Beda Usia, Beda Selera Capres
Makin muda usia pemilih, ketertarikan terhadap pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka makin kuat.
Jika dicermati, makin muda usia pemilih, ketertarikan terhadap capres-cawapres Prabowo-Gibran makin kuat. Hal itu tak lepas dari hadirnya kandidat berusia muda dan strategi kampanye dengan berbagai hal kekinian.
Secara umum suara generasi muda terkonsentrasi pada calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hal itu mengindikasikan adanya perbedaan selera politik mereka dengan generasi di atasnya. Kesimpulan itu terekam dalam hasil survei pascapencoblosan (exit poll) Pemilu 2024 oleh Litbang Kompas, 14 Februari 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Secara umum, pilihan semua generasi pada Pemilihan Presiden 2024 mengerucut pada pasangan Prabowo-Gibran. Tingkat keterpilihan pasangan calon nomor urut 2 itu dalam rentang 43,1 persen hingga 65,9 persen dari berbagai generasi.
Menariknya, jika dicermati lebih dalam, makin muda usia pemilih, ketertarikan pada Prabowo-Gibran makin kuat. Sementara makin dewasa usia pemilih, keyakinannya untuk memberikan suara kepada pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD terpantau lebih tinggi.
Survei exit poll menemukan, dari 100 persen responden generasi muda, lebih dari separuhnya memilih pasangan Prabowo-Gibran. Secara lebih spesifik, pemilih milenial muda (26-33 tahun) mencapai 59,6 persen dan milenial madya (34-41 tahun) sebesar 54,1 persen. Lebih besar lagi, dua pertiga bagian dari generasi Z (17-25 tahun) yang menjadi generasi termuda saat ini juga melabuhkan pilihan mereka kepada Prabowo-Gibran.
Baca juga: Prabowo-Gibran Unggul di Semua Gugus Pulau
Pilihan generasi muda kepada Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud cenderung lebih minim. Hanya dua dari 10 responden milenial dan gen Z yang menaruh kepercayaan suara mereka kepada Anies-Muhaimin. Sementara untuk Ganjar-Mahfud berada pada kisaran 9,6-13,9 persen.
Pola ini sejatinya sudah terlihat sejak survei Litbang Kompas pada Desember 2023. Lebih dari setengah generasi Z (54,7 persen) pada Desember 2023 menjatuhkan pilihan kepada pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran. Sementara 23,2 persen lainnya terdistribusi ke pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.
Sosok muda
Munculnya sosok anak muda pada bursa capres-cawapres 2024 tampaknya cukup berhasil memengaruhi arah dukungan politik para pemilih pada pemilu kali ini. Pasalnya, dalam pemilu sebelumnya keterbelahan antargenerasi ini tidak terlalu menonjol.
Sebagai gambaran, pada Pemilu 2019, sebanyak 53,3 persen tertuju pada pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Sementara 46,7 persen sisanya mendukung Prabowo-Sandiaga Uno. Padahal, hadirnya Sandiaga yang mendampingi Prabowo kala itu disebut-sebut sebagai representasi anak muda. Pasalnya, usia Sandiaga yang saat itu masih di bawah 50 tahun sehingga jauh lebih muda dari ketiga sosok capres-cawapres lainnya. Namun, keberadaan Sandiaga belum cukup maksimal menggaet dukungan suara anak muda.
Fenomena lima tahun lalu tersebut terlihat berbeda dengan pemilu kali ini. Kehadiran Gibran yang berusia 36 tahun terbukti mampu memikat kaum muda. Tak heran jika kemudian sebagian besar generasi muda memercayakan suara mereka kepada pasangan nomor urut 2 ini.
Baca juga: Efek Ekor Jas Tak Terlihat di Pemilu 2024
Ditambah lagi dengan strategi kampanye ”gemoy” yang dilakukan Prabowo-Gibran bersama seluruh tim pemenangannya. Bahasa-bahasa, foto, hingga gestur khusus yang bernuansa kekinian ditampilkan sebagai upaya pendekatan kepada pemilih muda yang memegang proporsi terbesar pada pemilu kali ini. Konten-konten kampanye gemoy didistribusikan, baik di baliho, media massa, maupun media sosial yang sangat identik dengan anak muda masa kini.
Apalagi, pola konsumsi media sosial untuk mencari informasi terkait pemilu cukup besar. Survei Kompas Desember 2023 juga merekam, sebanyak 29,4 persen responden mengakses media sosial untuk membaca dan melihat konten terkait pemilu (Kompas, 14/12/2023). Kehadiran konten politik, khususnya melalui media sosial, yang dinilai sejalan dengan selera generasi muda ini cukup ampuh. Ditambah lagi pengikut media sosial Prabowo-Gibran pun yang tertinggi di antara paslon lainnya.
Konstitusi dan ”unhistory”
Berbeda dengan generasi muda, generasi yang lebih senior tampaknya memiliki sudut pandang yang berbeda, terkhusus dalam menyikapi kampanye gemoy. Bagi kaum yang lebih dewasa, kampanye yang dinarasikan dalam diksi dan gestur lucu justru dipandang sebagai bentuk peremehan terhadap kaum muda. Hal ini, antara lain, diserukan oleh Forum Lintas Generasi. Forum ini juga mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak, visi, misi, dan program yang ditawarkan kandidat (Kompas.id, 27/11/2023).
Begitu pula halnya dengan cara pandang generasi senior terhadap tegaknya nilai-nilai demokrasi dan konstitusi dalam proses pemilu. Generasi ini juga memiliki memori beratnya memperjuangkan reformasi demokrasi yang harus dibayar dengan harga yang mahal, hingga pertaruhan nyawa.
Baca juga: ”Jokowi Effect” Picu Jagoan PDI-P Terpuruk di Kandang Banteng
Generasi yang lebih matang ini tampaknya cukup mempertimbangkan kedua hal tersebut dan lebih banyak memberikan dukungan kepada Anies-Muhaimin ataupun Ganjar-Mahfud. Sementara bagi kaum muda, peristiwa tersebut berjarak dengan kehidupan mereka saat ini karena tidak mengalami langsung. Ditambah lagi, generasi muda saat ini juga memiliki beban riil dan tidak kalah berat, salah satunya fenomena generasi sandwich yang membuat mereka lebih fokus pada persoalan-persoalan masa kini yang mereka hadapi.
Selain sosok yang menjadi pilihan publik, fenomena lain yang dapat diamati dari karakter masyarakat lintas generasi ialah karakter pemimpin idaman. Sebagaimana pilihan yang terkonsentrasi, tergambar pula pola kesamaan selera dari semua generasi pemilih pada karakter pasangan calon yang akan memimpin bangsa ini selama lima tahun ke depan. Sosok tegas dan merakyat masih menjadi idaman pemilih dari semua generasi dan usia. Sosok yang mampu menghadirkan program dan agenda yang masuk akal pun menjadi salah satu pertimbangan utama para pemilih dari segala generasi memercayakan suaranya.
Meskipun demikian, jika ditelisik lebih mendalam, selera kaum muda pada sosok yang berani dan tegas lebih tinggi ketimbang generasi lainnya. Generasi tengah hingga tua lebih memberatkan pilihan pada kepribadian yang merakyat.
Terlepas dari perbedaan selera yang ada, siapa pun presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti memiliki tugas utama yang sama, yakni melayani masyarakat. Tak hanya yang muda ataupun yang tua, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia yang harus terpenuhi seluruh hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Segala program dan agenda yang dijanjikan harus diwujudkan demi kemaslahatan bersama dan keberlanjutan Indonesia. (LITBANG KOMPAS)