Kurangnya kreativitas lini tengah Belanda dan Inggris memungkinkan keduanya bermain pragmatis hingga 90 menit.
Oleh
YOHANES MEGA HENDARTO
·5 menit baca
AFP/MIGUEL MEDINA,KENZO TRIBOUILLARD
Bek Belanda, Virgil van Dijk, dan penyerang Inggris, Harry Kane, dalam foto yang digabung pada Minggu (7/7/2024). Belanda akan menghadapi Inggris dalam pertandingan semifinal Piala Eropa 2024 di Dortmund, Jerman, Kamis (11/7/2024) dini hari WIB.
Laga semifinal kedua di Piala Eropa antara Belanda dan Inggris diperkirakan berlangsung monoton. Inggris tampil kurang meyakinkan selama babak penyisihan grup hingga babak perempat final, meskipun memiliki barisan pemain yang mumpuni. Sementara Belanda, konsistensi performa masih jadi sorotan utama.
Prediksi yang dilakukan Opta Analyst sebenarnya sedikit memberikan keunggulan bagi Inggris dalam simulasi 90 menit pertandingan. Melalui superkomputer Opta per 8 Juli 2024, Inggris memiliki peluang sebesar 37,8 persen kemenangan dibandingkan dengan Belanda yang memiliki peluang kemenangan 31,6 persen.
Prediksi ini didapat berdasarkan simulasi pertandingan yang telah dijalani, termasuk rekam jejak laga kedua kesebelasan, ditambah performa tim dan performa para pemain.
Namun, dalam laga ini, superkomputer Opta memberikan peluang hingga 30,6 persen untuk hasil imbang bagi keduanya hingga ke babak adu penalti.
Sejauh ini dalam simulasi superkomputer Opta di Piala Eropa 2024, jika simulasi laga kurang lebih di angka 30 persen ke atas untuk imbang hingga adu penalti, maka hasil di lapangan juga demikian. Paling dekat ialah laga Inggris melawan Swiss yang hasil imbangnya berada di angka 29,6 persen.
Di satu sisi, hitung-hitungan berbasiskan data dan simulasi pertandingan memang sedang tren dan menjadi salah satu alat untuk memperkirakan hasil laga.
Tren ini pun juga didorong oleh perkembangan sepak bola modern yang mengandalkan gaya permainan sistematis dan analisis data pemain. Di sisi lain, muncul pandangan bahwa sepak bola modern telah membuat pertandingan menjenuhkan, membosankan, atau tidak lagi dapat dinikmati oleh penonton netral.
Laga antara Belanda dan Inggris dini hari nanti pun berpotensi besar akan menyajikan jalannya laga yang monoton. Semifinal Piala Eropa 2024 nanti akan menjadi pertemuan keempat mereka di turnamen besar.
Hasil pertemuan keduanya sejauh ini terbilang imbang, Belanda menang 3-1 di Piala Eropa 1988, lalu keduanya imbang 0-0 di Piala Dunia 1990, dan terakhir Inggris menang 4-1 di Piala Eropa 1996.
Jalannya tim asuhan Gareth Southgate hingga ke laga semifinal ini pun dapat dikatakan tersendat-sendat. ”Tiga Singa” membutuhkan babak perpanjangan waktu melawan Slovakia di penyisihan 16 besar dan adu penalti melawan Swiss di babak perempat final. Namun, Inggris di bawah komando Southgate tercatat tiga kali masuk semifinal di Piala Dunia 2018, Piala Eropa 2020, dan Piala Eropa 2024.
Belanda lebih terlihat mengalami perbaikan performa sejauh ini. Tim asuhan Ronald Koeman tidak meyakinkan di babak penyisihan grup, tapi terbilang baik dalam dua laga di babak sistem gugur. ”Tim Oranje” akan bermain total karena laga di Dortmund nanti menjadi kesempatan Belanda bermain di semifinal sejak Piala Eropa 2004.
Dengan melihat rekam jejak kedua tim selama Piala Eropa, dapat diperkirakan susunan pemain dan taktik yang diterapkan kedua pelatih dalam laga ini. Ronald Koeman akan kembali menerapkan formula strategi 4-2-3-1 dengan variasi 3-2-4-1 atau 3-2-3-2 terutama saat posisi tertinggal gol seperti melawan Turki.
Memphis Depay akan kembali diberikan ruang gerak yang leluasa di lini depan dan memainkan perannya sebagai false nine yang sering turun ke lini kedua atau bergerak melebar ke sayap.
Opsi serangan yang dimiliki Koeman dapat diperkaya dengan masuknya Weghorst untuk menemani Depay sebagai penyerang murni. Dalam pertandingan melawan Turki, Weghorst signifikan mengubah alur serangan yang membuat para pemain Belanda memanfaatkan sisi sayap dan umpan silang untuk mengurai pertahanan lawan.
Sementara itu, Gareth Southgate kemungkinan besar akan menggunakan strategi 3-4-2-1 dengan variasi 4-2-3-1, tidak jauh berbeda dengan Belanda.
Strategi dan skema permainan Inggris sebenarnya tidak banyak berubah sejak berlaga di Piala Eropa 2020 dan Piala Dunia 2024. Faktor inilah yang sekaligus menjadi celah bagi lawan karena skema bertahan dan menyerang Inggris minim improvisasi hingga sekarang.
Pola serangan Inggris sering kali dimulai dari proses sentuhan kaki para pemain belakang yang dilanjutkan progresi bola ke sisi sayap dan diakhiri umpan silang.
Model kick and rush yang ampuh di Piala Eropa 2020 bisa dengan mudah diantisipasi lawan dengan menerapkan skema pertahanan penjagaan area (area blocking). Untuk pertahanan di saat unggul, Inggris menggunakan strategi 5-3-2 dengan skema serangan balik yang masih kurang apik sejauh ini.
AFP/RONNY HARTMANN
Pemain Belanda mengikuti sesi latihan di markas tim di Wolfsburg, Jerman, Selasa (9/7/2024).
Baik Belanda maupun Inggris sebenarnya juga meninggalkan celah besar di lini tengah permainan. Absennya Frenkie de Jong dan Teun Koopmeiners di sisi Belanda membuat De Oranje kurang kreatif dalam mengalirkan bola ke depan selama kompetisi ini.
Di sisi Inggris, Declan Rice yang diharapkan mampu menjadi pengatur ritme justru sering kali gagal memanfaatkan momen serangan cepat.
Celah pada lini tengah inilah yang kemudian akan menarik penyerang dari kedua tim untuk bermain di area lini kedua. Artinya, Belanda dan Inggris akan bersaing ketat di lini sayap dan terjadi banyak duel di lini kedua kubu masing-masing. Opsi umpan silang akan banyak dimanfaatkan kedua tim dan duel area ataupun udara menjadi faktor penting terciptanya peluang gol.
Dengan melihat performa kedua tim setelah babak penyisihan grup, Belanda diyakini akan lebih tampil ofensif dan Inggris akan bermain adaptif. Skema permainan adaptif Inggris atau yang disebut juga sebagai sepak bola reaktif (reactive football) telah teruji ketika berhadapan dengan tim-tim besar selama Piala Dunia 2022.
Sepak bola reaktif Inggris akan menjadikan pertahanan sebagai titik awal mengontrol ruang sambil berupaya merebut bola, dengan maksim ”bertahan sedalam-dalamnya, menyerang secepat-cepatnya”.
Jalannya laga akan jatuh pada dua opsi, antara intensitas tinggi bergantian menyerang atau sama-sama bermain pragmatis. Pilihan terakhir atau keduanya bermain pragmatis tampaknya lebih masuk akal akan terjadi selama 90 menit dengan melihat taktik kedua tim yang cenderung monoton selama ini.
Di babak perpanjangan waktu, Inggris sedikit diunggulkan untuk menang karena memiliki lapisan pemain pengganti yang mumpuni dan pengalaman berlaga sampai eksekusi adu penalti.
Belanda memiliki peluang besar untuk mengontrol jalannya pertandingan mengingat penguasaan bola dan duel area yang dicatat selama kompetisi ini.
Sebaliknya, Inggris punya peluang untuk mengeksploitasi ruang lawan dengan kecepatan yang dimiliki para pemain sayapnya. Sayangnya, kedua tim sering kali buntu ketika lawan menerapkan pertahanan rendah di area kotak penalti.
AFP/GLYN KIRK,KIRILL KUDRYAVTSEV
Pelatih Inggris Gareth Southgate (kiri) dan Pelatih Belanda Ronald Koeman dalam foto yang digabung pada Minggu (7/7/2024).
Keberanian para pemain di kubu Belanda dan Inggris untuk melepaskan tendangan ke gawang dari luar kotak penalti akan menjadi faktor pembeda untuk menciptakan gol. Di Piala Eropa kali ini tendangan jarak jauh menjadi yang paling besar konversi golnya dibandingkan dengan kompetisi internasional edisi sebelumnya.
Analis data Markstat mencatat, konversi gol dari tendangan jarak jauh di Piala Eropa 2024 mencapai 0,09 persen, sementara Piala Eropa dan Piala Dunia sebelumnya hanya mencatat 0,02-0,05 persen.
Jalannya laga kemungkinan kurang menjanjikan duel sengit seperti pertandingan Spanyol melawan Jerman di babak sebelumnya. Jika penonton netral menyaksikan laga yang digelar dini hari nanti, kemungkinan besar akan bosan dan mengantuk.
Namun, bagi salah satu pendukung tim, pertandingan Belanda versus Inggris akan menarik karena menentukan nasib tim unggulan melaju ke final atau kandas di laga ini. (LITBANG KOMPAS)