Apakah Politik Balas Budi Pengaruhi Kinerja BUMN?
Pengangkatan komisaris BUMN dari sejumlah tokoh politik dinilai lekat dengan politik balas budi.
Pengangkatan sejumlah politikus menjadi komisaris badan usaha milik negara mengundang pro dan kontra. Politik balas budi dari pemerintah disinyalir sebagai salah satu landasan pemberian jabatan itu.
Namun, mengacu pada regulasi terkait badan usaha milik negara (BUMN), pengangkatan itu telah melewati sejumlah tahapan sehingga komisaris terpilih memenuhi syarat materiil, formal, dan nonpartisan. Lantas, seperti apa kinerjanya?
Beberapa saat lalu, pemerintah mengumumkan nama-nama untuk menduduki posisi komisaris di sejumlah BUMN. Beberapa di antaranya merupakan tokoh partai yang mendukung pemerintah saat ini.
Mereka adalah Grace Natalie yang merupakan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI); Fuad Bawazier yang merupakan anggota Dewan Pembina Partai Gerindra; Simon Aloysius Mantiri, politikus Gerindra; dan Siti Nurizka Puteri Jaya, kader Gerindra sekaligus anggota Komisi III DPR RI.
Untuk jabatannya, Grace diangkat sebagai Komisaris Holding Industri Pertambangan Indonesia, Mind Id; Fuad Bawazier sebagai Komisaris Utama Mind Id; Aloysius Mantiri sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero); dan Siti Nurizka sebagai Komisaris Utama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri).
Pengangkatan para komisaris tersebut cukup menarik perhatian publik karena BUMN yang ditempati mereka merupakan sektor usaha yang sangat kompleks dan penting bagi perekonomian nasional. Mining Industry Indonesia (Mind Id) merupakan BUMN holding industri pertambangan yang beranggotakan PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum, dan PT Timah Tbk. Sejumlah BUMN ini memproduksi sejumlah bahan tambang atau produk tambang penting, seperti batubara, emas, bauksit, tembaga, nikel, aluminium, dan timah.
Selanjutnya, PT Pertamina (Persero) merupakan BUMN yang bertanggung jawab menyuplai energi dari hulu hingga hilir sehingga BUMN ini sangat penting perannya menjaga pasokan energi (BBM) dan stabilitas ekonomi nasional. Adapun PT Pusri merupakan produsen pupuk yang berada di bawah naungan holding PT Pupuk Indonesia (Persero). Berbagai produk pupuk pertanian diproduksi PT Pusri, termasuk pupuk bersubsidi dari pemerintah.
Baca juga: Komisaris BUMN dan Politik Balas Budi
Betapa kompleks dan besarnya tanggung jawab BUMN tersebut membuat berbagai perubahan struktur organisasi, mulai dari pengangkatan jajaran direksi hingga komisarisnya, menjadi perhatian publik secara luas. Tentu saja, penempatan para pejabat tinggi itu diharapkan sesuai dengan kompetensinya sehingga mendukung keberlanjutan dan juga kemajuan institusi BUMN bersangkutan. Pasalnya, output dari usaha BUMN itu sebagian besar menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Oleh sebab itu, pengangkatan sejumlah komisaris pada BUMN-BUMN penting itu cukup mendapat sorotan dari publik. Ada yang menduga karena ada unsur kepentingan dan kedekatan secara politik, ada yang mengartikan politik balas budi karena dukungan-dukungan pada kontestasi pemilu dan pemerintahan yang telah berjalan, tetapi ada pula yang mengartikan itu sebagai hal yang umum dalam hal pengawasan terhadap BUMN.
Secara hierarki, komisaris BUMN merupakan kepanjangan tangan dari Kementerian BUMN untuk mengawasi institusi bersangkutan. Kementerian BUMN menginginkan arah perusahaan atau bisnis BUMN itu sesuai dengan target yang ditentukan pemerintah. Lewat komisaris-komisaris itulah, Kementerian BUMN mengawal institusi itu sesuai dengan yang diinginkan pemerintah.
Dalam Peraturan Menteri BUMN Per-7/Mbu/09/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri BUMN Negara Nomor Per-11/Mbu/07/2021 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN dijelaskan bahwa dewan komisaris BUMN adalah organ persero yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan persero.
Dalam regulasi itu juga disebutkan peran komisaris sangat penting untuk turut serta menyeleksi para kandidat dari institusi bersangkutan untuk menduduki jabatan dewan direksi. Mereka juga turut bertanggung jawab mengevaluasi jalannya organisasi dan menilai kepemimpinan dewan direksi BUMN yang tengah menjabat.
Jadi, posisi komisaris sangat penting sebagai jembatan antara harapan pemerintah dan juga kinerja operasional organisasi BUMN. Dengan posisi ini, unsur politik terkait dengan BUMN memang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Pasalnya, banyak kebijakan dalam pengembangan organisasi BUMN yang harus melibatkan pemerintah dan DPR. Misalnya saja, terkait dengan merger, holding-isasi, pembubaran organisasi, penyertaan modal negara, hingga penawaran saham perdana (IPO).
Kinerja BUMN
Terlepas dari pro dan kontra terkait pengangkatan sejumlah komisaris BUMN tersebut, hingga saat ini BUMN di Indonesia terus mengalami perbaikan. Terjadi sejumlah efisiensi dan perampingan sehingga menghasilkan kinerja yang terus membaik. Sejumlah tolok ukurnya terlihat dari jumlah unit BUMN dan juga nilai keuntungannya.
Berdasarkan laporan BPS, jumlah BUMN pada tahun 2022 telah menyusut menjadi 77 unit. Jumlah ini susut lebih dari 41 unit usaha dari tahun 2015 yang kala itu mencapai 118 unit BUMN.
Dengan jumlah BUMN yang kian ramping itu, keuntungan korporasi BUMN melonjak pesat. Tahun 2015, keuntungan BUMN secara akumulatif berada di kisaran Rp 142 triliun. Setelah terus melakukan perampingan dan pembenahan, jumlah keuntungan BUMN pada tahun 2022 melonjak drastis menjadi Rp 351 triliun.
Pada tahun 2015, rata-rata keuntungan setiap BUMN masih sekitar Rp 1,2 triliun dan pada tahun 2022 melonjak rata-rata menjadi Rp 4,5 triliun. Secara akumulatif memang tampak mengesankan. Namun, jika diteliti lebih jauh, ternyata ada sejumlah BUMN yang secara bisnis kurang menguntungkan.
Pada 2022, saat pandemi mulai mereda, hanya BUMN sektor konstruksi yang membukukan kerugian senilai Rp 2,86 triliun. Tentu saja hal ini merupakan prestasi yang relatif baik karena kerugian dari sejumlah sektor usaha BUMN dapat terus ditekan. Setidaknya pada kurun 2019-2022 terlihat sejumlah perbaikan dari kinerja keuangan BUMN.
Pada tahun 2019, setidaknya ada empat lapangan usaha BUMN yang merugi hingga Rp 6 triliun. Meliputi sektor usaha BUMN di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan; sektor industri pengolahan; pengadaan air, pengolahan sampah, dan limbah; serta BUMN perdagangan besar dan reparasi kendaraan.
Baca juga: Lagi-lagi soal Komisaris BUMN
Setahun berselang, kerugian BUMN melonjak pesat hingga Rp 51,82 triliun karena terjadi resesi global akibat pandemi. Sejumlah BUMN terdampak cukup berat hingga mengalami kerugian besar, seperti BUMN sektor pertanian, konstruksi, perdagangan, transportasi dan pergudangan, serta penyedia akomodasi.
Tahun 2021, saat wabah Covid-19 masih melanda Indonesia, kerugian BUMN meningkat lebih tinggi lagi hingga hampir Rp 67 triliun. Meskipun melonjak secara nilai kerugian, jumlah sektor BUMN yang terdampak kian mengecil, yakni hanya sektor konstruksi, perdagangan besar, dan transportasi.
Sektor lainnya semakin adaptif sehingga mampu mengoptimalkan usaha dan meraih keuntungan. Dengan berakhirnya pandemi, kinerja BUMN kian moncer sehingga menorehkan keuntungan fantastis hingga lebih dari Rp 300 triliun pada 2022, serta hanya menyisakan sektor konstruksi yang masih tertatih menelan kerugian.
Kerugian BUMN sektor konstruksi itu relatif dapat dimaklumi karena membutuhkan modal yang sangat banyak bagi pengembangan infrastruktur, tetapi pengembalian untungnya masih lama. Menunggu proyek selesai, dioperasikan, dan baru mendapatkan pengembalian modal serta keuntungan di masa depan.
BUMN untung
Dari laporan keuangan BUMN itu, ada sejumlah sektor BUMN yang menghasilkan keuntungan yang relatif besar. Pada tahun 2022, setidaknya ada dua kelompok BUMN yang menghasilkan keuntungan lebih dari Rp 50 triliun. BUMN tersebut adalah BUMN sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan keuntungan lebih dari Rp 80 triliun serta BUMN aktiva keuangan dan asuransi yang menyumbang keuntungan bagi negara hingga Rp 129 triliun.
Kedua sektor BUMN itu tergolong stabil memberikan kontribusi keuntungan terbesar bagi pemerintah. Tren sumbangan keuntungannya relatif stabil lebih dari 20 persen per tahun untuk BUMN pertambangan dan penggalian, serta lebih dari 30 persen setahun untuk BUMN aktiva keuangan. Hal ini mengindikasikan bahwa secara korporasi BUMN tersebut relatif sudah sehat dan kian efektif dalam menjalankan roda bisnisnya.
Baca juga: Cegah Tudingan Bagi-bagi Jabatan BUMN Setelah Pilpres, Jokowi Perlu Ingatkan Erick Thohir
Terkait dengan penempatan komisaris BUMN yang belakangan ini menyasar sebagian besar BUMN sektor pertambangan dan penggalian, hal itu sepertinya relatif tidak akan memberikan dampak yang signifikan bagi korporasi bersangkutan. Pasalnya, tata kelola perusahaan itu secara umum relatif sudah berjalan baik dengan mengedepankan prinsip-prinsip profesional dan kompetitif dengan pasar global. Dengan demikian, tugas komisaris relatif ”ringan” karena mengawasi jalannya korporasi BUMN yang sudah agile dan mandiri.
Berbeda halnya jika menempatkan komisaris pada BUMN-BUMN yang tengah mengalami tekanan kerugian besar sehingga dibutuhkan langkah penyelamatan secara cepat. Tentu saja, komisaris yang ditempatkan pada industri BUMN yang tengah terpuruk itu membutuhkan kemampuan manajerial dan profesional yang memadai guna mengatasi masalah yang tengah dihadapi.
Pada akhirnya, dengan pengangkatan komisaris-komisaris baru itu, kinerja BUMN diharapkan kian membaik serta memenuhi segala kebutuhan rakyat Indonesia secara optimal. Masyarakat dapat menikmati produk-produk BUMN itu secara adil dan menumbuhkan kebanggaan terhadap produk karya anak bangsa.
Selain itu, dari sisi bisnis, BUMN dapat terus memberikan keuntungan besar bagi negara serta meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat secara luas. (LITBANG KOMPAS)