Adakah Harapan Rupiah Menguat?
Rupiah melemah sejak akhir Mei dan masih berpotensi terus melemah menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden.
Menjelang dilantiknya presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mulai merangkak naik. Sejumlah faktor mendorong pelemahan rupiah. Adakah harapan rupiah kembali menguat?
Sejak akhir Mei 2024, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tembus dan stabil di level Rp 16.000 hingga sekarang. Dalam satu bulan terakhir, kurs rupiah melemah sekitar 2,7 persen. Jika dibandingkan dengan awal tahun hingga 21 Juni lalu (year to date), rupiah melemah cukup signifikan, yakni mencapai 6,4 persen.
Data Bank Indonesia per 21 Juni 2024 menunjukkan kurs rupiah tercatat Rp 16.458 per dollar AS. Pergerakan rupiah saat ini pun jauh dari asumsi dasar ekonomi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024 yang ditetapkan sebesar Rp 15.000 per dollar AS.
Kondisi ini tentu memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pelaku usaha. Sejumlah faktor domestik ditengarai mendorong pelemahan rupiah saat ini. Hal itu terutama terkait dengan bagaimana pemerintahan yang baru nanti menyusun dan mengelola anggaran negara.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2025 yang disusun Kementerian Keuangan, serta sudah dikonsultasikan dengan tim presiden terpilih Prabowo Subianto, target rasio perpajakan pada tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ditetapkan 10,09-10,29 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian rasio perpajakan Indonesia pada 2023 sebesar 10,31 persen dari PDB. Target batas bawah yang ditetapkan sebesar 10,09 persen dari PDB itu juga lebih rendah dibandingkan dengan target rasio perpajakan pada 2024 sebesar 10,12 persen dari PDB.
Sementara belanja pemerintah di RAPBN 2025 ditargetkan meningkat sebesar 14,59-15,18 persen dari PDB. Adapun defisit anggaran juga akan melebar dari 2,29 persen dari PDB pada 2024 menjadi 2,45-2,82 persen dari PDB tahun 2025. Besaran ini menyebabkan defisit anggaran mendekati batas aman 3 persen terhadap PDB yang ditetapkan undang-undang.
Indikator-indikator ini menunjukkan kemungkinan berkurangnya kemampuan meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Sementara itu, dengan belanja yang meningkat, defisit anggaran juga melebar.
Selain itu, faktor eksternal juga memperlemah pergerakan rupiah. Kebijakan Bank Sentral AS (Federal Reserve atau The Fed) yang mengindikasikan pemangkasan suku bunga acuannya hanya akan terjadi satu kali pada akhir tahun 2024 akan berpengaruh pada kebijakan moneter dalam negeri.
Ruang bagi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) baru bisa dilakukan setelah kebijakan itu resmi diambil The Fed sehingga baru bisa dilakukan di awal tahun 2025.
The Fed mempertimbangkan pemangkasan karena potensi kenaikan inflasi akibat dari sejumlah faktor, seperti kenaikan harga komoditas, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, dan penyelenggaraan pemilihan umum di AS pada November 2024. Pemangkasan suku bunga oleh The Fed biasanya sebesar 25 basis poin sehingga akan berada di kisaran 5,00-5,25 persen.
Baca juga: BI: Kurs Rupiah Berkisar Rp 15.700 Per Dollar AS pada 2025
Potensi berlanjut
Pelemahan rupiah yang terjadi empat bulan menjelang pelantikan presiden terpilih ini masih berpotensi berlanjut. Pasar dan investor menunggu ditetapkannya asumsi dasar ekonomi makro RAPBN 2025 yang akan disampaikan dalam pidato kenegaraan menjelang peringatan hari kemerdekaan. Sementara itu, penetapan asumsi dasar tersebut tentu mencermati perkembangan yang sedang terjadi sekarang.
Selain itu, persepsi tentang kabinet yang akan dibentuk presiden terpilih Prabowo juga berkontribusi pada pergerakan rupiah. Berdasarkan undang-undang, pemerintahan yang baru membentuk kementeriannya paling lama 14 hari kerja sejak presiden mengucapkan sumpah/janji.
Sejauh ini rencana penambahan jumlah kementerian telah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Wacana penambahan jumlah kementerian itu diikuti dengan inisiatif DPR yang mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, terutama terkait pasal jumlah kementerian. Jumlah kementerian diusulkan sesuai dengan kebutuhan, tanpa perlu ada batasan jumlah maksimal.
Yang dinanti publik bukan sekadar apakah jumlah kementerian bertambah atau sesuai dengan UU, (yakni paling banyak 34 kementerian). Namun, juga soal kapasitas menteri yang diangkat.
Apakah pejabat menteri yang diangkat memiliki kompetensi sesuai bidang yang akan menjadi tugasnya ataukah sekadar bagi-bagi kekuasaan kepada partai politik yang telah mendukung kemenangan presiden terpilih. Komposisi antara menteri yang profesional dan menteri wakil partai akan memengaruhi persepsi publik dan jalannya roda perekonomian.
Dengan kondisi publik dan pelaku bisnis atau investor yang wait and see hingga kabinet terbentuk, dengan segala rumor yang muncul di tengahnya, pergerakan rupiah bisa kian melemah. Kurs rupiah berpotensi tembus Rp 17.000 atau bahkan lebih menjelang terbentuknya kabinet baru.
Dalam prediksi seperti ini, rasanya agak tidak mungkin untuk RAPBN 2025 mendatang asumsi nilai tukar rupiah dipatok masih di level Rp 15.000-an. Hal itu karena akan sulit mengantisipasi apa yang akan terjadi pada 2025.
Pascapengumuman menteri-menteri kabinet mendatang, pergerakan rupiah bisa melemah atau menguat tergantung pada sejauh mana komposisi menteri sesuai dengan ekspektasi publik atau pasar.
Ekspektasi publik, pemerintahan mendatang dapat dipercaya menjalankan tata pemerintahan yang lebih baik dan lebih menyejahterakan rakyat.
Pemerintahan mendatang diharapkan dapat mengatasi persoalan mendasar, seperti kemiskinan dan pengangguran, mengendalikan inflasi, menstabilkan rupiah, di samping tentunya tetap membangun infrastruktur sesuai dengan prioritas.
Perekonomian yang berjalan dengan sehat di mana produksi barang dan jasa meningkat akan berpengaruh pada penerimaan negara dari pajak. Pendapatan negara yang meningkat akan membuat kondisi fiskal juga sehat.
Defisit anggaran bisa dijaga dan tidak perlu bergantung pada utang. Sementara perekonomian yang berjalan dengan sehat pun akan memperbaiki daya beli masyarakat. Konsumsi yang meningkat bisa menjadi sumber bagi penerimaan pajak.
Adakah harapan rupiah menguat, setidaknya kembali di bawah Rp 16.000 per dollar AS? Harapan itu tentu saja ada selama pemerintah menjaga ekspektasi publik dan pasar di masa transisi dan dijalankannya pemerintahan yang baru. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Jaga Sentimen Pasar, Asumsi Kurs Rupiah 2025 Ditekan di Bawah Level Psikologis