Emisi gas rumah kaca yang relatif sangat besar menjadi tantangan Jakarta menuju kota global.
Oleh
DEBORA LAKSMI INDRASWARI
·4 menit baca
Setiap daerah harus melakukan upaya mitigasi guna mencegah dampak buruk krisis iklim yang melanda secara global. Jakarta sebagai wilayah yang lekat dengan aktivitas perekonomian dan memiliki tingkat mobilitas penduduk yang tinggi berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat besar. Hal ini menjadi tantangan bagi Jakarta untuk menjadi kota global yang hijau dan ramah lingkungan.
Kewajiban untuk menekan dampak perubahan iklim sesuai agenda dunia itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Aturan tersebut mengatur bahwa setiap provinsi wajib menyusun Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) yang mengikuti arahan RAN-GRK. Secara umum, RAD-GRK itu merupakan rincian strategi pemerintah daerah untuk menurunkan tingkat emisi guna mengurangi dampak perubahan iklim.
Sama seperti provinsi lainnya, Jakarta juga telah menyusun RAD-GRK sebagai cara untuk meminimalisasi dampak perubahan iklim di wilayahnya. Dalam aturan terbaru, yaitu Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2021, pemerintah daerah menetapkan target pengurangan emisi GRK sebesar 30 persen serta target ambisius sebesar 50 persen pada 2030. Jika sesuai rencana, total emisi yang berusaha dikurangi mencapai 32,5 juta ton CO2e (karbon dioksida ekuivalen). Target pengurangan emisi GRK tersebut dirinci dalam sejumlah sektor, yaitu limbah, energi, transportasi, serta forestry and other land uses (FOLU).
Sektor energi menjadi perhatian utama dalam pengurangan emisi GRK. Pada sektor ini, Jakarta menargetkan pengurangan emisi GRK sebanyak 28,5 juta ton CO2e. Salah satu upaya yang dilakukan adalah transisi penggunaan bahan bakar minyak ke gas pada pembangkit listrik di Tanjung Priok dan Muara Karang. Selain itu, pemerintah daerah juga berupaya mendorong penggunaan biofuel pada sektor komersial, transportasi, dan industri.
Fokus strategi pengurangan emisi GRK lainnya juga dilakukan pada sektor transportasi. Proporsi pengurangan emisi karbon pada sektor transportasi mencapai 7,2 persen atau sebanyak 2,3 juta ton CO2e dari total target reduksi emisi GRK. Pengurangan emisi karbon dilakukan pada transportasi publik seperti MRT, LRT, KRL dan BRT serta mulai mendorong elektrifikasi transportasi.
Menekan laju peningkatan emisi GRK di Jakarta cukup sulit dilakukan. Hal ini terlihat dari total emisi karbon dalam satu dekade terakhir yang cenderung stagnan. Selama periode 2013-2022, total emisi GRK yang dihasilkan di Jakarta rata-rata mencapai 57,2 juta ton CO2e per tahun dengan rentang terendah 52 juta ton CO2e dan tertinggi 61 juta ton CO2e. Pada tahun 2022, emisi yang dihasilkan cukup tinggi, yakni mencapai 60 juta ton CO2e.
Total emisi GRK tahun 2022 itu berasal dari emisi langsung sebesar 29,3 juta ton CO2e dan emisi tidak langsung sebesar 31,2 juta ton CO2e. Emisi langsung berasal dari sektor energi, FOLU, dan limbah. Penyumbang terbesar emisi langsung adalah dari sektor transportasi sebesar 15,5 juta ton CO2e. Selanjutnya, disusul emisi karbon dari pembangkit listrik sebesar 7,2 juta ton CO2e dan industri manufaktur sebesar 2,4 juta ton CO2e. Sementara itu, emisi GRK tidak langsung berasal dari penggunaan listrik.
Dari data-data itu, tampak sektor transportasi dan energi menjadi penyumbang emisi karbon terbesar di Jakarta. Wajar jika pada program daerah untuk menekan emisi GRK, Pemerintah Provinsi Jakarta fokus pada dua hal tersebut. Masifnya emisi pada kedua sektor ini berhubungan erat dengan tingginya mobilitas penduduk Jakarta dan daerah sekitarnya yang rutin beraktivitas di kawasan Jakarta. Akibatnya, penggunaan moda transportasi yang menggunakan energi fosil juga bertambah sehingga meningkatkan emisi karbon di wilayah metropolitan.
Khusus sektor energi, intensitas konsumsi energi per kapita di Jakarta cenderung meningkat selama satu dekade terakhir. Pada 2010, konsumsi energi tercatat 4,09 BOE (barrel oil equivalent) per kapita. Pada 2022, konsumsi energi meningkat menjadi 6,33 BOE per kapita.
Peningkatan konsumsi energi itu seiring dengan kian bertambahnya jumlah kendaraan yang beroperasi di wilayah Jakarta, terutama kendaraan pribadi. Pada kurun 2017-2022, rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor mencapai 4,4 persen per tahun.
Indikasi lainnya yang mendorong peningkatan emisi GRK di sektor transportasi juga terlihat dari mobilitas komuter yang bekerja atau beraktivitas di Jakarta. Berdasarkan data Statistik Komuter Jabodetabek 2023, jumlah komuter dari daerah di sekitar Jakarta per hari mencapai 1,5 juta orang. Mayoritas komuter ini masih menggunakan kendaraan pribadi ketika bepergian menuju Jakarta sehingga kian menambah emisi karbon di wilayah Jakarta.
Tantangan agenda kota global hijau
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengurangi emisi GRK di Jakarta. Meskipun belum optimal capaiannya, tetapi relatif berhasil menahan peningkatan emisi karbon. Pada 2022, pemerintah berhasil mengurangi emisi GRK sebesar 25 persen dari prakiraan berdasarkan baseline tahun 2010. Prakiraan itu dihitung berdasarkan tingkat emisi GRK pada 2010 dengan asumsi tidak menggunakan aksi mitigasi dan kebijakan penurunan emisi GRK.
Namun, hal tersebut belum cukup untuk mencapai target pengurangan emisi GRK sebesar 30 persen pada tahun 2030 nanti. Melihat data-data tersebut, upaya untuk mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum perlu lebih ditingkatkan.
Selain itu, juga perlu ditambah dengan penyediaan transportasi umum yang lebih menjangkau berbagai sudut daerah serta penggunaan energi ramah lingkungan. Pada sektor energi, penerapan efisiensi energi di sektor industri, rumah tangga, perkantoran atau bangunan seperti yang tertulis dalam rencana daerah perlu lebih cepat diimplementasikan.
Beriringan dengan agenda kota global hijau yang diusung Jakarta saat ini, strategi menghadapi perubahan iklim dengan menekan emisi GRK daerah dapat menjadi salah satu program unggulan yang bersaing dengan kota lain di dunia. Jika berhasil dilakukan, Jakarta sangat mungkin dikenal sebagai salah satu kota global hijau yang berkontribusi pada agenda dunia dalam memerangi krisis iklim. (LITBANG KOMPAS)