Mengemas Identitas Ruang Urban Jakarta melalui Jenama Kota
”City branding” sangat penting dalam menyusun tahapan kemajuan berikutnya bagi Jakarta sebagai kota global.
Oleh
ZIKRINA RATRI
·5 menit baca
Jenama atau branding kota memangku harapan besar dalam mengemas dan merepresentasikan visi sebuah kawasan perkotaan. Meskipun sekarang tidak memangku status ibu kota negara, identitas sebagai wilayah maju akan terus melekat pada diri kota Jakarta. Oleh karena itu, branding sangat penting dalam menyusun tahapan kemajuan berikutnya bagi Jakarta.
Cita-cita Jakarta sebagai kota global digaungkan menjadi tema perayaan HUT Ke-497 Jakarta yang bertajuk “Kota Global Berjuta Pesona”. Jakarta diharuskan menjadi kota mandiri dan bertransformasi menjadi kota global setelah pemindahan ibu kota negara ke kawasan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur. Meski menyandang harapan wajah baru sebagai kota global, tantangan keberadaan jenama harus secara konsisten menampilkan identitas kota Jakarta.
Tak hanya Jakarta, kota-kota besar dunia, seperti New York, Hong Kong, Seoul, dan Amsterdam lebih dulu menggunakan jenama kota dalam memperkenalkan identitas kotanya. Jenama kota tak hanya sebatas pada estetika penamaan branding dan logo yang diperkenalkan secara konsisten semata. Menurut kajian yang ditulis Julia Winfield-Pfefferkorn, jenama kota juga lekat dengan nilai daya tarik dan fungsi sebuah kota. Sejumlah faktor ini perlu untuk disadari dan digali guna diintegrasikan dalam satu identitas kota melalui jenama atau branding.
Keberhasilan branding sejumlah kota-kota besar dunia tidak terlepas dari mengenali fungsi dan nilai dari kawasan tersebut. Oleh karena itu, hadirnya jenama sebagai upaya representasi identitas kota menjadi faktor penguat keberhasilan dalam penjenamaan yang berdampak pada pengembangan fungsi sebuah kota.
Penggunaan jenama kota atau city branding masih menjadi barang asing dalam strategi pengenalan identitas kota. Bukan hanya sekadar berperan sebagai slogan belaka, jenama memiliki fungsi dan cakupan peran yang lebih luas. Seperti jenama kota Jakarta yang telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur No 58 Tahun 2020, yaitu Plus Jakarta (+Jakarta) dengan slogan “Kota Kolaboratif”.
Eksistensi jenama “+Jakarta” memangku harapan menjadi identitas yang melekat dengan kota dalam jangka waktu yang lama. Kota dengan kehidupan masyarakat urban yang kompleks seperti Jakarta menjadi tantangan yang tidak mudah untuk dituangkan dalam satu identitas kota. Namun, persoalan itu menjadikan “+Jakarta” berbeda dengan jenama di kota-kota besar lainnya.
Jenama Kota Jakarta
Dalam perjalanan sejarahnya, Jakarta baru mengembangkan gagasan jenama kota di tahun 2020 saat kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan. Penjenamaan kota baru digarap serius dan diresmikan di bawah Peraturan Gubernur No 58 Tahun 2020. Jenama kota “+Jakarta” dengan slogan “Kota Kolaboratif” dipilih dan menjadi jenama yang diatur dalam pergub yang memiliki peran sebagai media komunikasi dan aktivasi. Selain itu, “+Jakarta” juga berperan sebagai payung besar dari jenama-jenama kecil yang sudah terbentuk sebelumnya untuk menggambarkan identitas Jakarta yang lebih luas. Banyaknya jenama-jenama turunan dari berbagai bidang, seperti pariwisata yang menggunakan “Enjoy Jakarta”, integrasi transportasi publik menggunakan “Jak Lingko”, dan konektivitas kota digital dengan “Jakarta Smart City”, memerlukan payung besar jenama, yaitu “+Jakarta”.
Executive Director Plus Jakarta Wiliam Reynold menyampaikan, Jakarta memiliki potensi yang beragam, di mana penggambaran identitas kota tersebut tidak cukup hanya digambarkan dengan satu keunggulan atau pandangan dari satu orang atau kelompok saja. Payung besar itulah yang menjadi wadah dari berbagai identitas-identitas kecil di sektor pariwisata, transportasi, lingkungan, teknologi digital kota, dan lain-lainnya.
Sejalan dengan slogan “Maju Kotanya, Bahagia Warganya” yang menjadi visi Gubernur menjabat saat itu, jenama kota turut memiliki visi yang sama. Dengan menempatkan warga dan komunitas sebagai pemantik pertumbuhan kota, hal ini cukup berbeda dengan jenama- jenama yang digunakan oleh kota-kota di negara lain. Jakarta ingin menampilkan keberagaman di kehidupan masyarakat urban Jakarta yang dapat berkolaborasi dalam membangun kota secara bersama. Berbeda dengan New York yang lebih mengedepankan identitas kemajuan ekonominya ataupun Hong Kong yang memprioritaskan keunggulan pariwisata dan kekuatan ekonominya di Asia.
Pada tahun 2022, setidaknya terdapat 388 kegiatan kolaborasi di Jakarta sejak tahun 2020. Kegiatan kolaborasi diturunkan dalam ragam kegiatan komunikasi melalui berbagai kanal media sosial dan kampanye sosial. Selain itu, juga mencakup kegiatan aktivasi berupa kegiatan kolaborasi bersama komunitas-komunitas kota Jakarta. Bentuk kolaborasi ini juga diwujudkan dalam kehadiran logo-logo “+Jakarta” di berbagai lokasi yang tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur dengan variasi warna yang mencerminkan daerah bersangkutan.
Kota kolaborasi itu menjadi dasar prinsip untuk berbagai program yang diselenggarakan di wilayah Jakarta secara luas. Jenama ini tidak akan menggantikan jenama utama kota Jakarta, yakni “Jaya Raya” yang telah diatur sejak 1963 sebagai representasi regional dan berhubungan dengan legal pemerintah daerah. Jenama “+Jakarta” akan banyak berperan melalui tataran program dan sebagai bentuk promosi tidak hanya di tingkat global, tetapi juga promosi Jakarta kepada masyarakatnya sebagai bentuk ajakan dalam membangun kota.
Tantangan
Dengan usia penjenamaan yang masih tergolong muda, “+Jakarta” memiliki banyak tantangan untuk mencapai visi menjadi wadah penggerak dan semangat kolaborasi memantik pertumbuhan serta dampak positif bagi semua pihak. Melalui wawancara dengan Executive Director Plus Jakarta Wiliam Reynold, “+Jakarta” sendiri pada tahun 2021 memiliki misi awal untuk mengenalkan jenama tersebut melalui berbagai kanal media dan juga bentuk pendekatan langsung ke komunitas-komunitas yang ada di Jakarta. Pada tahapan ini menuai banyak tantangan karena beberapa komunitas masih meragukan dan mengasosiasikan dengan politik tertentu.
Belum genap menginjak tiga tahun jenama “+Jakarta” sudah mengalami tantangan pascabergantinya pemerintahan gubernur saat itu. Meski telah dikonfirmasi hingga hari ini mengenai keberlanjutan penggunaan jenama dan slogan baru oleh PJ Gubernur yang menjabat sekarang. Pihaknya menyampaikan bahwa slogan oleh PJ Gubernur yang diperkenalkan tahun 2022 hingga saat ini hanya sebagai slogan dan visi gubernur yang tengah menjabat.
Sempat menjadi kontroversi mengenai penggantian slogan “Jakarta Kota Kolaborasi” yang terasosiasi dengan jenama “+Jakarta” yang diubah dengan “Sukses Jakarta untuk Indonesia”. Penggantian slogan dan logo tersebut menuai banyak komentar dari netizen di media sosial Instagram. Dampak pergantian yang juga tidak melibatkan partisipasi dari pihak jenama “+Jakarta”, hingga kini “+Jakarta” dikelola dan berjalan sebagai komunitas dan masih melakukan peran komunikasinya melalui berbagai laman media sosial.
Tak berhenti pada persoalan yang berkaitan dengan politik pemerintahan Jakarta. Rencana perubahan status ibukota dan menyandang cita–cita kota global turut menjadi tantangan mempertahankan eksistensi jenama. Meski tidak berdampak besar bagi identitas “Jakarta Kota Kolaborasi”, perlu disadari masih banyak perbaikan di beberapa sektor yang menjadi kelemahannya.
Membangun kota global tidak hanya terbatas pada kota dengan ekonomi yang maju dan memiliki andil besar di tingkat ekonomi dunia. Melalui laporan Oxford Economic Global Cities Index 2024, Jakarta masih berada di urutan ke-284 dari 1.000 kota-kota di seluruh dunia.
Dari lima dimensi yang masuk dalam penilaian indeks, yaitu ekonomi dan sumber daya manusia, Jakarta masuk dalam peringkat yang aman yaitu ranking 40 dan 89. Namun, masih terdapat tiga dimensi lainnya yang masih dinilai rendah oleh Oxford Economic Global Cities Index 2024. Dalam segi dimensi kualitas hidup, Jakarta menempati peringkat ke-741, dimensi lingkungan urutan ke-793, dan dimensi pemerintahan pada posisi ke-480.
Jenama kota atau city branding menjadi salah satu elemen penting dalam memperkenalkan dan merepresentasikan identitas kota Jakarta meski tidak lagi sebagai status ibu kota negara. Dengan jenama ”+Jakarta” dan slogan ”Kota Kolaboratif”, Jakarta berusaha mengakomodasi dan menyatukan keberagaman serta potensi kota melalui kolaborasi komunitas. Meskipun menghadapi tantangan politik dan skeptisisme masyarakat, dengan visi jenama itu sendiri bisa membawa kepercayaan masyarakat terhadap kotanya dengan menjalin semangat partisipasi. Dengan orientasi tersebut, harapannya menambah nilai tambah dalam menciptakan global city yang tidak hanya mengunggulkan sektor ekonomi ataupun pariwisata saja, tetapi juga melibatkan segenap sektor secara menyeluruh. (Litbang Kompas)