Pergulatan dan Ujian Soliditas PSI
Setelah beberapa kadernya memutuskan keluar, Partai Solidaritas Indonesia dihadapkan pada pekerjaan rumah untuk memperkuat soliditas internal seiring dengan makin dekatnya pemilu. Mampukah PSI?
Kian mendekati pemilu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menghadapi pergulatan besar dalam mewujudkan langkah strategis politiknya. Kemelut internal yang menggoyahkan soliditas yang tengah dihadapi partai anak muda ini perlu disudahi dengan kebijaksanaan para elite dan kader partai.
”Karena gue sudah tua. Jadi, sudah saatnya mengembalikan partai ini ke tangan pemilik aslinya, yaitu anak muda,” ujar Ketua Umum PSI Giring Ganesha dalam video singkat berdurasi 2 menit 49 detik.
Video yang diunggah pada Selasa (8/8/2023) ini dinilai menjadi respons sang pemimpin PSI atas bergulirnya polemik yang terjadi di tubuh partai itu. Dalam video itu, Giring juga mengatakan, ia siap melakukan apa pun untuk mempertahankan PSI.
Bahkan sampai harus mengembalikan mandat ketua umum kepada Dewan Pembina PSI pun akan disanggupinya. Sinyal pengunduran diri dari Giring sebagai ketua umum itu secara tebersit memang mengindikasikan adanya persoalan serius yang tengah membelit PSI.
Video yang dibuat oleh Giring itu diunggah enam hari setelah Prabowo Subianto melakukan kunjungan ke kantor DPP PSI di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Rabu (2/8/2023) sore. Pertemuan kedua partai itu berlangsung dengan sangat gembira dan terbuka, bahkan memberikan pujian satu sama lain.
Prabowo datang didampingi oleh jajaran elite Gerindra, mulai dari Sufmi Dasco Ahmad, Habiburokhman, Prasetya Hadi, sampai Ahmad Riza Patria. Begitu pula kalangan PSI yang menyambut mulai dari Giring Ganesha, Grace Natalie, Raja Juli Antoni, dan Isyana Bagoes Oka.
Pemandangan itu boleh jadi sangat kontras dengan sikap yang ditunjukkan PSI selama ini kepada Prabowo dan Gerindra yang bisa dikatakan tak pernah sejalan. Tak ayal, banyak pihak menilai kini PSI telah berpindah haluan untuk mendukung pencapresan Prabowo.
Banyak pihak menilai kini PSI telah berpindah haluan untuk mendukung pencapresan Prabowo.
Sebagai loyalis Presiden Joko Widodo, sejak awal PSI menaruh perhatian besar pada figur pemimpin Indonesia di masa mendatang. Bagi PSI, siapa pun yang meneruskan tampuk kepemimpinan kelak juga harus melanjutkan apa yang sudah dilakukan di era kepemimpinan Jokowi.
Meskipun tak secara gamblang menyebutkan akan ikut mengusung Prabowo sebagai bakal capres, dalam silahturahmi itu disampaikan ada kesamaan visi antara PSI dan Prabowo. PSI meyakini Prabowo dapat melanjutkan apa yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi.
Baca juga: PSI, Dulu Dukung Ganjar, Kini Mendekat ke Prabowo
Pergulatan
Sekalipun belum secara resmi menyatakan sikap finalnya untuk mengalirkan dukungan pada figur bakal capres yang ada, tetapi manuver yang dilakukan PSI sampai hari ini memang terbilang cukup banyak berbalik.
Berulang kali dalam penjelasannya, partai ini juga mengakui akan terbuka dengan banyak kemungkinan dan kerja sama politik, termasuk dalam membangun koalisi dan pengusungan di pemilihan presiden.
Silahturahmi politik yang dilakukan dengan Prabowo itu bak membuka ruang-ruang kemungkinan baru dalam konfigurasi politik berjalan. PSI sejatinya tengah menghadapi pergulatan besar dalam menentukan langkah dan strategi pemenangannya pada Pemilu 2024.
Hal ini tentunya menjadi keputusan besar bagi partai yang selama ini eksistensinya dipandang cukup dapat memberikan angin baru dalam lanskap politik yang ada.
PSI muncul sebagai partai dengan semangat baru yang berkomitmen mewadahi para anak muda serta perubahan pada cara politik yang lebih tranparan dan tanpa biaya tinggi.
Sejak awal sikap PSI jelas, mereka akan mendukung penuh Ganjar Pranowo yang digadang-gadang sangat potensial untuk maju dalam gelanggang pilpres mendatang. Bahkan pada Februari 2022, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie secara resmi mengumumkan hal tersebut kepada khalayak.
Saat itu PSI menjadi partai pertama yang menyatakan sikap untuk mendukung Ganjar. Figur Ganjar tersebut terpilih atas penilaian yang dilakukan dalam forum Rembuk Rakyat yang digagas oleh PSI untuk menjaring pemimpin Indonesia masa depan.
Pilihan PSI untuk membuka ruang komunikasi dengan Prabowo dan Gerindra adalah keputusan besar dan mendasar. Bagaimanapun, ada harga mahal yang harus dibayarkan dengan memantik adanya perbedaan sikap dalam internal partai.
Baca juga: Partai Solidaritas Indonesia di Tengah Konservatisme-Pragmatisme Politik
Soliditas partai
Dengan melihat respons sang ketua umum, Giring, yang mengungkapkan akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan PSI menunjukkan kekuatan partai yang berakar pada soliditas kader-kader di dalamnya sedang terguncang.
Sejauh ini memang terbaca ada kekecewaan atas perbedaan visi antara partai dan sejumlah kader PSI, termasuk berkaitan dengan arah dukungan pada pilpres mendatang. Tak sedikit pula para kader meresponsnya dengan memilih untuk meninggalkan partai itu.
Bahkan sejak tahun lalu, dengan berbagai alasan yang diungkapkan, sejumlah penggawa politisi muda PSI justru mantap meninggalkan partai tersebut. Sebutlah saat Tsamara Amany membuat keputusan yang mengejutkan saat menyampaikan pengunduran dirinya dari PSI pada April 2022.
Sikap Tsamara itu diikuti oleh Surya Tjandra, kader PSI yang bahkan sempat mendapuk jabatan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang. Desember 2022, menyusul pula Ketua DPW PSI DKI Jakarta Michael Victor Sianipar yang menyatakan pengunduran dirinya dari PSI.
Saat itu, alasan terbesar Micahel untuk memutusan hengkang dari PSI karena diakuinya memang telah banyak perbedaan visi dan pandangan partai itu terhadap semangat yang dibawa. Menurut dia, PSI telah banyak berubah, tidak seperti semangat yang dibawa dulu.
Kekecewaan itu pun sama halnya dengan yang dialami oleh Guntur Romli yang pada akhirnya pun memutuskan keluar dari PSI. Pengunduran diri Guntur Romli hanya berselang beberapa hari setelah pertemuan antara PSI dan Prabowo. Pertemuan itu dinilai sebagai bentuk ketidakkonsistenan PSI dengan sikap awalnya yang telah mendukung pencapresan Ganjar.
Perbedaan pandangan dalam menentukan sikap politik antara partai yang menjadi wadah bagi banyak kader dan elite di dalamnya memang tak dapat terhindarkan. Namun, sebagai sebuah organisasi yang menjadi wadah berpolitik, partai dan seluruh elemen di dalamnya, termasuk para kader, perlu memiliki visi yang akan diwujudkan bersama.
Elite dan seluruh kader PSI semestinya dapat tegas atas pilihan sikap politiknya. Ketidaksejalanan yang muncul dan menggoyahkan soliditas partai hanya akan menjadi sandungan bagi PSI. Tanpa kekokohan soliditas yang terbangun, mustahil partai dapat bergerak selaras mewujudkan strategi politik menghadapi pemilu.
Kemelut internal ini perlu segera diakhiri dengan kebijaksanaan para elite dan anggota PSI. Tentunya dengan mengembalikan pada semangat awal dan visi besar untuk kepentingan partai dan semua kadernya.
Pergulatan besar PSI sejatinya harus berujung pada kemenangan partai, bukan justru menggerus berbagai keunggulan yang dimiliki, termasuk soliditas kader yang selama ini telah dipupuk dan tumbuh di dalam partai. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Prabowo Mengunjungi Pimpinan PSI