Perempuan Makin Bimbang Memilih Capres
Dinamika politik yang dinamis memengaruhi perilaku perempuan dalam memilih. Kondisi ini turut membuat bimbang perempuan menentukan arah pilihan politiknya, bahkan makin menguat.
Mendekati Pemilu 2024, jumlah pemilih dari kalangan perempuan yang masih belum menentukan pilihan (undecided voters) bakal calon presiden (capres) semakin membesar.
Hal ini terekam dalam survei Kompas pada Agustus 2023. Survei yang dilakukan secara berkala tersebut menunjukkan, jika dibandingkan survei bulan Mei 2023 terlihat ada peningkatan 5 persen pemilih perempuan yang masih belum secara jelas menyebut nama bakal capres pilihannya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Padahal, dibandingkan survei bulan Januari 2023 persentase undecided voters ini sebenarnya sudah berkurang. Peningkatan ini menyebabkan suara pemilih perempuan yang masih bimbang menentukan siapa capresnya menjadi 33,9 persen dari sebelumnya 28,6 persen.
Membesarnya jumlah pemilih bimbang di kelompok perempuan pemilih ini tak lepas dari dinamika yang terjadi pada elektabilitas capres. Pada survei kali ini tren keterpilihan Ganjar Pranowo di kalangan perempuan meningkat tipis dibandingkan dengan survei periode Mei 2023, yaitu dari 20,8 persen menjadi 21,6 persen.
Dinamika dukungan suara perempuan juga terlihat pada bakal capres Prabowo Subianto yang meningkat 1,7 persen menjadi 20,7 persen. Sementara elektabilitas bakal capres Anies Baswedan justru menurun 1,5 persen.
Menurunnya elektabilitas Anies ditambah elektabilitas capres-capres lainnya (selain tiga nama bakal capres di atas), yang juga turun sebesar 6,3 persen turut menyumbang meningkatnya angka undecided voters ini.
Peningkatan pemilih bimbang ini terekam seiring dengan semakin mengerucutnya capres pada tiga nama teratas. Mengerucutnya pilihan pada tiga figur sosok, yaitu Ganjar, Prabowo, dan Anies, turut memengaruhi menyusutnya pilihan pemilih perempuan pada figur-figur lainnya.
Selain menyusutnya pilihan pada figur-figur lainnya, fenomena pemilih ragu ini ini juga meningkat pada kelompok responden yang belum menentukan pilihan di antara ketiga nama yang dominan.
Jika di pilihan capres perempuan cenderung bimbang, hal sebaliknya terjadi di pilihan partai politik. Persentase pemilih bimbang dalam menentukan partai politik justru menurun 5,4 persen dari 16,7 persen pada survei Mei 2023 menjadi 11,3 persen pada survei Agustus 2023.
Penurunan ini sudah terpantau sejak Januari 2023. Artinya, semakin banyak pemilih perempuan yang sudah mempunyai pilihan partai politik, meskipun masih ada kemungkinan juga bisa berubah.
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Partisipasi Perempuan dalam Politik, ke Manakah Suaranya?
Potret pemilih bimbang
Mereka yang termasuk dalam undecided voters atau pemilih bimbang ini merupakan responden yang masih menjawab ”tidak tahu”, ”rahasia”, dan yang memang tidak menjawab. Dengan kata lain, kelompok responden ini belum menyebut satu pun nama capres maupun parpol yang akan dipilih pada Pemilu 2024 mendatang.
Jika ditelisik lebih dalam profil kelompok pemilih bimbang ini, terlihat sebagian besar berada di Pulau Jawa. Lebih dari separuh perempuan pemilih di Pulau Jawa yang masih belum menentukan pilihan capres maupun parpol. Diikuti pemilih di Pulau Sumatera di kisaran angka 20 persen. Sementara pulau lainnya di bawah 10 persen.
Berdasarkan kategori usia, baik keterpilihan terhadap capres maupun parpol keduanya memiliki undecided voters yang cukup besar di kisaran 40 persen pada pemilih perempuan di kelompok usia 24-40 tahun dan 41-60 tahun.
Menariknya, kelompok usia muda yaitu 17-23 tahun dan usia tua (di atas 60 tahun) justru lebih kecil persentasenya yang masih bimbang. Artinya, pada kelompok muda dan tua ini sudah mempunyai pilihan untuk capres dan parpol.
Kondisi tersebut juga selaras jika dilihat berdasarkan kategori generasi, di mana pemilih bimbang pada generasi Z (centennial) yang berusia 17-25 tahun terpotret lebih kecil dibanding generasi di atasnya yaitu generasi Y (milenial) di rentang usia 26-41 tahun maupun generasi X dan baby boomers yaitu yang berusia di atas 42 tahun, yang persentasenya 44,2 persen untuk capres dan hampir 50 persen (47,4 persen) yang belum menentukan pilihan partai.
Sementara jika dilihat dari latar belakang pendidikan maupun kelas sosial ekonomi, terpotret semakin tinggi tingkat pendidikan pemilih perempuan semakin kecil persentase pemilih bimbang yang belum menentukan capres maupun parpol.
Namun, koalisi partai politik yang mengusung para capresnya mempunyai ”pekerjaan rumah” yang cukup berat untuk mendapat dukungan pemilih perempuan pada kelompok yang mempunyai latar belakang pendidikan dasar.
Sebab, hampir tiga perempat pemilih perempuan pada kelompok ini masih bimbang memilih calon presidennya, bahkan angkanya meningkat 10 persen dibanding survei empat bulan sebelumnya.
Demikian juga apabila dilihat dari latar belakang kelas ekonomi, sekitar 80 persen pemilih perempuan yang belum menentukan pilihan parpol dan capres berasal dari kelompok kelas ekonomi bawah dan menengah bawah.
Baca juga : Pemilu 2024, Momentum Meningkatkan Keberdayaan Perempuan
Potensi pendulang suara
Potret pemilih perempuan yang termasuk kelompok undecided voters tersebut menggambarkan bahwa semakin mendekati pemungutan suara 14 Februari 2024 nanti, ”pekerjaan rumah” partai politik untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya dari kelompok ini semakin berat.
Meski nama capres yang diusung koalisi partai sudah jelas, berubah-ubahnya dukungan partai pada koalisi parpol pengusung capres tidak bisa dimungkiri juga akan membuat bingung konstituennya, termasuk perempuan pemilih.
Apalagi, selain kelompok undecided voters, pemilih perempuan juga mempunyai kelompok pemilih yang masih ragu-ragu dengan pilihannya (swing voters) yang persentasenya untuk pilihan capres sebesar 42,2 persen, bahkan separuh (50,8 persen) pemilih perempuan masih ragu-ragu dengan pilihan partai politiknya.
Menariknya, jika keputusan memilih capres dibedah menurut pilihan partai politiknya, terlihat meski parpol yang didukungnya sudah menentukan capres yang akan diusung namun belum bisa dipastikan akan memilih capres tersebut.
Dari hasil survei Kompas pada Agustus 2023, masih ada 28,1 persen pemilih perempuan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang belum menentukan pilihan capresnya. Padahal, PDI-P sudah resmi mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai calon presidennya. Persentase ini bahkan berada di urutan ketiga.
Demikian pula pendukung Partai Gerindra dengan Prabowo Subianto sebagai capresnya yang masih menyisakan 26 persen pemilihnya dari kelompok perempuan yang belum menentukan pilihan capres. Sementara yang tertinggi adalah Partai Golkar (44,8 persen), diikuti Partai Amanat Nasional (PAN) sebesar 40,6 persen.
Bisa jadi pemilih kedua partai tersebut masih bimbang karena belum ada sosok dari kedua partai ini yang secara kuat masuk bursa capres ataupun cawapres. Sejauh ini Partai Golkar dan PAN sudah memutuskan bergabung mendukung Prabowo sebagai calon presiden dalam Koalisi Indonesia Maju.
Pada akhirnya, dinamika politik yang begitu cepat dalam satu bulan terakhir, terutama terkait postur koalisi politik yang masih cair, akan memberikan pengaruh pada pilihan pemilih, termasuk dari kalangan perempuan.
Empat bulan waktu yang tersisa harus dipergunakan semaksimal mungkin bagi mesin partai untuk bekerja lebih keras merebut hati konstituennya, terutama dari kalangan perempuan yang masih bimbang dalam menentukan pilihan politiknya di pemilu nanti. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Sikap Politik Anak Muda, Cair nan Ambigu