekarang menjadi jantung ekonomi Kabupaten Morowali.
Emilia Bassar, Direktur Komunikasi PT IMIP, dalam jawaban tertulis menyebutkan, secara akumulatif nilai investasi di IMIP sepanjang 2015-2024 telah mencapai 31,68 miliar dollar AS. Secara nyata, investasi ini berkontribusi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Morowali sebesar 80 persen di tahun 2022. Selain itu, di Kecamatan Bahodopi, lokasi IMIP berdiri, telah tumbuh ribuan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai multiplier effect dari keberadaan kawasan IMIP.
Baca juga: Mencari Keseimbangan Antara Hilirisasi Nikel dan Pelestarian Lingkungan
Daya tarik ekonomi yang masif ini pun pada akhirnya menggeser kekuatan ekonomi Sulawesi Tengah yang sebelumnya berpusat di Kota Palu. Kini, Kota Palu hanya menyumbang sekitar sepersepuluh pada total ekonomi Sulawesi Tengah, dari sebelumnya sekitar 16,8 persen di tahun 2010. Mansur Ba’adi, Sekretaris Kamar Dagang Indonesia di Sulawesi Tengah, saat ditemui di kantornya pada pertengahan Juli lalu mengatakan, bukan lantaran kinerja Kota Palu yang menyusut, melainkan karena porsi ekonomi Morowali yang kian tak terkalahkan.
Bak ada gula ada semut, daya pikat ekonomi Morowali juga mengundang banyak penduduk untuk turut merasakan ”kue” yang ada di kabupaten yang memiliki komoditas mendunia itu. Merujuk hasil sensus di Sulawesi Tengah tahun 2020, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Morowali kini lebih banyak daripada di Kota Palu sebagai ibu kota provinsi. Di Kabupaten Morowali mencapai 4,54 persen sepanjang 2010-2020, sementara di Kota Palu hanya sebesar 1,01 persen, di bawah laju pertumbuhan penduduk provinsi di angka 1,22 persen.
Begitu kuatnya posisi dan daya tawar Morowali saat ini tampaknya juga termanifestasi dalam bidang politik. Kontestasi kepala daerah Sulawesi Tengah kali ini turut menghadirkan dua putra daerah asal Kabupaten Morowali, yakni Ahamd Ali dan Anwar Hafid. Keduanya telah sah sebagai bakal calon gubernur Sulawesi Tengah dalam Pilkada 2024 mendatang setelah mendaftar di KPU pada pekan lalu.
Ahmad Ali, pengusaha yang diusung Partai Nasdem, Gerindra, Golkar, PAN, dan PKB menggandeng Abdul Karim Aljufri, anggota DPRD RI Fraksi Gerindra. Sementara itu, Anwar Hafid, mantan bupati Morowali serta anggota DPR RI Fraksi Demokrat, berpasangan dengan Reny Lamadjido, Wakil Wali Kota Palu saat ini. Keduanya mengantongi dukungan dari Demokrat, PKS, dan PBB (Kompas, 19/8/2024).
Hadirnya dua sosok dari Morowali ini cukup menarik lantaran sejarah mencatat bahwa biasanya kontestan yang berlaga dalam pemilihan gubernur Sulawesi Tengah berasal dari Lembah Palu (Palu, Sigi, Donggala). Kini, hanya ada satu kontestan yang merupakan putra daerah Lembah Palu, yakni sang petahana, Rusdy Mastura.
Replika Sulawesi Tengah
Terlepas dari kontestasi politik yang akan berlangsung, Morowali masih menyimpan berbagai pekerjaan rumah di balik kesuksesannya yang mendunia. Sebagaimana Sulawesi Tengah secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi berkat kekayaan nikelnya belum mampu dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Masih terdapat penduduk yang harus hidup di bawah garis kemiskinan.
Tahun 2023, masih terdapat 15.750 warga di Morowali yang masuk kategori penduduk miskin atau sekitar 12,31 persen dari seluruh populasi di Morowali. Hanya selisih tipis dengan rata-rata Sulawesi Tengah yang sebesar 12,41 persen. Kemiskinan di wilayah kaya sumber daya alam ini cukup ironis karena masih mencapai dua digit dan di atas garis kemiskinan nasional yang berkisar 9 persen.
Meskipun demikian, jika dilihat dalam tren waktu yang lebih panjang, terdapat tren penurunan kemiskinan yang cukup drastis. Hanya saja, kondisi kemiskinan ini menunjukkan bahwa ”legitnya kue” Morowali saat ini belum dapat dirasakan semua warga yang tinggal di dalamnya. Tak terkecuali di Morowali Utara, di mana proporsi penduduk miskinnya mencapai 12,85 persen.
Hal lain yang juga menjadi sorotan adalah Indeks Pembangunan Manusia di Morowali yang relatif semu. Ahlis Djirimu, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Tadulako, menilai, capaian IPM Morowali yang lebih tinggi dari Sulawesi Tengah lebih banyak didorong oleh sisi ekonomi saja. ”IPM tinggi itu karena daya beli masyarakat di sana cukup besar lantaran PDRB-nya tinggi. Sementara itu, sisi pendidikan dan kesehatan cenderung stagnan. Padahal, pendidikan itu investasi. Artinya, pembangunan belum inklusif,” tutur Ahlis saat ditemui di Palu, 15 Juli 2024 silam.
Baca juga: Berpacu Bangun Ekosistem Sebelum Momentum Nikel Berlalu
Meski telah menggeser posisi Palu dari sisi dominasi ekonomi, Morowali belum mampu melampaui capaian pembangunan sosial ekonomi Palu yang telah bertransformasi dari waktu ke waktu. IPM dan pengentasan warga dari kemiskinan sebagai dua ukuran kesejahteraan masyarakat di Palu sudah lebih berhasil dibandingkan dengan Morowali. Hal ini menjadi tantangan bagi Morowali untuk turut memeratakan pembagian ”kue” bagi masyarakatnya.
Meratakan distribusi ekonomi itu tidaklah mudah bagi Morowali lantaran beberapa daerahnya tersebar di beberapa pulau kecil. Bahkan, terdapat satu administrasi kecamatan yang tersebar menjadi belasan pulau sehingga menimbulkan tantangan berat untuk menjangkau seluruh masyarakatnya dan memberikan penghidupan yang layak bagi mereka.
Ancaman lingkungan
Hal lain yang juga menjadi tantangan bagi Morowali sebagai jantung ekonomi Sulawesi Tengah saat ini adalah keberlanjutan lingkungannya. Sektor tambang selalu identik dengan eksploitasi yang berujung pada kerusakan alam. Jika tidak diimbangi dengan tata kelola pertambangan yang berkelanjutan, boleh jadi masa kejayaan nikel di Morowali tak akan lama. Pada waktu yang bersamaan, kualitas lingkungan akan memburuk.
Saat ini pun kondisi degradasi itu sudah terjadi. Hasil pengamatan visual dari berbagai sumber menunjukkan bahwa kawasan di sekitar Bahodopi yang menjadi pusat industri nikel sudah sangat berdebu. Di rumah-rumah warga, perabotan makan dan alat rumah tangga lainnya terselimuti oleh debu dampak dari aktivitas industri.
Ahlis menambahkan, mayoritas pekerja manufaktur di Morowali tak akan bertahan lama lantaran tidak tahan dengan kualitas lingkungan di sana. Hal ini terkonfirmasi secara tidak sengaja dari seorang sopir taksi online di kota Palu. Johan (38), mantan pekerja di salah satu perusahaan pengolahan nikel terbesar di Morowali, memutuskan berhenti dari kerja karena tidak kuat menahan polusi yang harus dia hadapi setiap hari.
Baca juga: BASF-Eramet Pamit dari Proyek Rp 42 Triliun di Maluku Utara, Sejumlah Alasan Mencuat
”Saya dulu merantau ke Morowali, hanya bertahan lima tahun. Lama-kelamaan saya ngeri dengan debu polusi yang ada di sana. Tahun 2022 saya kembali ke Palu. Jadi sopir saja, pendapatan secukupnya, tapi paru-paru saya terselamatkan,” cerita Johan di sepanjang perjalanan dari Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie Palu pada medio Juli 2024.
Tak hanya debu dan kesehatan masyarakat sekitarnya, aktivitas tambang juga mengancam masyarakat dengan potensi bencana yang ada. Jauh sebelum nikel mendunia, bencana banjir sudah berkali-kali melanda Morowali. Arsip harian Kompas mencatat, setidaknya banjir cukup besar di Morowali pernah terjadi pada 2007 dan 2010 yang menewaskan lebih dari 100 orang.
Tentu hal tersebut tak diharapkan kembali terjadi. Meski demikian, dengan kian masifnya aktivitas pengerukan hasil alam di Morowali, alarm peringatan perlu dinyalakan.
Berbagai tantangan itu perlu menjadi perhatian banyak pihak. Tak hanya pemerintahan daerah Morowali saja, tetapi juga pemerintahan di Sulawesi Tengah secara keseluruhan. Bagaimanapun, keberhasilan dan keberlanjutan Morowali akan menentukan keberlangsungan Sulawesi Tengah sebagai provinsi yang kini juga menempati posisi tinggi secara ekonomi di antara provinsi lainnya.
Pemerintah pusat pun perlu mengambil bagian untuk turut menjaga dan mengawasi jalannya ekonomi beserta berbagai potensi eksternalitasnya di Morowali. Pasalnya, melejitnya Morowali saat ini juga tak lepas dari peran pemerintah pusat yang mengangkat Morowali sebagai salah satu lokasi Proyek Strategis Nasional. Lebih dari itu, gemerlap ekonomi di Morowali juga perlu dibagikan secara merata agar seluruh warganya dapat turut merasakan ”terangnya” hidup di tanah berlimpah nikel itu. (LITBANG KOMPAS)