Timpangnya Bauran Energi Baru dan Energi Terbarukan di Wilayah Timur Indonesia
Kawasan timur Indonesia menjadi salah satu daerah yang minim implementasi bauran EBET hingga saat ini.
Rencana pemerintah untuk mencapai bauran energi baru dan energi terbarukan atau EBET sebesar 23 persen pada tahun depan tampaknya akan sulit terealisasi. Hingga akhir tahun 2023, bauran EBET masih berkisar 13 persen. Belum semua daerah optimal dalam berupaya mencapai bauran EBET yang direncanakan. Kawasan timur Indonesia menjadi salah satu daerah yang minim implementasinya hingga saat ini.
Berdasarkan data Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran EBET nasional pada tahun 2022 mencapai 12,30 persen. Selanjutnya, pada awal tahun ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan realisasi bauran energi primer yang berasal dari EBET, pada akhir tahun 2023, mencapai 13,1 persen.
Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan besaran bauran EBET meskipun angkanya relatif tidak signifikan. Jika ditarik lebih jauh lagi sejak tahun 2015 hingga 2023, rata-rata peningkatan besaran bauran EBET nasional sekitar 1 persen setahun. Jadi, jika mengacu pada tren ini, target bauran EBET sebesar 23 persen pada tahun 2025 tampaknya mustahil akan terwujud. Masih perlu beberapa tahun lagi untuk merealisasikannya secara progresif.
Untuk mencapai target tersebut diperlukan kolaborasi banyak pihak, baik pemerintah maupun swasta, dan juga peran daerah untuk optimalisasinya. Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan terbagi ke dalam 38 wilayah provinsi memiliki karakter penggunaan energi yang beragam. Selain itu, potensi alamnya yang beraneka rupa menyebabkan potensi EBET yang tersimpan di setiap provinsi juga bermacam-macam.
Segala kemajemukan itu kian kompleks tantangannya dengan adanya kepentingan politik daerah masing-masing yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan pengembangan EBET di tiap-tiap daerah menemukan berbagai kendala yang relatif tak mudah untuk diatasi.
Apalagi, pengembangan EBET itu membutuhkan modal yang relatif besar dan dukungan kualitas sumber daya manusia yang cukup tinggi keterampilannya. Jika pemerintah daerah, mulai dari level provinsi hingga kabupaten/kota, tidak turut serta mendukung kebijakan bauran EBET itu, niscaya rencana besar negeri ini terkait bauran energi akan sulit terwujud.
Baca juga: Optimalisasi EBT Menjadi Prioritas Indonesia Menuju Karbon Netral 2060
Oleh karena itu, menjelang akhir tahun lalu, pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Perpres ini sebagai penyempurnaan atas Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional.
Perpres tersebut bertujuan untuk mendukung tercapainya bauran energi primer sesuai dengan target kebijakan energi nasional dan meningkatkan penyediaan energi baru sesuai potensi daerah. Melalui regulasi ini, pemerintah pusat memberikan dukungan pendanaan dan pemerintah provinsi turut mengarahkan dan menyeragamkan penyusunan RUEN secara nasional dan RUED pada setiap provinsi.
Dalam implementasinya, pelaksanaan RUEN dan RUED itu akan terus dievaluasi. Evaluasi pelaksanaan RUEN dilakukan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) dan dilaporkan kepada Menteri ESDM selaku Ketua Harian DEN. Untuk evaluasi pelaksanaan RUED dilakukan oleh pemda provinsi dan dilaporkan kepada DEN dan Kementerian ESDM.
Selanjutnya, DEN dan Kementerian akan melakukan pembinaan penyusunan rancangan perubahan RUED yang dilakukan oleh organisasi perangkat daerah provinsi. Evaluasi RUEN dan RUED ini dilaksanakan setiap satu tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Perpres No 73/2023 itu juga merinci jangka waktu, sinkronisasi dan integrasi, serta kondisi dan perubahan lingkungan strategis yang perlu diperhatikan dalam proses penyusunan RUEN dan RUED.
Lingkungan strategis ini meliputi pertumbuhan ekonomi nasional, pertumbuhan penduduk nasional, kemampuan keuangan negara, perkembangan teknologi, serta perubahan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam regulasi ini, RUEN dan RUED disusun untuk jangka waktu sepuluh tahun dalam mencapai sasaran dan target kebijakan energi nasional (KEN) secara bertahap.
Ketimpangan bauran EBET
Berdasarkan laporan DEN 2022, terlihat capaian bauran energi di daerah provinsi sangatlah beragam. Khusus target bauran EBET, ada daerah yang sudah melewati target bauran EBET yang telah ditetapkan, ada yang belum tercapai, ada yang masih sangat minim, dan juga ada daerah yang masih belum terdata.
Daerah yang sudah melampaui target bauran EBET setidaknya ada lima provinsi. Terdiri dari Provinsi Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Jawa Barat, dan Kalimantan Tengah. Sisanya belum melampaui target EBET yang ditetapkan pemerintah pusat.
Bahkan, ada daerah yang capaian bauran EBET-nya masih sangat minim, yakni kurang dari 1 persen. Daerah tersebut adalah Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Dilihat dari targetnya, kedua provinsi ini memiliki potensi bauran EBET yang relatif besar, dengan target baurannya berkisar 17 persen hingga 27 persen.
Relatif besarnya penetapan target itu mengindikasikan bahwa potensi sumber daya alam untuk meningkatkan bauran EBET tersedia cukup berlimpah. Namun, karena keterbatasan dalam sejumlah hal, potensi tersebut belum dapat dioptimalkan dalam pemanfaatannya.
Sejatinya, gap yang besar antara realisasi yang minim dan potensi EBET yang besar tidak hanya terjadi di wilayah Maluku, tetapi juga terjadi di daerah lain, seperti Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Bengkulu, dan Aceh. Perbedaan realisasi dan capaian kelima provinsi itu berkisar 14-45 persen.
Baca juga: Sampai Mana Bauran EBT Indonesia?
Hal tersebut mengindikasikan bahwa daerah Indonesia bagian tengah dan timur cenderung relatif timpang dalam realisasi bauran EBET yang menjadi target wilayahnya. Bahkan, untuk kawasan Papua, secara umum tidak tersedia pendataan sama sekali dari DEN.
Hal ini mengindikasikan adanya proses pendataan yang relatif tidak mudah di wilayah tersebut. Hal ini relatif akan menyulitkan bagi pemerintah pusat dan juga daerah dalam upaya untuk mengakselerasi bauran energi, khususnya EBET, di Pulau Papua.
Menurut laporan DEN, ada sejumlah kendala dalam pelaksanaan RUED, termasuk dalam upaya meningkatkan penyediaan energi baru danenergi terbarukan sesuai potensi daerah.
Tantangan itu antara lain keterbatasan nilai APBD dalam mengimplementasikan RUED, termasuk memberikan insentif untuk pengembangan EBET; masih tingginya nilai investasi pengembangan EBET untuk beberapa jenis teknologi EBET; ketergantungan terhadap energi fosil ke depan masih cukup tinggi; belum terciptanya rantai pasok supply-demand energi yang baik di daerah; serta keterbatasan infrastruktur energi yang belum merata secara kualitas dan kuantitas, termasuk infrastruktur pendukung, seperti jalan dan jembatan.
Selain itu, juga terkendala oleh keterbatasan pelaksanaan inventarisasi data potensi (terutama EBET); belum selarasnya proyek-proyek kelistrikan dalam RUED dengan RUPTL PLN; keterbatasan jumlah dan kapasitas sumber daya manusia yang menunjang pengembangan EBET; serta keterbatasan sinergi antara para pemangku kepentingan, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian, badan usaha, pemerintah, dan masyarakat.
Rekomendasi
Ada sejumlah rekomendasi dari DEN untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, antara lain perlu adanya dukungan pendanaan berupa transfer dana atau program kegiatan pengembangan EBET dari pemerintah pusat ke daerah-daerah; peningkatan peran aktif BUMD, koperasi, dan swadaya masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan EBET; dan meningkatkan kualitas SDM di daerah dengan memberikan pelatihan di bidang EBET untuk mendukung peningkatan kapasitas tenaga kerja lokal yang berkualitas dan berkompeten.
Pemerintah daerah dapat mendukungnya dengan melakukan penyiapan survei sampai studi kelayakan yang lebih detail untuk proyek EBET agar dapat menarik investasi, baik pihak swasta maupun BUMN. Selain itu, pemda juga harus mengembangkan sistem yang terpadu dan koordinasi yang baik di antara SKPD untuk mendukung ketersediaan data dan informasi investasi energi di daerahnya.
Baca juga: Peningkatan Peran Panas Bumi dalam Pencapaian Emisi Nol Bersih
Koordinasi para pemangku kepentingan, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian, badan usaha, pemerintah, dan masyarakat, juga harus ditingkatkan dengan tujuan memetakan potensi energi di daerah dan untuk penyelesaian proyek-proyek energi, termasuk mengevaluasi RUED.
Dengan optimalnya implementasi bauran EBET di daerah, niscaya target bauran EBET secara nasional juga akan terakselerasi secara signifikan. Rencana besar pemerintah Indonesia untuk menyukseskan visi global mereduksi emisi karbon dunia perlu dukungan yang maksimal dari segenap daerah di Nusantara.
Beragamnya potensi EBET nasional yang masih minim implementasinya hingga saat ini harus menjadi pemicu bagi pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan koordinasi dan sinerginya lebih baik lagi. (LITBANG KOMPAS)