Efisiensi Pelabuhan, Percepat Perputaran Ekonomi Nasional
Berdasarkan laporan Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD), Indonesia masuk dalam kelompok 20 besar negara dengan performa pelabuhan terbaik pada tahun 2022.

Lanskap Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (20/7/2023). Badan Pusat Statistik mengumumkan, neraca perdagangan Indonesia sepanjang semester I-2023 surplus sebesar 19,93 miliar dollar AS atau anjlok 20,24 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Sebagai negara kepulauan, pelabuhan memiliki peran vital bagi Indonesia. Selain mendukung mobilitas penduduk, pelabuhan juga menjadi simpul penggerak perekonomian negara. Peningkatan fasilitas dan layanan pelabuhan perlu ditingkatkan untuk mempercepat perputaran ekonomi nasional.
Indonesia masuk dalam kelompok 20 besar negara dengan performa pelabuhan terbaik pada tahun 2022. Laporan yang disusun Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) itu menyebutkan, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang meraih predikat itu. Indonesia juga dinilai lebih unggul dari Jerman, Australia, Italia, hingga Amerika Serikat.
Penilaian tersebut didasarkan pada tingginya rata-rata pergerakan kapal kontainer berukuran 1.000 gros ton (GT) ke atas. Capaian pada 2022 itu melanjutkan baiknya kinerja baik pada 2021 di mana Indonesia juga masuk dalam kategori 20 besar, tepatnya di peringkat ke-7. Saat itu, jumlah pelayaran di pelabuhan Indonesia mencapai 181.658 kunjungan.
Selain laporan UNCTAD, relatif baiknya performa pelabuhan Indonesia juga tergambar dari hasil penilaian Forum Ekonomi Dunia (WEF). Hanya saja, fokus penilaiannya berbeda. Penilaian WEF lebih didasarkan pada kualitas dan efisiensi pelabuhan untuk melihat daya saing pelabuhan di sejumlah negara sehingga hasil penilaian dan pemeringkatannya pun berbeda. Kendati tidak ditemukan data yang paling mutakhir, tergambar adanya tren peningkatan nilai dan peringkat pelabuhan Indonesia.
Baca juga: Digitalisasi Jadi Kunci Perbaikan Kinerja Logistik

Perbaikan performa
Laporan WEF 2019 menyebutkan, daya saing pelabuhan Indonesia menduduki peringkat ke-61 dari 141 negara. Penilaian efisiensi didasarkan pada frekuensi, ketepatan waktu, kecepatan, dan tarif bongkar muat di pelabuhan. Rata-rata nilai efisiensi pelabuhan Indonesia ada di kisaran 4,3.
Penilaian itu merujuk pada hasil survei terhadap pelaku usaha di 141 negara dengan menanyakan pendapat mereka tentang efisiensi pelabuhan di setiap negara. Skala penilaian berada pada rentang angka satu (1) yang merepresentasikan efisiensi pelabuhan sangat buruk hingga poin tujuh (7) yang menunjukkan sangat efisien.
Dibandingkan dengan dua periode sebelumnya, performa pelabuhan Indonesia terus meningkat. Tahun 2009, Indonesia masih menduduki peringkat ke-95 dengan capaian nilai 3,4. Lima tahun berikutnya (2014), Indonesia naik ke peringkat 77 dengan nilai 4,0. Saat itu, penilaian lebih difokuskan pada kualitas pelabuhan di negara masing-masing, tetapi dengan metode yang sama. Capaian itu menunjukkan bahwa pelabuhan Indonesia terus bertransformasi menuju perbaikan.
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia tampak lebih konsisten menjaga dan meningkatkan performa pelabuhannya. Bersama dengan negara-negara berkembang lainnya di kawasan, seperti Vietnam dan Filipina, tingkat efisiensi pelabuhan Indonesia terus meningkat diikuti dengan perbaikan peringkat. Berbeda dengan negara lainnya seperti Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura yang nilai efisiensinya cenderung menurun.
Meskipun demikian, harus diakui bahwa skor akhir efisiensi Indonesia masih tertinggal jauh dari dua negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Ketika tingkat efisiensi Indonesia masih ada di kisaran rata-rata dunia dan menduduki posisi di papan tengah, kedua negara tersebut sudah bertengger di peringkat pertama (Singapura) dan ke-19 (Malaysia).
Baca juga: Saat Percepatan Infrastruktur Versus Paradoks Penurunan Kinerja Logistik

Kapal tunda dan kapal pandu membantu kapal barang untuk keluar Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, usai melakukan bongkar muat peti kemas, Kamis (20/7/2023).
Kualitas pelabuhan
Kendati demikian, konsistensi perbaikan performa pelabuhan di Indonesia menjadi peluang untuk mengatasi ketertinggalan tersebut. Hanya saja, dibutuhkan strategi ekstra dan keseriusan untuk mendekati posisi Singapura dan Malaysia.
Mengatasi ketertinggalan dari Singapura agaknya masih relatif berat, lantaran tingkat efisiensinya sudah sangat tinggi, yakni sebesar 6,5 dari poin maksimal 7. Namun, untuk menyamai posisi Malaysia masih memungkinkan jika efisiensi pelabuhan di Indonesia benar-benar ditingkatkan. Jika mengacu pada kenaikan nilai Indonesia yang bertambah sekitar 0,3 setiap periode, butuh setidaknya 10 tahun lagi untuk mengimbangi skor Malaysia pada tahun 2019 yang sebesar 5,2.
Selama ini, faktor yang dinilai menyebabkan kurang efisiennya pelabuhan di Indonesia adalah waktu tunggu di pelabuhan. Merujuk publikasi UNCTAD 2021, rata-rata waktu tunggu semua kapal di pelabuhan Indonesia adalah 1,29 hari. Capaian itu memang sudah jauh lebih baik dari beberapa tahun sebelumnya. Namun, masih kalah bersaing dengan negara lain, bahkan tidak lebih baik dari rata-rata dunia.
Secara global, waktu tunggu rata-rata mencapai 1,05 hari. Bahkan, untuk kapal jenis kontainer rata-rata waktu tunggu secara global kurang dari sehari, sedangkan di Indonesia masih 1,06 hari. Di Malaysia rata-rata waktu tunggu di pelabuhan 1,12 hari dan di Singapura kurang dari sehari, hanya 18 jam. Artinya, efisiensi pelabuhan di Indonesia belum optimal. Padahal, waktu tunggu yang lebih singkat memungkinkan jumlah kedatangan kapal semakin banyak sehingga perputaran ekonomi menjadi lebih cepat.
Salah satu penyebab fenomena itu adalah kurangnya efisiensi dalam kegiatan bongkar muat. Akibatnya, berdampak pada mahalnya biaya logistik karena parkir kapal menjadi lebih lama. Belum lagi adanya biaya tak resmi di luar administrasi yang membuat biaya pengiriman jadi lebih mahal.
Selain itu, Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno menyebutkan, terlalu banyak dokumen yang perlu diurus untuk pelayaran. Pada akhirnya pengusaha harus membayar jasa forwarder untuk mengurus proses pelayaran sehingga perlu biaya lagi untuk tambahan administrasi pelayaran (Kompas, 9/9/2022).
Baca juga: Obyektifkah Bank Dunia Menilai Indeks Kinerja Logistik Indonesia?

Aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (13/09/2023). Beras impor asal Vietnam tersebut telah dikemas dalam karung berlogo Bulog dengan berat 50 kilogram.
Penopang ekonomi
Hal itu menuntut perhatian lebih dari pemerintah dan juga lembaga terkait. Pasalnya, pelabuhan menjadi sarana vital sebagai lalu lintas penghubung dan penopang ekonomi nasional. Statistik Transportasi Laut menunjukkan, ada peningkatan jumlah penumpang pelayaran hingga hampir dua kali lipat sepanjang 2009-2019 di seluruh pelabuhan di Indonesia. Jumlahnya sekitar 29,7 juta orang di tahun 2009 menjadi 56,6 juta jiwa tahun 2019.
Penumpang angkutan pelayaran tersebut merupakan gabungan antara keberangkatan dan kedatangan, baik dalam maupun luar negeri. Setiap tahun rata-rata bertambah 7,2 persen. Hanya saja, pandemi Covid-19 membuat pengguna perjalanan laut berkurang hingga 50 persen di tahun 2020 dan baru mulai merangkak naik tahun berikutnya.
Selain menopang mobilitas penumpang secara massal, pelabuhan juga berperan besar dalam distribusi logistik di Nusantara. Kontribusinya pun kian nyata seiring dengan meningkatnya aktivitas bongkar muat barang di pelabuhan. Masih mengacu pada publikasi yang sama, volume bongkar muat barang di pelayaran dalam negeri naik sekitar 140 persen dalam kurun 15 tahun terakhir. Tahun 2007, volume barang masih sekitar 160 juta ton, tetapi kini sudah mencapai hampir 400 juta ton.
Peningkatan aktivitas bongkar muat tak hanya terjadi di dalam pelayaran dalam negeri, tetapi juga pelayaran luar negeri. Pada kurun 2007-2021, volumenya meningkat 102 persen untuk bongkar barang dari pelayaran luar negeri, sedangkan untuk volume muat barang naik sekitar 77 persen. Aktivitas bongkar muat pelayaran luar negeri ini mencerminkan kegiatan impor-ekspor barang di Indonesia.
Aktivitas perdagangan internasional itu relatif konsisten setidaknya dalam lima tahun terakhir. Bahkan, saat pandemi Covid-19, aktivitas pemuatan barang menuju luar negeri tetap berjalan dan terus bertambah. Tahun 2020 misalnya, ketika aktivitas ekonomi di seluruh dunia tiarap, pengiriman barang dari Indonesia naik 2,7 persen. Tahun berikutnya naik 8,5 persen hingga volume pemuatan barang mencapai 388,9 juta ton.
Baca juga: KPK Ingatkan Digitalisasi Dapat Cegah Korupsi dan Ciptakan Biaya Rendah

Aktivitas bongkar muat peti kemas di terminal peti kemas (TPK) Pelabuhan Sorong, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Minggu (11/6/2023). TPK Sorong akan menjadi penghubung dengan beberapa pelabuhan lain di Jayapura, Nabire, Bintuni, Manokwari, dan Biak.
Dinamisnya arus perdagangan itu menunjukkan bahwa pelabuhan menjadi penopang utama aktivitas ekspor-impor di Tanah Air. Merujuk data Badan Pusat Statistik, khusus kegiatan ekspor, hampir seluruh pengiriman barangnya melalui jalur laut. Pada 2022, dari total ekspor sebesar 646,7 juta ton barang migas ataupun nonmigas, sekitar 99 persennya dikirim melalui pelabuhan. Secara nominal, pelabuhan menyumbang 278,9 miliar dollar AS atau sekitar 95,53 persen pada pendapatan ekspor nasional.
Dominasi pelabuhan pada kegiatan ekspor itu turut berkontribusi pada perekonomian nasional karena ekspor menjadi salah satu komponen penting penghitungan PDB negara. Kontribusinya sekitar seperempat bagi PDB Indonesia. Sumbangannya diperkirakan akan terus meningkat seiring bertumbuhnya ekonomi nasional.
Oleh karena itu, peningkatan kualitas dan efisiensi aktivitas bongkar muat di pelabuhan harus terus ditingkatkan. Dengan membaiknya performa layanan ini, arus aktivitas perdagangan barang dan jasa lintas pulau dan juga lintas negara diharapkan akan terus bertambah kuantitas volume dan nilainya. Dengan demikian, perekonomian secara luas berputar lebih cepat dan memberikan nilai tambah bagi banyak pihak sehingga menciptakan kemakmuran bagi seluruh masyarakat. (LITBANG KOMPAS)