Serangan Ukraina yang Kembali Mengecoh Rusia
Serangan pasukan Ukraina ke wilayah Kursk mengejutkan Rusia dan dunia. Ukraina kembali berhasil mengecoh Rusia.
Serangan lintas batas negara yang dilakukan militer Ukraina sejak 6 Agustus 2024 merupakan serangan mengejutkan sekaligus memalukan bagi Rusia. Betapa tidak? kekuatan militer Ukraina yang mulai kesulitan menahan gerak maju pasukan Rusia di wilayah Donbas (selatan perbatasan Rusia-Ukraina) mampu memberi tamparan balasan bagi militer Rusia di wilayah Kursk (utara perbatasan).
Tak hanya mampu menerobos masuk ke teritorial Rusia hingga puluhan kilometer dan bertahan hingga hari ini, serangan ini juga membawa dampak moril besar. Hal ini terlihat dari reaksi Presiden Rusia Vladimir Putin yang segera mengadakan rapat mendadak bersama petinggi militer Rusia membahas serangan Ukraina.
Publik Rusia juga melihat untuk pertama kalinya melihat di media massa betapa susahnya warga Rusia mengungsi di tanah airnya sendiri karena invasi dari negara lain. Kantor berita Reuters, Kamis (15/8/2024), melaporkan, otoritas Rusia mengungsikan warga di Distrik Glushkov yang dihuni 20.000 penduduk karena pasukan Ukraina berhasil maju mendekati perbatasan wilayah itu.
Sebelumnya, Rusia sudah mengungsikan 120.000 penduduk dari Distrik Sudzha dan sekitarnya yang menjadi sasaran awal invasi Ukraina. Reuters menyitir keterangan Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina Jenderal Oleksandr Syrskyi melaporkan, per Jumat (16/8/2024), secara total sudah hampir 200.000 penduduk Rusia dievakuasi karena serangan Ukraina. Selain itu, daerah yang diokupasi kini sudah mencapai 1.150 kilometer persegi atau kira-kira dua kali luas Jakarta.
Dari laporan bloger militer, Denys Davydov, pada 16 Agustus 2024 terlihat pasukan Ukraina masih terus berupaya maju ke arah selatan menuju Belgorod dan ke arah barat laut. Dilaporkan bahwa iring-iringan pasukan Ukraina yang mengarah ke Belgorod mampu dihancurkan Rusia, sedangkan pasukan yang mengarah barat laut masih bergerak maju.
Dari pejabat Ukraina disebutkan, tujuan serangan ke wilayah Kursk adalah mendistraksi/mengganggu konsentrasi pasukan Rusia yang saat ini bergerak maju menghalau pasukan Ukraina di wilayah Donbas. Meski demikian, dinarasikan oleh pejabat Rusia menyebutkan bahwa serangan lintas batas Ukraina tersebut merupakan ”invasi teroris” yang menargetkan infrastruktur sipil dan penduduk sipil.
Ukraina menetralisir tudingan itu dengan menunjukkan sejumlah video di berbagai kanal media sosial yang menunjukkan rumah-rumah perdesaan yang masih utuh, kecuali sejumlah kendaraan tempur Rusia yang hancur terkena serangan. Tentara Ukraina juga menyajikan sejumlah video interaksi hangat dengan penduduk setempat yang tak mengungsi.
Serangan Ukraina yang tak menghancurkan desa-desa Rusia dilakukan selain dengan perhitungan intelijen yang matang juga karena lemahnya pertahanan Rusia di wilayah itu. Ukraina mengerahkan pasukan-pasukan khusus terbaiknya lengkap dengan kendaraan tempur buatan Barat, termasuk tank Challenger Inggris, tank Leopard Jerman, kendaraan tempur Stryker AS, hingga perlindungan artileri dan pertahanan udara.
Sementara itu, Rusia ternyata hanya melindungi perbatasan Kursk dengan ranjau-ranjau darat dan dijaga oleh pasukan sukarelawan serta sejumlah kendaraan tempur. Setelah ladang ranjau dibersihkan, kendaraan lapis baja menyusul masuk dan menghancurkan pertahanan tipis tentara wajib militer berusia muda dan penjaga perbatasan (Kompas.id, 14/8/2024).
Bukan yang pertama
Sesungguhnya langkah berani dan cerdik militer Ukraina ini bukan yang pertama kali. Selama 2,5 tahun peperangan Rusia-Ukraina, serangan kilat kerap dilakukan Ukraina dan berhasil memukul Rusia. Sebelumnya, beberapa serangan lintas batas dilakukan sejumlah kecil pasukan Ukraina yang mengacaukan konsentrasi perang Rusia.
Serangan lintas batas paling banyak dilakukan di kawasan Belgorod, provinsi Rusia yang berbatasan dengan Ukraina. Wilayah perbatasan Belgorod hanya berjarak 30 kilometer dari Ukraina. Serangan dilakukan pada Kamis (1/6/2023) dimana militer Ukraina masuk ke wilayah Rusia. Menurut klaim Rusia, serangan ”formasi teroris” tersebut dilakukan oleh sekitar 70 orang militan pro-Ukraina, dengan menggunakan lima tank, empat kendaraan lapis baja, dan sejumlah truk militer.
Baca juga: Javelin, ”Santo” Pelindung Bangsa Ukraina
Para militan penyerang menamakan diri Korps Sukarelawan Rusia (RVC), kelompok paramiliter sayap kanan etnis Rusia pro-Ukraina yang berasal dari Rusia dan bertempur di dalam teritorial Rusia. Dalam sejumlah video yang beredar, para militan menyatakan sudah muak dengan kediktatoran Vladimir Putin dan menyerukan perlawanan rakyat Rusia untuk menumbangkan rezim Putin.
Kelompok ini diyakini memperoleh bantuan persenjataan dan dukungan moril dari Ukraina. Bahkan, sejumlah anggota kelompok juga ditengarai merupakan militer Ukraina atau sukarelawan asing yang bekerja untuk kepentingan Ukraina.
Meski militer Rusia menyatakan sudah menumpas kelompok ini dalam serangan pertama akhir Mei 2023, faktanya RVC kembali menyerang dan semakin besar. Dalam serangan terakhir menggunakan puluhan roket Grad terhadap sebuah kawasan apartemen di kota Shebekino, aksi kelompok RVC sudah mampu memaksa pemerintah lokal untuk melakukan evakuasi penduduk kota (Kompas, 4/6/2023).
Memang, serangan-serangan lintas batas sebelumnya cenderung bersifat sporadik, berukuran pasukan kecil dan kurang memberi dampak militer maupun moril. Sejumlah serangan itu, termasuk serangan menggunakan drone bunuh diri, semakin intens dan belakangan makin efektif menyasar instalasi energi Rusia seperti kilang minyak.
Betapa pun, keberhasilan serangan lintas batas Kursk ini mengingatkan pada kesuksesan pasukan Ukraina mengalahkan Rusia di sejumlah front, seperti saat Ukraina mendesak keluar pasukan Rusia di Kharkiv dan pertempuran Kherson di palagan perang Ukraina sebelah selatan. Saat itu, pasukan Ukraina mampu mengepung dan menyudutkan ribuan pasukan Rusia hingga ke enklave berisiko yang memaksa Rusia menarik mundur pasukan.
Serangan kilat di Kharkiv dan jebakan Kherson
Merunut pertempuran sebelumnya, serangan kilat pasukan khusus Ukraina di Kharkiv pada September 2022 juga berhasil mengejutkan dunia dengan kemampuan mengusir Rusia dari wilayah itu. Strategi jitu dan determinasi prajurit Ukraina memberi hasil yang nyata dengan sejumlah wilayah berhasil direbut kembali.
Serangan cepat dan terorganisasi tak mampu ditangkal militer Rusia yang mengakibatkan banyak senjata dan pasukan yang jatuh ke tangan tentara Ukraina. Wilayah ibu kota Provinsi Kharkiv, kota terbesar kedua Ukraina yang sejak Maret 2022 dikepung pasukan Rusia, telah dibebaskan hingga ke wilayah perbatasan Rusia-Ukraina di timur dan 70 km ke selatan. Dua kota penting lainnya di Kharkiv adalah Kupiansk dan Izyum yang menjadi jalur penting suplai logistik perang Rusia juga direbut saat itu.
Baca juga: Serangan Balik Ukraina Mendapat Tambahan ”Vitamin” Baru
Ibu kota Kharkiv berjarak hanya sekitar 70 km dari ibu kota Belgorod, Rusia. Luas wilayah yang dibebaskan saat itu mencapai sepanjang sekitar 100 km di jarak terjauh dari utara ke selatan dan lebar 60 km di sejumlah titik barat ke timur. Sejumlah batalyon kavaleri berat dan pasukan infantri Rusia yang mundur ke wilayah selatan Ukraina (Provinsi Donetsk) yang masih dikuasai Rusia.
Kemampuan militer Ukraina mendesak mundur pasukan Rusia di Provinsi Kharkiv itu menjadi pelengkap keberhasilan Ukraina setelah sepanjang Agustus 2022 mampu ”mengunci” dan menjebak puluhan batalyon tempur pasukan Rusia di wilayah selatan Ukraina, yakni di Provinsi Kherson yang dibatasi Sungai Dnipro.
Keberhasilan militer Ukraina memutus jembatan besar Antonovsky yang menghubungkan wilayah Kherson dengan seberang Sungai Dnipro membuat pasukan yang berada di Provinsi Kherson terjebak antara Sungai Dnipro dan gerak maju pasukan Ukraina. Jembatan besar itu merupakan jalur suplai logistik perang yang penting dari wilayah pendudukan pasukan Rusia.
Baca juga: Serangan Lintas Batas Ukraina Mulai Berpengaruh Mendikte Rusia
Jembatan itu sebelumnya sudah dibom berkali-kali oleh roket Himars AS, tetapi hanya mampu melubangi beberapa tempat. Akhirnya, pada awal September 2023, bagian timur jembatan itu benar-benar dihancurkan untuk memutus total jembatan sehingga tak mungkin dipergunakan kembali. Upaya militer Rusia membuat jembatan darurat menggunakan ponton digagalkan oleh Ukraina dengan tembakan artileri.
Akibatnya, pasukan yang tertinggal di sisi wilayah Kherson tak mendapat pasokan amunisi dan penguatan pasukan. Diperkirakan ada 25.000 tentara Rusia terjebak antara Sungai Dnipro dan pasukan Ukraina. Mereka menghadapi situasi dilematis antara harus menyerah dan terpaksa berperang mati-matian melawan tentara Ukraina yang mengepungnya (Kompas.id, 20/9/2022).
Batas kemampuan Rusia
Bagaimanapun, serangan Ukraina ini mengungkap batas kemampuan Rusia dalam menjaga wilayah perbaasannya di tengah peperangan dengan Ukraina. Setelah berperang selama tiga tahun, kini Rusia harus menghadapi kenyataan bobolnya perbatasan strategis dengan negara yang dimusuhinya.
Memang, secara taktis wilayah-wilayah di Kursk yang diinvasi Ukraina itu tak memiliki nilai strategis secara militer dan bisa saja Rusia cenderung membiarkan dahulu pasukan Ukraina berpesta kemenangan di wilayah itu. Namun, yang pasti, lagi-lagi peristiwa itu akan menaikkan moral pasukan Ukraina dan sebaliknya bagi Rusia.
Padahal, sepanjang 2,5 tahun peperangan ini, Rusia sudah mengeluarkan nyaris seluruh alutsista konvensional terbaiknya, termasuk sesekali meluncurkan jet tercanggih Su-57, sistem pertahanan udara rudal S-400, pengebom nuklir Tu-160M, dan tank T-90M di pertempuran darat. Bahkan, Rusia sudah bersih-bersih gudang dengan menghidupkan lagi ribuan alutsista lawas, seperti tank seri T-55 era Perang Dunia II,yang dipaksa untuk kembali berempur di garis depan.
Secara keseluruhan, hanya bom nuklir saja yang kini belum dipakai Rusia di peperangan dengan Ukraina. Presiden Putin sebenarnya sudah beberapa kali mengancam Ukraina dan negara-negara Eropa akan memakai senjata nuklir jika Rusia benar-benar terancam, tetapi toh dia tak pernah benar-benar melaksanakannya.
Baca juga: Saat Serangan ”Drone” Ukraina Menggoyang Jantung Rusia
Dari berbagai jajak pendapat, publik Rusia pun nyaris tak ada yang setuju penggunaan senjata nuklir karena mereka sangat paham seperti apa dampaknya bagi Rusia sendiri.
Serangan Ukraina di Kursk lagi-lagi membuktikan, kemampuan sebuah negara kecil bertahan dari serangan negara besar dengan mengandalkan kecerdikan, keuletan, dan militansi tempur selain dari berbagai bantuan persenjataan dan uluran bantuan pendanaan dari negara-negara sekutunya. Ukraina kembali mengecoh Rusia. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Kinzhal, Rudal Hipersonik Rusia yang Bisa Dicegat Ukraina