Penjualan Daring Menopang Pertumbuhan Bisnis Kuliner
Indonesia memiliki ragam kuliner terbaik di dunia dan berkembang pesat di era digitalisasi.
Ragam kuliner Nusantara, besarnya segmen pasar, dan perubahan perilaku konsumsi yang ditopang digitalisasi membuka peluang meningkatnya layanan penjualan online atau daring dan menjadi modal bagi pertumbuhan bisnis kuliner.
Ragam dan rasa kuliner Indonesia sudah tak diragukan lagi, pamornya bahkan telah mendunia. Hal ini terkonfirmasi dari publikasi TasteAtlas Awards 2023/2024.
TasteAtlas—laman ensiklopedia rasa, atlas dunia terkait hidangan tradisional, bahan-bahan lokal, dan restoran otentik yang mengumpulkan data dari seluruh dunia—mengumumkan, delapan kota di Indonesia masuk dalam deretan 100 kota dari 16.601 kota yang memiliki makanan daerah dan nasional terbaik di dunia.
Dalam jajaran 10 besar, Kota Bandung menempati peringkat ke-10 dan mendapat skor 4,66 bintang dari 395.205 pembaca TasteAtlas. Kota lainnya yang dinilai memiliki makanan terbaik yang disukai masyarakat dunia adalah Jakarta (peringkat ke-11), Surabaya (16), Padang (42), Malang (49), Yogyakarta (58), Seminyak (67), dan Ubud (86). TasteAtlas juga menilai pempek, bubur ayam, dan ayam goreng sebagai tiga makanan Indonesia yang masuk kategori 100 makanan terbaik di dunia.
Banyaknya ragam kuliner Nusantara tersebut membuat bisnis makanan dan minuman terus hidup dan berkembang. Tak hanya karena makan menjadi kebutuhan pokok manusia, usaha penyedia makan minum juga semakin berkembang bersamaan dengan perkembangan industri pariwisata.
Meski sempat mengalami penurunan saat Pandemi Covid-19 melanda, kini tren jumlah usaha penyedia makanan dan minuman skala menengah besar terus tumbuh. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2022 tercatat tumbuh 20,76 persen dibandingkan dengan tahun 2021.
Baca juga: Bisnis Kuliner Daring Dorong Pemulihan Ekonomi
Tren penjualan daring
Perkembangan usaha kuliner Nusantara juga diikuti perubahan tren dalam cara penjualan. Tak dapat dimungkiri pandemi Covid-19 telah membawa dampak perubahaan tren tersebut. Pembatasan aktivitas di luar rumah telah membuat pemesanan produk-produk makanan dilakukan secara daring yang membuat penjualannya meningkat.
Data BPS dalam Statistik Penyedia Makan Minum menunjukkan terjadinya peningkatan penjualan secara daring. Tahun 2018, dua tahun sebelum pandemi Covid-19 melanda, penjualan makan minum dengan cara dikonsumsi di tempat masih mendominasi hampir 70 persen (67,37 persen), sementara penjualan daring masih sekitar 7,35 persen.
Tahun 2019 penjualan secara daring meningkat signifikan hingga 10,95 persen menjadi 18,3 persen. Hal ini terjadi karena survei dilakukan pada bulan April hingga Juli 2020 pada saat virus Covid-19 mulai mewabah di Indonesia dan pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) untuk memutus penyebaran virus Covid-19 meluas.
Kebijakan Work From Home dan penutupan sekolah membuat masyarakat semakin mengandalkan jasa penjualan daring untuk kebutuhan makan minum. Apalagi kemudian dilanjut dengan kebijakan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) ketika pandemi semakin parah.
Tren penjualan daring pun terus berlanjut hingga pascapandemi seiring peluang dan prospek bisnis kuliner yang tetap cerah dan menggiurkan. Tahun 2022, penjualan online masih meningkat meski hanya sekitar 1 persen menjadi 19,12 persen (survei dilakukan April sampai September 2023).
Sebaliknya, tren penikmat kuliner yang langsung mengonsumsi di tempat menurun dari 67,37 persen (2018) menjadi 55,54 persen (2019) dan 54,34 persen (2022). Sementara cara penjualan dengan melayani delivery order (pesanan dibawa pulang) rata-rata di kisaran 26 persen.
Pelaku usaha penyedia makan minum pun terpantau mulai beralih dan fokus pada penjualan daring. Merujuk survei tersebut, Tahun 2022 tercatat sudah 86,86 persen pelaku usaha kuliner yang berjualan daring, meningkat dari 79,68 di tahun 2019 sebelum pandemi.
Terpotret pelaku bisnis kuliner di hampir semua provinsi telah fokus pada penjualan daring (di atas 60 persen). Hanya Provinsi Gorontalo, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur yang belum maksimal memanfaatkan cara penjualan daring ini.
Peningkatan bisnis kuliner yang melayani penjualan secara daring juga terpotret dari survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga riset global Measurable AI bertajuk ”Asia Online Delivery Report: Food + Grocery”.
Hasil survei ini melaporkan bahwa layanan pesan-antar makanan secara daring atau online food delivery (OFD) masih menjadi pilihan masyarakat Indonesia dalam membeli makanan atau minuman di saat aktivitas telah kembali normal seusai pandemi.
Hasil analisis tren pasar OFD selama empat tahun terakhir (2019-2022) terus menunjukkan pertumbuhan positif. Selain permintaan terhadap layanan OFD yang tumbuh sejak tahun 2019, nilai rata-rata per-transaksi atau average order value (AOV) juga meningkat.
Peningkatannya pun cukup tinggi, yaitu hampir 50 persen, dari kisaran Rp 40.000 pada tahun 2019 naik menjadi Rp 60.000 di tahun 2022. Volume pesanan juga menunjukkan pertumbuhan yang stabil selama dua tahun terakhir, dengan tingkat pertumbuhan YOY (year on year)sebesar 18,2 persen.
Peningkatan tren layanan OFD tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara Asia lainnya yang di survei, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Hong Kong, Taiwan, India, dan Jepang.
Indonesia bahkan telah menjadi pasar pesan-antar makanan online terbesar di Asia Tenggara, dengan populasinya yang besar dan adopsi ekonomi digital yang semakin meningkat. Hal ini menunjukkan telah terjadi perubahan nyata perilaku konsumen dalam berbelanja produk makan minum dan masih terbukanya peluang di bisnis ini.
Baca juga: Tren Bisnis Kuliner, Mengikuti Selera Populer
UMKM tumbuh
Populasi penduduk Indonesia yang besar (281,60 juta jiwa) dengan proporsi mayoritas diisi generasi Y (milenial) dan generasi Z (centennial) sebesar 53,81 persen yang mempunyai perilaku suka mencoba produk dan pengalaman baru semakin mendorong pertumbuhan penjualan secara online.
Tren layanan pesan-antar makanan secara daring di Indonesia, khususnya di kalangan Gen Z dan milenial, terpotret juga dari riset yang dilakukan oleh Populix, sebuah perusahaan penyedia layanan riset dan consumer insights dalam negeri.
Dalam risetnya yang bertajuk ”Memahami Trend Makanan dan Minuman pada Gen Z & Milenial” ditemukan bahwa sebanyak 57 persen Gen Z dan milenial lebih sering membeli makanan dari luar dibandingkan dengan memasak makanan sendiri atau makan apa yang tersedia di rumah. Dalam satu pekan, kedua generasi tersebut memesan makanan secara online bisa dua sampai tiga kali.
Terkait dengan preferensi terhadap makanan, Gen Z, khususnya, cenderung memiliki preferensi makanan yang lebih beragam dari berbagai budaya. Mereka memiliki minat yang tinggi untuk meng-eksplore kuliner untuk mengalami berbagai cita rasa dan mendapatkan kombinasi rasa yang unik.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Food Science menyebutkan, lebih dari 70 persen Generasi Z mengaku sering mencoba makanan baru yang tidak pernah mereka coba sebelumnya.
Generasi Z juga konsumen yang sadar akan kesehatan sehingga mereka cenderung memilih makanan yang sehat. Di sisi lain, pola konsumsi makanan sehat (healthy food)juga berkembang pascapandemi.
Perubahan pola konsumsi makan ini tentu menjadi peluang bagi pelaku industri kuliner, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Media sosial dan marketplace menjadi sarana yang efektif untuk memasarkan produk-produk healthy food.
Selain itu, frozen food juga menjadi produk UMKM yang digemari konsumen yang memilih makanan yang siap dimasak. Perubahan pola konsumsi makanan konsumen tersebut mendorong pelaku UMKM untuk masuk dalam ekosistem digital.
Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan tren jumlah UMKM yang masuk ekosistem digital terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Dari 7 juta tahun 2020 meningkat menjadi 16,4 juta (2021), kemudian 20,76 juta (2022), dan tahun 2023 ditargetkan menjadi 24 juta serta 30 juta tahun 2024.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM juga, kontribusi UMKM terhadap ekonomi Indonesia telah mencapai 61 persen dari pendapatan produk domestik bruto (PDB) negara. Tak dapat dimungkiri, faktor-faktor seperti digitalisasi, perubahan perilaku konsumen, inovasi produk, dan peran e-commerce telah menjadi pilar utama dalam mendukung pertumbuhan UMKM.
Hasil riset Measurable AI juga menunjukkan bahwa UMKM makanan di Indonesia telah mendominasi penjualan daring atau layanan pesan-antar makanan secara online. Terpotret sekitar 75 persen pesanan berasal dari pedagang kecil (pemilik restoran independen), sedangkan sisanya dari restoran waralaba lokal atau global. Hal ini merupakan temuan menarik karena restoran waralaba besar, khususnya restoran cepat saji, biasanya memberikan kontribusi pesanan dan nilai terbesar.
Terpotret pula makanan yang paling banyak dipesan oleh pengguna pesan-antar makanan sebagai hidangan terpopuler, tiga teratas, yaitu ayam, hidangan dengan nasi, dan mi. Tak mengherankan jika olahan ayam masuk kategori 100 makanan terbaik di dunia versi TasteAtlas. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Kuliner Viral Penambah Denyut Pasar