Pilgub Jateng dan Pertaruhan Politik PDI-P
Pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Jateng menjadi ujian bagi PDI-P setelah kekalahan dalam pemilihan presiden.
Pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah akan menjadi ujian sekaligus pertaruhan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam pemilihan presiden lalu, partai ini sudah mengalami kekalahan di wilayah yang menjadi basis utama pemilihnya tersebut.
Pemilu 2024 menjadi bukti bahwa kekuatan sosok dan kelembagaan partai politik menjadi dua hal yang tak terpisahkan. Hal ini bisa dilihat dari pengalaman PDI-P.
Dalam ajang pemilihan presiden, pasangan calon yang diusung partai ini, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, gagal memenangi kontestasi. Namun, dalam pemilu legislatif, partai ini mampu bertahan sebagai pemenang.
Menariknya, selain terjadi di tingkat nasional, di wilayah yang menjadi basisnya pun PDI-P mengalami hal yang sama. Mereka menang di pemilu legislatif, tetapi gagal meraup dukungan suara dari basis pendukungnya untuk pasangan capres-cawapres yang diusung. Banyak analisis yang menyebutkan, faktor ketokohan Presiden Joko Widodo memiliki pengaruh terhadap konfigurasi politik di Pemilu 2024.
Pemilu 2024 menjadi bukti bahwa kekuatan sosok dan kelembagaan partai politik menjadi dua hal yang tak terpisahkan.
Betapa tidak, pemilih PDI-P yang selama ini dikenal cukup loyal pada partainya tidak serta-merta mengikuti arah pilihan politik partai, khususnya pada pemilihan presiden. Di Jateng, yang notabene basis pemilih PDI-P, pasangan Ganjar-Mahfud hanya meraih 7,8 juta suara atau 34,3 persen dari total suara sah.
Sementara itu, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang mendapat dukungan dari Jokowi justru meraih suara terbanyak, yakni 12,1 juta atau setara 53,1 persen suara sah. Kemudian, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapatkan 1,8 juta suara atau 12,6 persen.
Berbeda dengan hasil pemilihan presiden, PDI-P justru meraih suara dominan di Jateng. Jika merujuk pemilihan legislatif tingkat DPR di provinsi ini, perolehan suara PDI-P mencapai 5,8 juta suara atau setara dengan 27,9 persen dari total suara pemilih di provinsi ini.
Selain PDI-P, ada tiga partai politik yang meraih suara di atas 10 persen, yakni Partai Kebangkitan Bangsa dengan 2,67 juta suara atau 12,8 persen, Golkar 2,64 juta suara (12,6 persen), dan Partai Gerindra yang meraih 2,27 juta (10,9 persen). Pada pemilihan gubernur-wakil gubernur tahun ini, keempat partai politik ini berpeluang membangun poros koalisi.
Baca juga: Menakar Peluang Koalisi Permanen di Pilkada
Poros koalisi pilkada
Jika mengacu pada perolehan kursi di DPRD Jateng hasil simulasi konversi suara yang dilakukan Litbang Kompas, PDI-P berpeluang mengusung pasangan calon pada pemilihan gubernur-wakil gubernur Jateng tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lain. PDI-P berhasil meraup 30 kursi di DPRD Jateng atau setara dengan 25 persen dari total kursi parlemen di tingkat provinsi tersebut.
Dengan penguasaan kursi tersebut, PDI-P lebih leluasa mengajukan sosok yang akan diusung di pilkada. Saat ini, sejumlah nama dari kader partai sudah disebut-sebut memiliki peluang diajukan sebagai calon gubernur.
Sebut saja Ketua DPD PDI-P Jateng Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul dan Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi yang sebelumnya adalah Wali Kota Semarang periode 2013-2022. Sejauh ini baru Hendrar Prihadi yang resmi mendaftar sebagai bakal calon gubernur Jateng melalui PDI-P.
Poros berikutnya berpeluang diajukan oleh PKB yang memiliki 20 kursi di DPRD Jateng atau setara dengan 16,7 persen dari total kursi. Modal kursi ini belum mencukupi syarat 20 persen bagi partai atau koalisi partai politik untuk mengajukan pasangan calon di pilkada.
Artinya, butuh minimal satu partai politik yang memiliki minimal 4 persen kursi untuk bisa membangun poros dalam pilkada nanti. Sejauh ini, PKB memang mengusung Ketua DPW PKB Jateng Muhammad Yusuf Chudlori alias Gus Yusuf untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Jateng 2024.
Poros ketiga berpotensi muncul dari Partai Gerindra yang menguasai 18 kursi (14,2 persen) di DPRD Jateng. Sama halnya dengan PKB, Gerindra juga masih membutuhkan sokongan satu atau dua partai untuk menggenapi kekurangan sekitar 6 persen kursi DPRD untuk bisa mengajukan pasangan calon.
Dari Gerindra, sementara ini masih ada satu nama yang digadang-gadang maju dalam pilgub tahun ini, yakni Ketua DPD Gerindra Jateng Sudaryono. Sebelumnya, Sudaryono dikenal sebagai asisten pribadi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Kemudian, poros keempat berpotensi dibangun dari Partai Golkar. Dengan memiliki 17 kursi atau 14,2 persen dari total kursi DPRD Jateng, partai ini juga membutuhkan koalisi dengan partai politik lain.
Sejauh ini belum ada nama pasti siapa yang akan diusung partai ini. Nama Bupati Kendal Dico M Ganinduto sempat masuk perbincangan sebagai kandidat calon gubernur dari Golkar, bahkan namanya sempat dipasangkan dengan artis Raffi Ahmad.
Baca juga: PDI-P Pertahankan Jateng sebagai ”Kandang Banteng”
Jejak kemenangan PDI-P
Jika mengacu pada pengalaman pemilihan gubernur langsung sebelumnya, PDI-P mencatatkan rekor jejak kemenangan yang relatif fenomenal dan cenderung linier dengan kemenangan partai ini di tingkat nasional, baik dalam pemilihan umum legislatif maupun pemilihan presiden.
Pada pilkada langsung pertama yang digelar di Jateng pada 2008, misalnya, PDI-P berhasil mengantarkan pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih memenangi kontestasi dengan meraup 43,4 persen suara, mengalahkan empat pasangan calon lain. Ketika itu, Rustriningsih dikenal sebagai kader PDI-P yang memiliki potensi sebagai pemimpin masa depan dari partai ini.
Namun, nama Rustriningsih tenggelam setelah hubungannya dengan PDI-P meredup. Hal ini terbukti pada Pilgub Jateng lima tahun berikutnya tahun 2013, justru nama Ganjar Pranowo yang diusung sebagai calon gubernur di provinsi ini.
Ganjar dipasangkan dengan Heru Sudjatmoko dan sukses meraih 31 persen suara, mengalahkan dua pasangan calon lain. PDI-P kembali sukses menguasai kursi Gubernur Jateng lima tahun berikutnya.
Popularitas Ganjar sebagai gubernur juga mendongkrak pamornya di tingkat nasional. Tak heran, pada pemilihan gubernur 2023, Ganjar relatif mudah mempertahankan dominasinya sebagai gubernur petahana berpasangan dengan Taj Yasin Maimoen.
Meskipun demikian, pasangan Ganjar-Taj Yasin relatif tidak begitu tinggi suaranya sebagai petahana karena hanya memiliki selisih kurang dari 10 persen dari pesaingnya, pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah.
Jika kita merujuk tiga Pilkada Jateng terakhir ini, ada kondisi yang relatif sebangun antara konstelasi politik di tingkat nasional dengan apa yang terjadi di Jateng. Kemenangan PDI-P pada Pemilu Legislatif 2014, 2019, dan 2024 semestinya sedikit banyak bisa membangun kepercayaan diri partai ini dalam mempertahakan dominasinya di Jateng.
Namun, khusus pemilihan presiden yang mengalami kondisi berbeda, yakni menang pada 2014 dan 2019, tetapi kalah pada 2024, akan menjadi ujian apakah dalam Pilkada Jateng 2024 ini PDI-P mampu mempertahankan kemenangannya dalam Pilgub Jateng di wilayah yang menjadi basis dukungan utamanya.
Inilah pertaruhan sekaligus ujian soliditas bagi PDI-P. Tidak adanya nama petahana dalam konstelasi Pilgub Jateng 2024 sedikit banyak akan membuat panggung kontestasi lebih terbuka.
Selain nama-nama yang selama ini dekat dengan partai politik, seperti Bambang Wuryanto dan Hendrar Prihadi (PDI-P), Muhammad Yusuf Chudlori (PKB), Sudaryono (Gerindra), dan Dico M Ganinduto (Golkar), muncul juga nama Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi yang disinyalir berpeluang maju di Pilgub Jateng tahun ini.
Nama Luthfi juga disebut-sebut mendapat dukungan dari Presiden Jokowi. Jejak kariernya yang pernah menjadi Wakapolres Surakarta sedikit banyak menjadi rekam jejak kedekatannya dengan Jokowi yang mantan Wali Kota Solo.
Jika Luthfi benar mendapat dukungan Jokowi dan maju melalui jalur di luar PDI-P, Pilkada Jateng tahun ini akan kembali mengulang persaingan kelembagaan partai, yakni PDI-P, dengan kekuatan sosok Jokowi seperti yang terjadi pada pemilihan presiden lalu. Inilah yang akan menjadi pertaruhan bagi PDI-P. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Anies Baswedan dan Konstelasi Politik Pilkada Jakarta