Partai Gelora, Memperkuat Gelombang Kebangkitan Rakyat Indonesia
Partai Gelora Indonesia siap berkontestasi di Pemilu 2024 dengan jati diri sebagai partai Islam-nasionalis dan fokus pada kemanusiaan serta kesejahteraan.
Oleh
Vincentius Gitiyarko, Litbang Kompas
·4 menit baca
Partai Gelombang Rakyat Indonesia atau Gelora akan menjalani kontestasi politik di Pemilu 2024. Selain visi dan misi yang ditawarkan, sosok-sosok sentral dalam tubuh partai juga akan menentukan bagaimana perjalanan Partai Gelora di pemilu perdananya.
”Gerakan gelombang kebangkitan rakyat Indonesia itu harus kuat dan masif, berderu-deru bagai gelombang samudra dari gelora cita dan cinta yang tak terbendung, menyatukan dan melibatkan seluruh elemen kekuatan rakyat.” Demikianlah Partai Gelora mendefinisikan gerakan ideologisnya, sebagaimana termaktub dalam alinea keenam manifesto politiknya.
Partai Gelora Indonesia menjadikan Sumpah Pemuda sebagai fondasi gerakannya. Bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2019, pendirian partai ini dideklarasikan. Dalam manifesto politik partai disebutkan, Sumpah Pemuda yang dipandang sebagai penanda lahirnya bangsa Indonesia layak dipilih sebagai momentum peresmian piagam pendirian partai.
Setelah pendirian dilakukan, pelantikan pimpinan 34 dewan pimpinan wilayah Partai Gelora Indonesia digelar pada 10 November 2019. Sekitar empat bulan berselang, Partai Gelora lalu mendaftarkan badan hukumnya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kemudian terbitlah Surat Keputusan Menkumham tentang Badan Hukum Partai Gelora pada 19 Mei 2020. Momentum sekaligus pencapaian penting Partai Gelora berikutnya terjadi pada Desember 2022. Komisi Pemilihan Umum menetapkan Partai Gelora menjadi salah satu dari 18 partai politik nasional yang akan berkontestasi dalam Pemilu 2024.
Di Anggaran Dasar Partai Gelora bisa ditemukan lima kata kunci penting yang dipilih sebagai jati diri partai ini, yakni Islam, nasionalis, demokrasi, kemanusiaan, dan kesejahteraan. Dua poin pertama tampak menjadi hal menarik dicermati. Tatkala secara ideologis partai-partai Indonesia dikategorikan dalam dua kutub, yakni Islam dan nasionalis, Gelora memilih mempertemukannya.
Dalam penjabaran lebih lanjut pada Pasal 6 Anggaran Dasar, nilai-nilai keislaman dipandang mumpuni untuk menjadi energi yang menyatukan Tanah Air dan rakyat. Ditambahkan pula, norma dan etika serta penghormatan terhadap segenap agama yang berketuhanan Maha Esa dijunjung tinggi.
Sementara dalam soal nasionalisme, Gelora mendefinisikan jati dirinya dalam wujud rasa cinta, setia, dan semangat membela Tanah Air dengan menjunjung tinggi perbedaan suku, ras, agama, serta golongan. Dari dua kata kunci pertama ini, tampak Partai Gelora ingin meleburkan Islam dan nasionalisme tanpa melihatnya dikotomis.
Dua kata kunci terakhir dalam hal jati diri partai ini patut pula dilihat. Kemanusiaan dan kesejahteraan menjadi fokus yang ingin diberi perhatian oleh Partai Gelora. Kemanusiaan yang dimaksud ialah semangat mendudukkan manusia dan sifat kemanusiaan di tempat yang mulia sebagai pijakan pengambilan kebijakan negara.
Sementara kesejahteraan yang dimaksud adalah semangat mengelola bumi, air, dan udara serta kekayaan alam negara Indonesia demi peningkatan standar kualitas hidup dan kemakmuran rakyat.
Aktor
Meski akan menjalani debutnya sebagai partai baru di Pemilu 2024, aktor-aktor yang berada dalam partai ini bukanlah politisi kemarin sore. Petinggi partai ini, misalnya Anis Matta sebagai ketua umum dan Fahri Hamzah sebagai wakil ketua umum, merupakan sosok yang sudah malang melintang dalam panggung politik Indonesia.
Muhammad Anis Matta merupakan salah satu pendiri sekaligus tokoh muda Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bahkan, ia pernah menjabat Presiden PKS dalam rentang waktu 1 Februari 2013 hingga 10 Agustus 2015. Ia mencapai posisi strategis tatkala terpilih menjadi anggota DPR pada periode 2004-2009, kemudian terpilih kembali pada periode 2009-2014 dan didapuk sebagai Wakil Ketua DPR.
Setali tiga uang dengan Anis Matta, Fahri Hamzah pun telah memiliki perjalanan panjang dalam dunia politik Indonesia. Nama Fahri Hamzah telah dikenal sejak 1998. Ia merupakan ketua umum pertama organisasi gerakan mahasiswa Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Organisasi ini menjadi salah satu gerakan mahasiswa yang sering disorot melakukan diskusi, rapat, hingga demonstrasi dengan tujuan menurunkan rezim penguasa kala itu, Orde Baru.
Pada tahun 2004, Fahri Hamzah, lewat PKS, terpilih menjadi anggota DPR. Lebih lanjut, pada periode 2014-2019, Fahri Hamzah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR Bidang Kesejahteraan Rakyat. Artinya, secara pengalaman, sekali lagi, para petinggi Gelora sudah banyak makan asam garam di panggung politik nasional.
Akan tetapi, politik tak hanya soal aktor-aktor penting di pusat. Di daerah, kemenangan sebuah partai juga akan ditentukan calon-calon anggota legislatif yang akan berkontestasi. Berdasarkan data daftar calon tetap (DCT) yang dirilis KPU, jumlah caleg untuk DPR dari Partai Gelora sebanyak 396 orang.
Jumlah DCT dari Partai Gelora paling sedikit di antara caleg DPR dari partai-partai yang lain. Dibandingkan total kursi yang tersedia (580 kursi), hanya 68,3 persen jumlah caleg dari Partai Gelora.
Jumlah yang relatif sedikit ini menjadi tantangan bagi Partai Gelora mengingat ambang batas parlemen untuk melenggang ke Senayan minimal 4 persen suara sah nasional. Namun, kembali lagi, dengan kekuatan aktor yang berpengalaman, bukan hal yang mustahil angka tersebut dapat dipenuhi. Pengalaman dan kiprah Anis Matta dan Fahri Hamzah sebelumnya di PKS, bagaimanapun, akan menjadi peluang elektoral.
Kembali lagi pada manifesto politik Partai Gelora, di sana juga tertulis, ”Seluruh potensi besar kita sebagai bangsa seharusnya meledak saat kita beralih ke sistem demokrasi. Langit kita terlalu tinggi, tapi kita terbang terlalu rendah”.
Pemilu 2024 akan menjadi pembuktian seberapa tinggi Partai Gelora akan terbang dalam sistem demokrasi negara ini. Momentum pemilu sekaligus menjadi ujian bagi partai ini untuk mengawal gelombang kebangkitan rakyat Indonesia.