Survei ”Kompas” Pilgub Jatim 2024: Siapa yang Menjadi Penantang Khofifah-Emil?
Khofifah merupakan calon gubernur favorit di Pilgub Jatim, diikuti nama Tri Rismaharini di posisi kedua.
Apa yang dapat Anda pelajari dari artikel ini?
1.Siapa saja tokoh yang difavoritkan menjadi calon gubernur di Pilkada Jatim mendatang?
2.Bagaimana warga menilai kinerja pemerintahan provinsi, termasuk kinerja Khofifah selama memimpin Jatim?
3.Bagaimana karakter pemilih yang ditinjau dari aspek budaya dan wilayah di Jatim mempertimbangkan pilihan politiknya di pilkada?
Siapa saja tokoh yang difavoritkan menjadi calon gubernur di Pilkada Jatim mendatang?
Khofifah Indar Parawansa menjadi tokoh yang paling difavoritkan menjadi calon gubernur di Pilkada Jatim pada November 2024. Hasil survei Litbang Kompas Juni 2024 merekam, elektabilitas Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama ini mencapai 26,8 persen dengan simulasi pertanyaan terbuka atau top of mind.
Jika formulasi pertanyaan ditutup atau mengabaikan jawaban responden yang menjawab tidak tahu atau tidak jawab, tingkat keterpilihan Khofifah yang pernah memimpin Jatim sepanjang 2018-2023 ini sudah menguasai separuh lebih dari responden yang menyebutkan pilihannya.
Setelah Khofifah, di urutan kedua ditempati nama politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Tri Rismaharini atau Risma, dengan elektabilitas mencapai 13,6 persen. Saat ini Risma menjabat Menteri Sosial dan pernah menduduki kursi Wali Kota Surabaya selama dua periode. Risma juga masuk dalam bursa bakal calon gubernur yang diusulkan dari internal PDI-P.
Selanjutnya, setelah Khofifah dan Risma, nama-nama yang muncul lebih banyak mendapatkan tingkat keterpilihan jauh di bawah 5 persen.
Nama-nama itu adalah mantan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak (3,8 persen); mantan Wakil Gubernur Jatim dua periode, Saifullah Yusuf (1,8 persen), Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi (0,8 persen), dan mantan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jatim Marzuki Mustamar dengan 0,4 persen.
Dengan kepastian pasangan Khofifah-Emil yang sudah diusulkan dan mendapat rekomendasi dari tujuh partai politik peraih kursi DPRD Jatim, yakni Partai Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, PKS, PSI, dan PPP, termasuk dari parpol nonparlemen, Perindo, pasangan ini di atas kertas sudah memenuhi syarat pencalonan sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur. Khofifah-Emil tinggal menunggu siapa pasangan calon yang menjadi penantangnya.
Baca juga: Survei Pilkada 2024: Khofifah-Emil Tunggu Penantang (21)
Bagaimana warga menilai kinerja pemerintahan provinsi, termasuk kinerja Khofifah selama memimpin Jatim?
Kinerja pemerintahan provinsi relatif dipandang sudah baik. Rata-rata publik puas dengan apa yang sudah dilakukan pemerintahan daerah di wilayah provinsi ini. Meskipun demikian, ada sejumlah bidang yang perlu mendapat perhatian serius untuk ditingkatkan di masa pemerintahan lima tahun ke depan.
Sejumlah bidang itu tak lepas dari isu-isu kesejahteraan yang dirasakan masyarakat. Setidaknya ada dua aspek yang cukup mewakilinya, yakni terkait kemiskinan dan pengangguran.
Hasil survei merekam, penilaian terhadap kinerja pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja masih mendapatkan penilaian buruk lebih besar dibandingkan dengan agenda lainnya. Persepsi masyarakat terhadap kedua isu ini juga terkonfirmasi jika dilihat dari data yang ada.
Hal ini juga terkonfirmasi dari data sekunder di Jatim. Merujuk data Badan Pusat Statistik disebutkan bahwa persentase penduduk miskin di Jatim berada di atas 10 persen. Angka ini melebihi persentase nasional yang sebesar 9,3 persen.
Angka kemiskinan ini terkonsentrasi di kabupaten/kota di Pulau Madura. Kemiskinan akan menjadi pekerjaan rumah yang menanti solusi dari para kandidat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jatim yang akan berkontestasi di pilkada November 2024.
Baca juga: Isu Kesejahteraan ”PR” Utama Pemimpin Jatim (23)
Bagaimana karakter pemilih yang ditinjau dari aspek budaya dan wilayah di Jatim mempertimbangkan pilihan politiknya di pilkada?
Secara kultural, wilayah Jawa Timur dibagi ke dalam empat wilayah, yakni Arek, Mataraman, Tapal Kuda, dan Madura. Pembagian geokultural keempat bagian ini untuk mempermudah pemetaan karakteristik pemilih Jatim.
Sejarah merekam, empat wilayah budaya ini tidak bisa lepas dari pengaruh kerajaan dan kultural-agama yang melalui proses panjang dan terus berlangsung sekarang.
Sebut saja, dalam tradisi Mataraman, pergulatan politik cenderung statis karena pengaruh Mataram dan sufisme lebih menonjol dibandingkan dengan kawasan lain di Jatim. Statisnya kehidupan politik ini bisa dikatakan sebagai loyalitas, terutama pada sosok pemimpin di daerah tersebut.
Sebut juga di wilayah Tapal Kuda dan Madura. Di wilayah ini, pemilih cenderung tidka bisa melepaskan diri dari sentimen latar belakang agama dalam menentukan pilihan politiknya.
Di Madura, budaya ”Bhapa’ Bhabu’ Guru’ Rato” masih mengakar kuat dalam menentukan pilihan, termasuk pilihan politik. Istilah tersebut memiliki arti pertama bapak, kedua ibu, ketiga kiai, keempat ratu atau kepala daerah setempat dalam urutan untuk dimintai pendapat.
Namun, aspek kultural ini tengah mengalami tantangan ketika porsi pemilih sudah beranjak lebih banyak didominasi oleh pemilih mula dan muda.
Kondisi ini tentu menjadi ancaman disrupsi terhadap pandangan geokultural yang selama ini digunakan untuk memetakan wajah pemilih Jatim. Pemilih muda relatif otonom dan mandiri secara politik sehingga sedikit banyak akan melemahkan sisi-sisi pertimbangan kultural. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Survei Pilkada 2024: Menguji Geokultural Pemilih Jatim (25)