Konten Edukatif Paling Diminati Audiens Berita Digital
Hanya 41 persen pengguna internet di Indonesia yang mengakses portal berita untuk mendapatkan informasi jurnalistik.
Oleh
YOHANES ADVENT KRISDAMARJATI
·4 menit baca
Pada era digital, banjir informasi menjadi sebuah keniscayaan yang mengisi berbagai platform media sosial dan juga kanal pemberitaan. Dampaknya, audiens pembaca, pemirsa, ataupun pendengar mengalami kejenuhan dan cenderung menghindari konten pemberitaan. Hal ini menjadi tantangan bagi perusahaan media untuk mengikis kejenuhan para audiens itu.
Keengganan mengonsumsi berita menjadi tanda situasi kejenuhan dan kelelahan terhadap mayoritas produk berita yang ada saat ini. Berita dapat diperoleh secara mudah melalui kanal media sosial dalam berbagai wujud, mulai dari bentuk teks, gambar, suara, hingga video. Saat ini, tanpa dicari sekalipun, para audiens dapat relatif mudah terpapar berita setiap saat.
Merujuk dari laporan ”Journalism, Media, and Technology Trends and Predictions 2024”, beberapa perusahaan pers yang memantau perilaku audiens produk pers memandang bahwa Whatsapp, Tiktok, mesin pencarian Google, dan Youtube menjadi kanal yang disukai banyak orang dalam mencari berita.
Kecenderungan dalam mencari berita melalui kanal media sosial tersebut juga terjadi di Indonesia. Hal ini tecermin dari publikasi ”Digital 2024: Indonesia” rilisan We Are Social yang menunjukkan bahwa hanya 41 persen pengguna internet di Indonesia yang secara khusus mengakses portal berita ataupun aplikasi berita untuk mendapatkan informasi jurnalistik. Angka tersebut terpaut jauh dengan pengakses media sosial yang mencapai 98,4 persen.
Dalam era ekosistem informasi media sosial, perusahaan pers tentu beradaptasi dengan platform yang digadrungi oleh audiens demi menjaga relasi dan menggaet audiens berusia muda. Hanya saja, jurus menghadirkan konten di berbagai platform itu pun belum cukup menarik minat audiens dalam mengonsumsi berita.
Ada sejumlah faktor yang diindikasi sebagai penyebabnya. Salah satunya terletak pada ketidaksinambungan antara kebutuhan audiens dan konten yang diproduksi perusahaan pers.
Mantan jurnalis BBC dan sekarang menjadi konsultan media independen, Dmitry Shishkin, memiliki alternatif rumusan solusi dan inovasi untuk mempertemukan antara kebutuhan berita dan produksi konten dari perusahaan pers. Dmitry pada tahun 2016-2021 melakukan riset terhadap konten berita dari BBC Rusia tempat ia bekerja.
Riset dilakukan dengan mengelompokkan jenis artikel berdasarkan enam kategori. Terdiri dari update me yang berbentuk berita harian atau straight news, kemudian keep me on trend yang memuat info seputar gaya hidup dan hiburan serta ulasan peristiwa yang memungkinkan audiens tidak tertinggal perkembangan suatu topik. Kategori yang ketiga adalah give me perspective yang dapat dijawab kebutuhannya dengan opini terkait peristiwa terkini.
Selanjutnya, kategori educate me yang membutuhkan konten edukatif, misalnya tentang linimasa suatu peristiwa atau sejarah tentang lembaga, tokoh, atau peristiwa penting, juga terkait latar belakang suatu peristiwa yang tidak diulas pada konten berjenis laporan peristiwa.
Kategori kelima adalah inspire me dapat dipenuhi dengan konten kisah inspiratif dari sosok atau konten pemantik ide kreatif, seperti resep masakan.
Terakhir, divert me atau kategori untuk audiens yang sungguh jenuh dengan isu arus utama (mainstream) sehingga konten yang disodorkan memuat topik yang sedang tidak menjadi perhatian publik.
Meningkatkan jumlah konten yang diminati
Pada riset tersebut, data awal dikumpulkan pada rentang Agustus-Desember 2016 pada produk jurnalistik BBC Rusia dan diperoleh sebanyak 5.099 artikel. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.743 artikel merupakan kategori straight news. Artinya, energi yang dicurahkan oleh awak media mayoritas untuk memproduksi informasi faktual sehari-hari. Ditilik dari performa keterbacaannya, artikel dari BBC Rusia itu memperoleh rata-rata 8.833 pageview pada setiap artikelnya.
Performa tersebut terbilang relatif rendah ketika dibandingkan dengan data Agustus-Desember 2021 setelah dilakukan perubahan kebijakan redaksi untuk menyajikan tulisan sesuai yang diminati audiens. Hasilnya, pada akhir 2021, jumlah artikel yang diproduksi dalam lima bulan hanya 1.999 artikel, atau sekitar 60 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Artinya, para jurnalis memperoleh keringanan beban kerja dari segi jumlah konten yang dipublikasikan.
Meskipun secara kuantitas menurun, dengan menyajikan konten sesuai minat audiens, BBC Rusia berhasil meningkatkan performa pageview per konten sebesar 188,7 persen. Merujuk pada hasil eksperimen tersebut, setidaknya terdapat dua hal pencapaian. Pertama, meningkatkan jumlah audiens dan yang kedua lebih efisien dalam jumlah produksi konten karena relatif lebih tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Jenis konten yang paling banyak dipangkas adalah yang berupa laporan peristiwa, ditekan hingga sekitar 70 persen dibandingkan kondisi awal. Hal ini dapat dipahami bahwa informasi berupa laporan peristiwa saat ini sudah banyak yang memproduksi. Produsen berita peristiwa tidak hanya domain perusahaan pers, tetapi juga individu-individu yang terkoneksi dengan internet sehingga berita peristiwa sangat majemuk sumber asal narasinya.
Untuk konten yang didorong bertambah produksinya guna meningkatkan jumlah pembaca adalah yang bernuansa educate me. Audiens lebih membutuhkan konten yang menjelaskan duduk perkara suatu peristiwa, atau kaitannya dengan peristiwa lain yang tidak sekadar mengetahui peristiwa apa adanya saja.
Salah satu contohnya, ketika terjadi serangan Iran terhadap Israel dan serangan balasan Israel kepada Iran. Audiens lebih tertarik pada konten yang menjelaskan mengapa hal itu terjadi dan bagaimana arah perkembangan konflik itu berikut dampak-dampak penyertanya. Jadi, tidak hanya berhenti pada peristiwa serangan itu saja.
Eksperimen yang dilakukan Dmitry pada BBC Rusia juga dilakukan oleh Aliya Itzkowitz, konsultan senior dari Financial Times Strategies, terhadap tiga perusahaan pers di Inggris. Hasil yang diperoleh pun serupa. Konten yang diproduksi mayoritas pada laporan peristiwa harian dengan performa keterbacaan rendah, sedangkan konten pada kategori educate me yang banyak diminati audiens jumlahnya sedikit.
Dari hasil riset tersebut, tampak audiens menghindari produk pers bukan hanya karena kejenuhan, melainkan juga karena minimnya jenis konten yang mereka minati. Fenomena audiens berita di Rusia dan Inggris itu kemungkinan juga terjadi di negara-negara lainnya, termasuk Indonesia.
Bisa jadi, untuk dapat menggaet kembali audiens, terutama yang berusia muda, perlu adanya kebijakan dari institusi media massa untuk meningkatkan produksi konten edukatif. Berita-berita yang disajikan tidak sekadar informatif, tetapi juga sarat akan ilmu dan wawasan. (LITBANG KOMPAS)