Krisis Air, Akankah Indonesia Terancam?
Krisis air terus meningkat dan menyebabkan kesulitan dalam mengakses air bersih. Indonesia perlu memitigasinya.
Bumi yang memanas, serta makin beratnya beban populasi manusia, membuat air sebagai penunjang utama kehidupan kian sulit diakses. Di tengah ancaman krisis air, pemerintah perlu berupaya untuk menjamin akses air bersih sebagai pemenuhan hak mendasar kepada seluruh masyarakat Indonesia. Akankah kita mampu melakukannya?
Ancaman krisis air bukan hanya isapan jempol semata. Di tengah tren pemanasan global, kerusakan lingkungan, krisis iklim hingga lonjakan populasi, sumber daya kehidupan yang paling penting ini terancam tak bisa diakses oleh semua orang.
Ancaman ini makin nyata mengingat dibandingkan dengan dekade 1960-an, kebutuhan(demand) air secara global telah melonjak hingga dua kali lipat, dan akan terus meningkat secara tajam dalam beberapa tahun ke depan.
Jika merujuk pada Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), terdapat dua jenis krisis air, yakni krisis air secara fisik atau absolut dan krisis air secara ekonomi. Pada jenis pertama, krisis terjadi ketika dalam suatu wilayah, tidak ada air yang mencukupi kebutuhan dari populasinya. Menurut data FAO, terdapat sekitar 1,2 miliar orang di dunia yang kini hidup di daerah yang mengalami krisis air absolut.
Sebagian besar populasi ini memang tinggal di daerah kering dan semikering. Namun, di beberapa daerah lainnya, kekeringan terjadi secara musiman. Menurut organisasi tersebut, dua pertiga dari populasi di bumi tinggal di daerah yang mengalami kekeringan, setidaknya selama satu bulan dalam setahun.
Selanjutnya, krisis ekonomi merujuk pada kelangkaan air akibat kurangnya infrastruktur atau buruknya manajemen air di suatu daerah. Hal ini ironis karena, pada umumnya, daerah yang terpapar krisis air secara ekonomi sebetulnya memiliki sumber daya air yang mencukupi untuk menopang kebutuhan penduduknya.
Sayangnya, beberapa kondisi seperti pencemaran air hingga privatisasi air justru membuat air menjadi kotor dan tidak layak untuk digunakan atau terlalu mahal untuk diakses oleh kelompok yang marjinal secara ekonomi. FAO memperkirakan terdapat 1,6 miliar penduduk di dunia yang saat ini terdampak krisis air dengan jenis ini.
Maka, secara umum terdapat dua faktor yang bisa mendorong terjadinya krisis air. Pertama, karena secara geografis di suatu wilayah tidak memiliki curah air hujan ataupun cadangan air di dalam tanah yang mencukupi. Namun, aktivitas manusia seperti industrialisasi hingga privatisasi juga bisa memutus akses ke air bersih.
Baca juga: Forum Air Dunia, Jangan Lupakan Palestina!
Ketahanan air
Di seluruh dunia, kekeringan memang mungkin tidak dirasakan oleh setiap negara. Meskipun begitu, negara yang terancam krisis air jumlahnya juga tidak sedikit. Salah satu data yang bisa menjadi acuan dalam melihat seberapa negara memiliki daya tahan terhadap ancaman krisis air adalah Aqueduct Water Risk Atlas yang dikeluarkan oleh World Resources Institute (WRI).
Berdasarkan data dari WRI pada 2023, terdapat 25 negara yang terancam dihantam oleh krisis air. Hal ini ditunjukkan dari besarnya tekanan penggunaan air(water stress) yang dialami negara-negara ini setiap tahunnya.
Secara geografis, negara-negara ini sebagian besar berada di wilayah yang memang rentan mengalami krisis air fisik, seperti negara-negara kering di Timur Tengah, Afrika Utara, Afrika Selatan, dan Amerika Selatan.
Namun, ada juga negara seperti India, Pakistan, dan Bangladesh yang ancamannya lebih bersifat ekonomis. Artinya, di negara-negara ini, sumber air relatif tersedia, tetapi tidak mampu dimanajemen dengan baik oleh pemerintahnya.
Secara populasi, penduduk yang akan terdampak dari krisis air ini angkanya cukup mengerikan. Data dari WRI di atas menunjukkan bahwa sekitar seperempat dari penduduk dunia tinggal di daerah dengan tekanan penggunaan air yang sangat tinggi (extremely high).
Tak hanya itu, jika dijumlah dengan daerah dengan tingkat tekanan penggunaan air tinggi (high), jumlah penduduk yang terancam naik hingga 4 miliar orang atau separuh dari populasi dunia.
Baca juga: Peran Bank Air dalam Pembangunan Berkelanjutan
Ancaman krisis air di Indonesia
Dilihat dalam skala nasional, Indonesia sebetulnya masih relatif aman terkait dengan ancaman krisis air ini. Dari data WRI, tingkat tekanan penggunaan air Indonesia masih masuk ke kategori sedang-tinggi(medium-high). Tingkat risiko ini masih relatif setara dengan yang dialami beberapa negara besar seperti China, Australia, AS, dan Perancis.
Meskipun begitu, jika dilihat lebih dalam, beberapa daerah di Indonesia memiliki risiko krisis air yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Di Pulau Jawa, misalnya, risiko krisis airnya masuk ke kategori sangat tinggi, di atas beberapa wilayah lain seperti di Maluku dan Kalimantan. Di Jawa, hanya di wilayah Jawa Timur, tepatnya di Kota Surabaya dan sekitarnya, yang tingkat kerentanannya berada di level ”tinggi”.
Jika dilihat dari jenis krisisnya, ancaman di Jawa ini cenderung ke krisis air absolut. Hal ini tecermin dari data WRI, di mana apabila dari dimensi risiko krisis air ekonomi seperti regulasi dan manajemen air, tingkat ancaman krisis air di Jawa menurun satu tingkat. Sementara dalam dimensi krisis absolut, terutama dalam aspek tekanan terhadap penggunaan air dan risiko kekeringan, skor kerentanan di pulau ini menunjukkan tingkat sangat tinggi.
Ditelaah lebih dalam, tingginya tekanan penggunaan air ini didorong oleh beban populasi di Jawa yang sudah terlampau tinggi. Dengan luasan sekitar 7 persen dari total wilayah, Jawa menampung sekitar separuh dari total populasi Indonesia. Tak heran, pulau ini masuk ke dalam kategori sangat padat dengan tingkat kepadatan penduduk di atas seribu orang per km persegi.
Baca juga: Mengelola Air untuk Keberlangsungan Kehidupan
Upaya mitigasi
Meski secara umum risiko Indonesia tidak setinggi beberapa negara lainnya, upaya mitigasi krisis air tetap harus dilakukan oleh pemerintah. Dalam peraturan perundang-undangan, upaya untuk mencegah terjadinya krisis air ini tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2023 tentang Kebijakan Nasional Sumber Daya Air.
Selain itu, langkah-langkah terkait ketahanan air juga dapat ditemukan dalam Rencana Strategis 2020-2024 Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR. Dalam dokumen ini disebutkan beberapa langkah yang akan ditempuh pemerintah dalam memitigasi krisis air, seperti peningkatan infrastruktur sumber daya air, pengelolaan air tanah dan air baku secara berkelanjutan, hingga perbaikan sarana dan prasarana air baku komunal.
Di luar langkah-langkah tersebut, Pemerintah Indonesia juga cukup aktif untuk melakukan diplomasi air. Berbagai langkah telah dilakukan Pemerintah Indonesia di lingkungan global untuk mengatasi isu ketahanan air, seperti Indonesia Water Fund (IWF) yang diluncurkan pada momen pertemuan G20 tahun 2022.
Tak hanya itu, pada kesempatan World Water Forum 2024, Indonesia juga berhasil mengajak sejumlah negara dan organisasi internasional untuk ikut mengatasi persoalan terkait air dan sanitasi di Indonesia dengan nilai investasi miliaran dollar AS hingga beberapa tahun ke depan.
Upaya-upaya ini diharapkan bisa membantu Indonesia untuk tidak mengalami krisis air. Langkah ini tentunya akan makin ringan apabila dibantu dengan uluran tangan dari berbagai elemen, mulai dari komunitas internasional hingga masyarakat Indonesia sendiri.
Pada akhirnya, butuh upaya bersama untuk bisa memastikan keberlangsungan akses air bersih bagi seluruh rakyat di tengah meningkatnya ancaman krisis air di tahun-tahun mendatang. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Forum Air Sedunia dan Jejak Dunia Mencegah Krisis Air