Said Abdullah Memenangi Madura, Kekuatan Tokoh Lebih Menentukan di Jatim XI
Kuatnya sosok tokoh menjadi kunci kemenangan politik di dapil Jatim XI dibandingkan ikatan antara pemilih dan partai.
Sejumlah fenomena menarik muncul dari hasil pemilihan legislatif di daerah pemilihan Jawa Timur XI yang wilayahnya meliputi Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Secara sekilas tampak bahwa wilayah di Pulau Madura ini memiliki keterikatan politik yang kuat terhadap partai-partai ”lama” yang menghiasi perpolitikan Indonesia.
Hal ini tampak dari tiga partai politik dengan raihan suara teratas dalam Pileg DPR 2024 berturut-turut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Tiga partai ini merupakan tiga poros politik yang telah terbentuk berdekade silam sejak masa Orde Baru. Jika dilihat dari perolehan total suara caleg dan partai, PDI-P memperoleh 659.980 suara atau 22,16 persen.
Berikutnya, Golkar menyusul dengan perolehan 509.793 suara atau 17,12 persen. Pada posisi ketiga, PPP meraih 408.412 suara atau 13,71 persen. Apabila dilanjutkan, berturut-turut Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memperoleh 316.380 suara atau 10,62 persen serta Partai Amanat Nasional (PAN) dengan 269.199 suara atau 9,04 persen.
Sekali lagi, tampak bahwa pemilih di Pulau Madura cenderung melimpahkan suara kepada partai dengan tradisi lama. Tiga partai teratas sudah ada sejak era Orde Baru, sementara dua partai yang menyusul lahir pada era Reformasi.
Setelah lima partai di atas, barulah mengikuti Nasdem, Demokrat, dan Gerindra. Ketiga partai yang relatif lebih baru dibandingkan lima partai di atas mendapatkan suara lebih kurang 8 persen. Namun, benarkah keterikatan pemilih di Madura lebih pada partai politik?
Baca juga: Madura dan Sikap Perlawanan
Kekuatan tokoh
Merujuk pada hasil pileg DPR di atas, sekilas tampak bahwa partai-partai lama memiliki basis pemilih yang kokoh di Pulau Madura. Akan tetapi, jika diselisik lebih dalam, nyatanya pemilih di Madura memiliki keterikatan lebih kuat terhadap sosok caleg ketimbang partai politik. Hal ini tampak dari sedikitnya pemilih yang mencoblos partai.
Dengan sistem terbuka, pemilih di Madura lebih dominan mencoblos tokoh caleg langsung dibandingkan partai. Tampak dari hasil perolehan PDI-P, misalnya, dari total 659.980 suara, sebanyak 528.815 suara didapatkan caleg nomor urut 1, yakni MH Said Abdullah.
Dengan kata lain, kader senior PDI-P yang telah bergabung sejak tahun 1980-an dan sejak tahun 2004 menjadi anggota DPR ini mendapat 80,1 persen dari total suara PDI-P di Madura. Bahkan, jika dilihat jumlahnya, hanya 8.087 pemilih yang mencoblos gambar partai PDI-P atau 1,2 persen.
Selain itu, MH Said Abdullah berpotensi menjadi caleg dengan raihan suara terbanyak di seluruh Indonesia dalam pemilu kali ini.
Kecenderungan yang mirip, tetapi dengan situasi sedikit berbeda, terjadi pada Partai Golkar. Dari total 509.793 suara yang masuk untuk partai ini, hanya 1.349 pemilih yang mencoblos partai atau 0,3 persen saja. Sementara caleg Golkar dengan raihan suara terbanyak adalah Eric Hermawan dengan perolehan 155.619 suara.
Uniknya, Eric bukanlah caleg di nomor urut 1, melainkan nomor urut 4. Di samping itu, sebenarnya ada tiga caleg Golkar lain yang meraih suara di atas 100.000, yakni Akhmad Ma’ruf, Aliyono, dan Syamsul Arifin. Namun, Eric Hermawan meraih suara terbanyak sebab mampu mendominasi di Bangkalan dan meraih suara yang bersaing di Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Fenomena sosok kuat sebagaimana MH Said Abullah terjadi pada Achmad Baidowi. Caleg nomor urut 1 dari PPP ini meraih 359.189 suara dari total suara untuk PPP sebesar 408.412 suara. Artinya, Baidowi menyumbang 87,9 persen suara untuk partai bergambar Kabah ini di Madura.
Tak hanya pada ketiga partai di atas, kuatnya sosok yang menentukan perolehan suara partai di Pulau Madura juga terjadi pada partai lain. Hasani bin Zuber dari Partai Demokrat meraih 236.655 suara atau 89,1 persen dari total suara Demokrat. Selain itu, Imron Amrin dari Partai Gerindra meraih 219.778 atau 88,7 persen dari total suara Gerindra. Sementara dari PKB, H Syafiuddin meraih 207.478 suara atau 65,6 persen dari total raihan partai ini.
Apa yang tergambar dari data di atas menguatkan bahwa faktor tokoh lokal sangat menentukan kemenangan politik di wilayah Madura. Akan tetapi, tatkala berbicara mengenai pemilu legislatif, ada dua hal yang harus diperhitungkan, yakni ambang batas parlemen dan juga model perhitungan Sainte Lague.
Baca juga: Madura, Mahfud MD, dan Pertaruhan Elektoral Pemilu 2024
Proyeksi kursi DPR
Dengan adanya ambang batas parlemen, jika tidak ada perubahan hasil pileg yang dibacakan KPU pada 20 Maret 2024, posisi tidak mengenakkan harus dihadapi oleh Achmad Baidowi.
Meskipun meraih suara tertinggi sebagai caleg PPP hingga menyokong partai ini meraih suara terbanyak ketiga di pulau Madura, Baidowi berpotensi tidak lolos sebagai anggota DPR 2024-2029.
Dari hasil yang dibacakan KPU, PPP meraih 3,87 persen suara nasional alias kurang 0,13 persen suara dari ambang batas yang ditetapkan sebesar 4 persen.
Dengan begitu, muncul potensi suara Achmad Baidowi akan terbuang. Padahal, Baidowi meraih 12 persen suara pemilih di Madura, bahkan di tingkat nasional Baidowi sangat mungkin berada di posisi ketiga caleg dengan raihan suara tertinggi.
Angkanya berselisih sekitar 15.000 suara dengan Dedi Mulyadi yang berada di urutan kedua nasional. Dedi merupakan caleg DPR dari Partai Gerindra yang bertarung di wilayah dapil Jawa Barat VII.
Berikutnya, hasil proyeksi Litbang Kompas mengacu pada hasil penetapan KPU Jatim dihitung dengan metode Sainte Lague, terdapat tujuh partai yang akan mengantarkan calegnya menuju Senayan. Dari delapan kursi jatah dapil Jatim XI, PDI-P berpotensi mendapatkan dua kursi.
Jatah PDI-P akan jatuh pada MH Said Abdullah sebagai ”raja” pileg kali ini. Sementara satu kursi lainnya akan didapatkan oleh Ansari, caleg PDI-P dengan raihan terbanyak kedua, yakni 76.907 suara. Ansari seakan mendapatkan efek ekor jas dari Said Abdullah.
Pasalnya, terdapat caleg lain dengan raihan suara lebih tinggi dari Ansari, tetapi tidak berhasil lolos. Sementara Ansari lolos sebab PDI-P mendapatkan jatah dua kursi dengan kontribusi signifikan dari Said Abdullah untuk kemenangan partai berlogo banteng ini.
Sementara enam kursi lainnya diproyeksi akan didapatkan oleh Eric Hermawan dari Golkar, H Syafiuddin dari PKB, Slamet Ariyadi dari PAN, Willy Aditya dari Nasdem, Hasani bin Zuber dari Demokrat, serta Imron Amin dari Gerindra.
Dari apa yang terjadi di Madura, tampak bahwa dengan karakter tokoh lokal yang kuat, sistem pemilihan terbuka membuat pemilu sangat dinamis dalam kontestasi pemilihan legislatif.
Meskipun demikian, ketepatan tokoh memilih partai, pun sebaliknya, serta kalkulasi yang tepat memperhitungkan ambang batas parlemen, ditambah model perhitungan Sainte Lague, menjadi kunci keberhasilan caleg melenggang ke Senayan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Di Jatim, Peta Kursi Saat Ini Berpotensi Berubah Dibanding 2019