Apa Kabar Ekonomi Jakarta Tanpa Status Ibu Kota?
Daya pikat ekonomi menjadi salah satu bekal penting untuk mendorong Jakarta menuju kota global standar dunia.
Setelah status ibu kota lepas dari Jakarta, beberapa aktivitas ekonomi, terutama yang berkaitan dengan pemerintahan pusat, akan bergeser dari Jakarta. Namun, Jakarta tetaplah kota penting bagi Indonesia. Daya pikat ekonominya masih sangat kuat untuk menjadi bekal bagi Jakarta mewujudkan dirinya sebagai pusat kemajuan nasional dan juga kota global.
Jelang lima abad usianya, Jakarta harus melepas statusnya sebagai ibu kota negara. Ketentuan ini selaras dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terkait pemindahan ibu kota negara ke Ibu Kota Nusantara (IKN) yang akan berlokasi di Kalimantan Timur. Hal itu diperkuat lagi dengan UU No 2 tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dan bukan lagi daerah khusus ibu kota (DKI).
Kendati IKN masih dalam tahap pembangunan, pemerintah optimistis pemindahan ibu kota tersebut akan terwujud. Berdasarkan skenario yang disusun, aktivitas pemerintahan pusat akan lebih banyak terselenggara di IKN. Setidaknya puluhan ribu penduduk, terutama insan pemerintahan, juga akan diboyong ke IKN.
Lantas, muncul banyak pertanyaan terkait nasib Jakarta saat tidak lagi memiliki keistimewaan sebagai ibu kota. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Jakarta berpotensi turun sekitar 1 persen saat tak lagi menjadi ibu kota negara.
Tak dapat dimungkiri, selama menyandang status sebagai ibu kota negara, hampir semua aktivitas pemerintahan pusat memang terselenggara di Jakarta. Ragam kegiatan seperti seminar, konferensi, dan jenis pertemuan lain mendorong permintaan jasa akomodasi di Jakarta cukup tinggi. Tahun 2022, rata-rata tingkat hunian berbintang di Jakarta sekitar 60 persen. Aktivitas kembali menggeliat setelah dihantam badai pandemi yang memuncak di dua tahun sebelumnya.
Baca juga: Kuatnya Dukungan Finansial Jakarta Menjadi Kota Berskala Global
Dengan berpindahnya ibu kota, berbagai belanja pemerintahan tersebut berpotensi menyusut. Meski demikian, dapat dikatakan bahwa dampaknya tak akan terlalu besar. Pasalnya, sektor jasa, terutama yang berkaitan dengan pemerintahan, itu hanya sebagian kecil dari total ekonomi yang bergerak di Jakarta. Kontribusinya sekitar 4 persen saja.
Kontribusi sektor penyedia akomodasi dan makan minum juga hanya 4,5 persen. Tren proporsi keduanya dalam postur PDRB Jakarta pun terus menyusut sejak tahun 2010. Dengan kata lain, terdapat sektor lain dengan kontribusi semakin besar. Jadi, diperkirakan berpindahnya kegiatan pemerintahan dari Jakarta tidak akan berdampak besar pada ekonomi kota metropolitan ini. Apalagi, untuk sementara ini, IKN belum sepenuhnya terbangun dan masih dalam tahap pembangunan infrastruktur serta mengundang kehadiran banyak investor. Dengan demikian, untuk beberapa waktu ke depan, sebagian aktivitas pemerintahan pusat masih akan dihelat di Jakarta.
Kekuatan ekonomi Jakarta
Setelah melepas ”jabatannya” sebagai ibu kota negara, Jakarta justru melabeli dirinya dengan gagasan yang lebih besar lagi sebagai kota global, seperti yang tertuang dalam UU No 2/2024. Dalam kerangkanya, DKJ sebagai kota global berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan layanan jasa keuangan, serta pusat kegiatan bisnis nasional, regional, dan global.
Lantaran sumbu politik bakal bergeser ke Kalimantan Timur, maka kekhususan DKJ akan dititikberatkan pada sektor ekonomi. Desain ini pun selaras dengan kondisi Jakarta saat ini. Perdagangan, yang menjadi salah satu pilar kota global yang diusung DKJ, memang menjadi tulang punggung ekonomi Jakarta.
Merujuk data Badan Pusat Statistik tahun 2023, proporsi sektor perdagangan terhadap total PDRB DKJ mencapai 17,67 persen. Sektor ini terdiri dari perdagangan mobil dan sepeda motor beserta reparasinya. Ditambah dengan perdagangan besar dan eceran selain kendaraan bermotor. Sepanjang lima tahun terakhir, rata-rata nilai tambah sektor ini sebesar Rp 519,78 triliun per tahun.
Besaran nilai ekonomi itu selaras dengan jumlah kendaraan di Jakarta yang terus bertambah. Merujuk data BPS terbaru tahun 2022, jumlah mobil dan sepeda motor di Jakarta lebih dari 21 juta unit. Jumlah itu naik 32 persen dibandingkan tahun 2016 yang baru mencapai 15,9 juta unit.
Padatnya penduduk Jakarta dengan mobilitas yang tinggi membuat permintaan akan pendukung aktivitas ini melonjak. Begitu halnya dengan perdagangan nonkendaraan bermotor. Masifnya aktivitas masyarakat di Jakarta juga turut mendorong tingginya permintaan kebutuhan harian yang berujung pada masifnya aktivitas perniagaan.
Baca juga: Transportasi Umum, Tantangan Jakarta Menjadi Kota Global Berskala Dunia
Untuk terlibat dalam percaturan dunia sebagai kota global, Jakarta pun tercatat memiliki track record yang cukup baik dalam perdagangan global. Hampir seperempat ekspor nasional tahun 2023 terkirim dari Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di utara Jakarta. Begitu pula dengan aktivitas impor. Dari total impor Indonesia tahun 2023 sebesar Rp 221,9 miliar dollar AS, sebanyak Rp 82,9 miliar dollar AS masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Selain perdagangan, Jakarta juga menjadi pusat segala aktivitas ekonomi bidang jasa lainnya. Sektor tersier ini menjadi unggulan kota metropolitan ini. Jasa keuangan dan asuransi cukup mendominasi ekonomi Jakarta dengan kontribusi 11 persen dari total PDRB Jakarta. Sektor ini menduduki posisi terbesar ketiga setelah perdagangan dan industri manufaktur.
Sektor-sektor unggulan tersebut terpantau terus tumbuh dari waktu ke waktu sehingga kontribusinya pada ekonomi Jakarta makin meningkat. Perdagangan, misalnya, berkontribusi terhadap PDRB Jakarta sebesar 16,8 persen pada tahun 2010 dan terus meningkat hingga 17,7 persen pada tahun lalu. Jasa keuangan pun bertambah dari 10,3 persen menjadi 11,1 persen pada tempo waktu yang sama. Geliat ekonomi ini terjadi pula di sejumlah sektor usaha jasa lain, seperti transportasi dan pergudangan, jasa informasi dan komunikasi, serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
Bisnis dan investasi
Salah satu sektor service yang cukup meroket kinerjanya adalah jasa perusahaan. Tahun 2010, sektor ini hanya menyumbang 6,78 persen, tetapi kini menguat di angka 8,79 persen. Merujuk definisinya, jasa perusahaan mencakup kegiatan profesional, ilmu pengetahuan, serta jasa lain yang menunjang kegiatan bisnis.
Daya dukung perekonomian tersebut dapat menjadi bekal bagi Jakarta untuk memperkuat dirinya sebagai pusat bisnis nasional hingga global. Visi tersebut tampaknya bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan. Segala peradaban yang terbentuk telah membuat Jakarta menjadi beranda terdepan yang memperkuat simbol kemajuan Indonesia.
Baca juga: Harapan Jakarta Menuju Kota Global Hijau
Oleh karena itu, untuk meraih mimpi sebagai kota global dunia, Jakarta telah memiliki sejumlah daya dukung yang memadai. Salah satunya adalah memiliki keunggulan dari segi menarik investasi. Dari semua investasi yang mengalir di Indonesia, Jakarta menyerap modal investor paling banyak. Data BPS Jakarta mencatat, pada tahun 2023, total investasi dalam negeri (PMDN) terakumulasi sebanyak Rp 674,9 triliun, dengan 14 persen atau Rp 95,2 triliun mengucur ke Jakarta. Nilai nominal ini melonjak enam kali lipat dari satu dekade sebelumnya.
Meski tak mencatatkan posisi tertinggi, modal asing yang masuk ke Jakarta pun terbilang cukup besar. Jakarta menjadi terbesar ketiga setelah Jawa Barat dan Sulawesi Tengah, dengan proporsi sekitar sepersepuluh dari total PMA nasional.
Sayangnya, menarik minat asing untuk berinvestasi di Jakarta masih menjadi pekerja rumah. Pasalnya, besaran modal yang masuk pun berfluktuasi dan cenderung turun dalam satu dekade terakhir.
Pemerintah daerah perlu menyusun strategi guna menggaet investor, terutama investor asing, agar menanamkan modalnya di Jakarta. Pemerintah perlu meyakinkan para pemilik modal bahwa tanpa status ibu kota pun Jakarta tetap berdaya sehingga tetap layak untuk berinvestasi. Apalagi, segala kegiatan bisnis pun masih akan terus menggeliat di sentra ekonomi nasional ini. Bahkan, dengan rencana menjadi kota global, diperkirakan skala ekonomi Jakarta akan terus ditingkatkan secara pesat.
Jakarta tetaplah Jakarta. Sejarah panjang yang membentuknya tak bisa meruntuhkan daya pikat Jakarta meski sudah tidak lagi menjadi ibu kota. Peradaban dan sejarah bangsa yang sudah terbentuk jauh sebelum Indonesia merdeka membuat Jakarta memiliki sendi-sendi perekonomian yang kokoh hingga saat ini.
Namun, yang perlu diingat, akan ada potensi kegiatan ekonomi yang bergeser dari Jakarta pasca-ibu kota benar-benar bergeser ke Pulau Kalimantan. Pemerintah DKJ perlu menggali potensi ekonomi baru sebagai penggantinya. (LITBANG KOMPAS)