Koalisi antara Gerindra, PKB, Golkar, dan PAN mendukung pencapresan Prabowo Subianto membuat arah koalisi menuju Pemilu 2024 semakin jelas. Penentuan cawapres menjadi ujian pertama koalisi ini.
Oleh
Eren Masyukrilla
·3 menit baca
Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional bergabung dalam barisan koalisi Partai Gerindra serta Partai Kebangkitan Bangsa yang sudah terbentuk sebelumnya dengan mendukung pencapresan Prabowo Subianto. Kerja sama empat partai parlemen ini semakin merealisasikan terbentuknya koalisi besar yang digadang-gadang sebelumnya.
Gabungan kekuatan empat partai politik tersebut mengerucutkan konfigurasi koalisi pada Pemilu 2024. Bakal calon presiden Prabowo Subianto mendapat kekuatan baru dari tambahan dukungan dua partai parlemen.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Hal ini dibuktikan dengan langkah Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang secara resmi mendeklarasikan dukungan mereka bagi pencapresan Prabowo, Minggu (13/8/2023).
Golkar dan PAN melebur dalam barisan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Sebelumnya, koalisi pengusung Prabowo itu hanya diisi oleh Gerindra dan PKB. KKIR sekarang paling dominan dengan menguasai 46 persen kursi parlemen.
Gabungan kekuatan Gerindra, PKB, Golkar, dan PAN mengerucutkan konfigurasi koalisi pada Pemilu 2024.
Dalam keterangannya, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menjelaskan pertimbangannya bergabung adalah figur Prabowo memiliki ikatan emosional dengan Golkar. Prabowo disebutnya merupakan kader politisi yang lahir dari rahim Golkar.
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dalam pernyataannya menyebutkan, partainya mendukung Prabowo dan bergabung bersama KKIR karena memiliki kedekatan tersendiri. Dalam dua pemilihan presiden sebelumnya, PAN selalu berada dalam koalisi partai pengusung Prabowo.
Pada periode Pilpres 2014 dan 2019, PAN menjadi salah satu dari partai pengusung Prabowo meski dalam perjalanannya bergabung dengan barisan koalisi pendukung pemerintah atau menjadi bagian dari kabinet Presiden Jokowi. Golkar pada Pilpres 2014 juga bergabung dengan Koalisi Merah Putih yang mendukung pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.
Keputusan Golkar dan PAN bergabung dalam KKIR sebenarnya tidak mengejutkan. Wacana penggabungan ini sudah mencuat beberapa bulan lalu, tepatnya pada 3 April 2023, saat elite partai pendukung pemerintahan mengadakan pertemuan yang dihadiri Presiden Jokowi.
Dalam pertemuan, ada perwakilan Golkar, PAN, dan PPP—ketika itu telah mendeklarasikan terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)—serta Gerindra dan PKB. Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor DPP PAN, di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan, ini, muncul wacana penggabungan KIB dan KKIR.
Presiden Jokowi menyebut penggabungan dua koalisi yang telah terbentuk terlebih dahulu itu merupakan hal yang cocok. Meski demikian, presiden menegaskan bahwa keputusan akhir terkait sikap untuk berkoalisi berada pada internal dan ketua umum setiap partai.
Kini, penggabungan antara KIB dan KKIR benar-benar terjadi sekalipun tanpa PPP yang sudah lebih dulu memilih bersama PDI-P untuk mendukung pencapresan Ganjar Pranowo. Banyak pihak yang menilai keputusan Golkar dan PAN tidak terlepas dari pengaruh Jokowi.
Saat ini dukungan Jokowi memang menjadi salah satu faktor kuat dalam Pemilu 2024. Prabowo, Gerindra, dan barisan partai pengusung membenarkan seluruh aktivitas politik Prabowo sebagai kandidat kuat pilpres tak terlepas dari Jokowi. Andil Jokowi setidaknya dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan pada pencapresan Prabowo.
Sampai sekarang, Jokowi belum secara resmi mengutarakan kepada siapa dukungan akan diberikan. Sikapnya tampak seimbang. Namun, kubu ini tampak terus mengupayakan untuk melekatkan Jokowi dengan pencapresan Prabowo.
Prabowo dan KKIR tak mau kehilangan momentum. Perluasan dukungan dilakukan pada partai-partai nonparlemen. Sebelum deklarasi Golkar dan PAN itu, PBB serta Gelora menyatakan sikap mendukung Prabowo.
Awal Agustus 2023, Prabowo dan Gerindra membangun komunikasi dengan PSI. Sekalipun menyisakan banyak polemik, pertemuan kedua partai yang selama ini berada dalam posisi berlawanan menunjukkan konfigurasi kekuatan politik begitu cair. PSI juga menilai figur Prabowo mampu menjadi pemimpin masa depan, yang dapat melanjutkan apa yang telah dilakukan Presiden Jokowi.
Prabowo dan KKIR tampaknya menyadari bahwa dukungan pada setiap segmen pemilih perlu diperluas. Hal itu termasuk kalangan milenial atau pemilih muda dan mula yang pada pemilu mendatang menjadi kelompok terbesar pemilih.
Selain dukungan Jokowi, faktor yang menentukan adalah sosok bakal calon wakil presiden. Masuknya Golkar dan PAN memperluas peluang bagi tokoh-tokoh alternatif yang layak mendampingi Prabowo selain Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Dengan masuknya Golkar dan PAN, ketua umum dari partai tersebut memiliki peluang untuk mendampingi Prabowo.
Ada pula figur potensial lain yang selama ini bertengger di urutan teratas bursa elektabilitas bakal cawapres. Sebutlah nama Ridwan Kamil, yang kini menjadi kader Golkar. Dalam beberapa survei, sosok Gubernur Jawa Barat itu diunggulkan dan cukup populer di kalangan anak muda. Selain itu, ada figur kuat yang diusung PAN, yakni Erick Thohir.
PAN sebelumnya secara resmi mendukung Erick untuk dipasangkan dengan Ganjar. Namun, setelah haluan berubah pada KKIR, bukan tidak mungkin Erick memiliki peluang besar untuk dipasangkan dengan Prabowo. Ridwan dan Erick sama-sama memiliki keunggulan sebagai figur yang dicitrakan dapat menggaet suara pemilih muda.
Di luar itu, bukan tidak mungkin Prabowo mengajak putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, untuk mendampinginya dalam gelanggang pilpres. Gibran dinilai figur pemimpin muda yang sangat potensial untuk mendampingi Prabowo.
Prabowo dan barisan pendukungnya, terutama yang tergabung dalam KKIR, berada dalam situasi yang berpeluang meraup banyak dukungan. Peluang tersebut perlu terkonversi dalam soliditas dan keputusan bersama koalisi yang berpijak pada kepentingan pemenangan bersama.
Di tengah kondisi yang masih dinamis, bukan tidak mungkin peluang dapat berbalik pada situasi yang jauh tidak menguntungkan. (LITBANG KOMPAS)