Jejak Prestasi Timnas Sepak Bola Indonesia di Level Asia
Sejarah mencatat, tim nasional sepak bola Indonesia pernah berjaya di Asia terutama pada masa awal kemerdekaan.
Oleh
DWI ERIANTO
·5 menit baca
Prestasi baru diukir tim nasional Indonesia U-23 di Piala Asia 2024. Timnas Indonesia lolos ke babak semifinal. Lolosnya timnas Indonesia U-23 di Piala Asia 2024 seakan membangkitkan kembali memori Indonesia sebagai salah satu ”Macan Asia” terutama di awal-awal masa kemerdekaan.
Pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno, sepak bola Indonesia pernah berjaya di kancah Asia dan internasional. Timnas pada masa Orde Lama tidak dipegang oleh pelatih lokal, tetapi ditangani dua pelatih asing, yakni Choo Seng Quee dari Singapura (1951-1953) dan Antun Pogacnik dari Yugoslavia (1954-1964). Choo Seng Quee berhasil membawa timnas hingga babak perempat final Asian Games I yang digelar di New Delhi pada 1951.
Adapun timnas Indonesia yang diasuh Antun Toni Pogacnik berhasil menembus semifinal Asian Games 1954 di Manila. Empat tahun kemudian, timnas Indonesia kembali menembus semifinal dan meraih medali perunggu di Asian Games 1958 Tokyo. Medali perunggu di cabang sepak bola itu merupakan medali pertama Indonesia pada turnamen resmi internasional.
Selain sukses di ajang Asia, timnas Indonesia asuhan Pogacnik juga tampil cemerlang di Olimpiade 1956 di Melbourne. Timnas Indonesia mengejutkan dunia dengan menahan imbang raksasa Uni Soviet dengan skor 0-0. Timnas Indonesia yang berlaga di Olimpiade 1956, antara lain, Maulwi Saelan, Endang Witarsa, Thio Him Tjiang, Ramlan, dan Rusli Ramang.
Pogacnik berhasil membentuk skuad yang dihuni pemain-pemain yang mampu bersaing di pentas internasional. Pogacnik tercatat sebagai orang pertama yang meletakkan dasar permainan sepak bola modern di Indonesia. Kala itu, Pogacnik membawa skuad Indonesia melakukan pemusatan latihan di sejumlah negara Eropa Timur, seperti Uni Soviet, Jerman Timur, Yugoslavia, dan Ceko.
Timnas besutan Toni Pogacnik itu juga mengejutkan di ajang Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia. Meski gagal meraih medali, tim sepak bola Indonesia berhasil mencapai babak perempat final sebelum dikalahkan raksasa sepak bola dunia saat itu, Uni Soviet.
Timnas asuhan Pogacnik juga sukses di Merdeka Games 1961 yang digelar di Malaysia. Indonesia berhasil menggondol gelar juara menyisihkan para pesaing, seperti Singapura, Thailand, Hong Kong, Malaysia, dan bahkan Korea Selatan. Gelar juara Merdeka Games 1961 itu pun diraih tanpa terkalahkan sepanjang turnamen.
Pagacnik menangani timnas hingga tahun 1964. Ia mundur setelah gagal mencapai target medali di ajang Asian Games 1962 yang digelar di Jakarta. Meski demikian, Pogacnik disebut-sebut sebagai bapak sepak bola modern Indonesia karena sebagai orang pertama yang meletakkan dasar permainan sepak bola modern di Indonesia.
Rangkaian prestasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah pada masa Presiden Soekarno yang menjadikan olahraga sebagai alat menyatakan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa.
Selain itu, presiden pertama itu pun menggunakan olahraga termasuk cabang sepak bola sebagai alat membangun karakter manusia Indonesia yang bercirikan kuat, sehat, berani, kerja keras, dan sportif. Timnas sepak bola Indonesia pun diberangkatkan mengikuti serangkaian kejuaraan olahraga bergengsi, seperti Olimpiade, Asian Games, dan pertandingan persahabatan internasional hingga Eropa.
Prestasi Timnas Indonesia pada masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, timnas sepak bola Indonesia masih disegani di ASEAN, bahkan di Asia. Di tingkat Asia, misalnya, prestasi timnas adalah lolos ke babak semifinal sepak bola Asian Games Tahun 1986. Namun, timnas gagal meraih medali perunggu setelah kalah dari Kuwait 0–5 di Stadion Olimpiade, Seoul, Korea Selatan.
Sebelumnya, timnas Indonesia juga berlaga hingga babak perempat final di Asian Games 1966 dan Asian Games 1970. Adapun di ajang Piala Dunia 1986 di Meksiko, timnas lolos ke putaran II Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia.
Pada masa Orde Baru tercatat 12 pelatih lokal yang membesut tim Garuda. Mulai dari Endang Witarsa (1966-1970) sampai Danurwindo (1995-1996). Sementara pelatih asing tercatat sembilan nama yang pernah menangani tim Garuda yang semuanya berasal dari Eropa.
Pada awal Orde Baru, satu nama pelatih yang melegenda adalah Endang Witarsa (1966-1970). Bersama timnas Indonesia ia sudah melalui beberapa laga internasional. Pelatih yang akrab disapa Opa Endang itu sudah menggondol gelar Piala Raja (Bangkok/1968), Merdeka Games (Malaysia/1969), dan Aga Khan Cup (Banglades/1969). Selain itu, Endang Witarsa juga mendampingi timnas Garuda hingga babak perempat final di Asian Games 1966 dan 1970.
Pelatih lainnya yang terbilang sukses menangani timnas Indonesia pada masa Orde Baru adalah Sinyo Aliandoe dan Bertje Matulapelwa. Sinyo mendamping timnas berjuang lolos ke Piala Dunia 1986 Meksiko.
Timnas Indonesia di tangan Sinyo melangkah ke babak kedua Zona B AFC Kualifikasi Piala Dunia 1986 setelah lolos dari penyisihan grup yang dihuni India, Thailand, dan Bangladesh. Namun, di putaran kedua zona Asia, timnas menuai kekalahan 0-2 dan 1-4 dari Korea Selatan sehingga mengubur mimpi Indonesia mewakili Asia lolos dalam putaran final di Meksiko.
Adapun Bertje mampu mempersembahkan medali emas sepak bola di ajang SEA Games 1987 di Jakarta. Bartje juga terbilang sukses membawa timnas sepak bola hingga semifinal di ajang Asian Games 1986 di Seoul, Korea Selatan. Di babak semifinal yang digelar di Stadion Olimpiade Seoul, timnas dikalahkan tuan rumah Korsel dengan skor 0-4.
Pada akhir Orde Baru, peringkat Indonesia di FIFA meningkat di posisi ke-76 dari 208 total negara anggota FIFA. Selain faktor pelatih, faktor lainnya yang turut memengaruhi peningkatan pada masa Orde Baru itu adalah kompetisi dan pembinaan usia muda, penyatuan kompetisi Perserikatan dan Galatama melahirkan Liga Indonesia, serta masuknya pemain-pemain asing di Liga Indonesia sehingga membuat pemain lokal lebih berkembang.
Era Reformasi hingga masa kepelatihan Shin Tae-yong
Pada masa awal reformasi, skuad Garuda berhasil lolos ke putaran final Piala Asia 2000 di Lebanon setelah tak terkalahkan di babak kualifikasi. Namun, di putaran final Piala Asia 2000, timnas Indonesia yang dilatih Nandar Iskandar gagal lolos dari fase grup karena kalah dari China dan Korea Selatan.
Pada era selanjutnya (2003-2011), prestasi timnas terbilang meredup. Dua kali timnas lolos di Piala Asia 2004 dan 2007, tetapi selalu gagal di babak awal. Bahkan, tahun 2011, timnas gagal lolos di babak kualifikasi.
Pada era ini, timnas pernah ditangani Pelatih Peter Withe (2004-2007) dan Ivan Kolev (2007). Peter Withe mendampingi timnas di ajang Piala Asia U-20 2004 dan hanya sampai di babak penyisihan grup. Sementara Ivan Kolev baru mampu mengantarkan timnas Garuda ke babak penyisihan grup Piala Asia 2007.
Selanjutnya, timnas Indonesia dilatih Luis Milla dan Simon McMenemy. Selama menukangi timnas senior dan U-23, Luis Milla membawa timnas sepak bola U-23 Indonesia hingga babak 16 besar Asian Games 2018.
Sementara McMenemy yang mendampingi timnas di Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia tak sekali pun mempersembahkan kemenangan. Dalam lima kali pertandingan di Grup G Zona Asia, timnas Indonesia selalu kalah dan menempati dasar klasemen.
PSSI kemudian mengganti McMenemy pada November 2019 dan menunjuk Shin Tae-yong asal Korea Selatan. Shin Tae-yong diberi tugas melatih tim Indonesia U-20, U-23, dan senior.
Di level Asia, Shin Tae-yong membawa timnas senior hingga babak 16 besar Piala Asia Qatar 2023. Selain itu, Shin Tae-yong juga membawa timnas U-23 melaju ke babak semifinal Piala Asia U-23 2024 yang saat ini sedang berlangsung di Qatar. (LITBANG KOMPAS)