Kebakaran Mengancam Jakarta
Kasus kebakaran rumah di Jakarta sebagian besar dipicu hubungan pendek arus listrik atau korsleting. Daerah paling rawan bencana kebakaran berada di wilayah Jakarta Barat.
Dalam kurun waktu satu tahun, lebih dari 2.000 rumah di DKI Jakarta ludes dilalap api sehingga sedikitnya 8.000 penduduk kehilangan tempat tinggal. Sebagian besar kasus ini dipicu oleh hubungan pendek arus listrik atau korsleting. Daerah paling rawan bencana kebakaran berada di wilayah Jakarta Barat.
Dalam kurun 2018-2022, intensitas kebakaran di Jakarta rata-rata 1.500 kasus per tahun. Bahkan, pada 2019, jumlah kasusnya tembus lebih dari 2.000 kejadian. Artinya, dalam sehari terjadi kebakaran 4-5 kali.
Berdasarkan data terkini pada semester I-2023, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta mencatat sudah menangani 880 kebakaran. Jika tren ini terus berlanjut, upaya menekan kasus kebakaran menjadi lebih rendah dari tahun sebelumnya tampaknya sulit diwujudkan.
Pada 2022, ada 2.397 hunian yang dilalap si jago merah. Angka ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya dengan 2.333 hunian hangus. Pada kebakaran tahun 2022, lebih dari 8.000 penduduk kehilangan tempat tinggal.
Kebakaran hebat pada Minggu (30/7/2923) melanda permukiman semipermanen padat penduduk di Jalan Kapuk Utara, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. Sekitar 400 rumah semipermanen hangus terbakar dan 1.199 jiwa terdampak. Api disinyalir berasal dari kompor yang lupa dimatikan. Di lingkungan padat penduduk seperti di lokasi kebakaran itu, dengan sebagian material bangunan terdiri dari kayu dan papan kayu lapis, kobaran api menjalar cepat.
Baca juga: Kebakaran di Kapuk Muara Hanguskan 400 Rumah dan 1.109 Warga Terdampak
Di samping kelalaian penggunaan kompor, penyebab kebakaran yang dominan di DKI Jakarta ialah kelistrikan. Berdasarkan data dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, tujuh dari sepuluh kebakaran diakibatkan korsleting. Pada 2022, korsleting memicu bencana kebakaran 1.113 kasus dari total 1.691 peristiwa kebakaran.
Permukiman padat
Pemakaian instalasi listrik dan perangkat elektronik relatif sulit dikontrol. Acapkali ditemukan perabot elektronik yang sudah tidak layak pakai masih terpasang dan terkoneksi dengan jaringan listrik. Ketidakpedulian atau kelalaian itu sangat berbahaya bagi lingkungan padat penduduk. Risiko kebakaran kian tinggi karena kabel-kabel listrik di kawasan itu sering sudah aus, kulit kabelnya terbuka. Situasi demikian diperparah dengan kondisi permukiman padat penduduk yang identik dengan sirkulasi udara buruk sehingga berhawa panas dan kering.
Di tengah permukiman yang padat, solusi praktis dari situasi itu ialah menyalakan kipas angin dengan kecepatan tinggi. Apabila suhu udara semakin panas, putaran kipas angin akan diatur lebih kencang lagi dan dioperasikan sepanjang hari. Hal itu berisiko memicu korsleting, terutama pada rotor kipas angin yang kotor tertutup debu. Kipas angin yang kotor ini dapat menimbulkan gaya gesek lebih tinggi sehingga mesin bekerja lebih berat dan sangat panas.
Perangkat elektronik lain yang berpotensi menyulut kebakaran adalah penanak nasi, setrika, dan catokan rambut. Apabila penggunaannya teledor, kebakaran dapat terjadi.
Baca juga: Kipas Angin Pengusir Gerah, Pengundang Si Jago Merah di Jakarta
Potensi kebakaran juga berasal dari jaringan kabel yang bermuatan tegangan listrik. Kualitas kabel yang tidak baik dan tak terisolasi secara sempurna (lecet pada selubung kabel) bisa menimbulkan korsleting jika bersentuhan dengan benda lain yang bersifat menghantarkan listrik. Komponen listrik lainnya yang juga rentan kebakaran adalah stop kontak. Peralatan listrik ini rawan ketika tidak terawat, kotor, kendur, dan terpapar air.
Risiko rumah terbakar
Kebakaran akibat korsleting di DKI Jakarta paling rawan terjadi pada kawasan padat penduduk. Frekuensi bencana kobaran api di wilayah Ibu Kota sering kali terjadi pada kawasan padat dan kumuh.
Menurut publikasi Badan Pusat Statistik berjudul ”Pendataan RW Kumuh DKI Jakarta 2017”, di Kota Jakarta Barat terdapat 769 RT kumuh. Angka tersebut tertinggi dari seluruh wilayah administratif di Ibu Kota. Posisi berikutnya ditempati Jakarta Pusat dengan jumlah permukiman kumuh mencapai 733 RT. Selanjutnya, secara berurutan ditempati wilayah Jakarta Utara (657 RT), Jakarta Selatan (562 RT), dan Jakarta Timur (511 RT).
Jakarta Barat memiliki RT kumuh terbanyak sekaligus mengalami kasus kebakaran rumah yang tinggi sepanjang tahun 2022. Kasus kebakaran di wilayah Jakarta Barat telah menghanguskan 635 tempat tinggal dan menimbulkan korban terdampak 2.639 jiwa.
Catatan tersebut menempatkan Jakarta Barat sebagai wilayah paling rawan dengan jumlah kebakaran hingga 382 kasus. Angka ini sedikit lebih rendah daripada Jakarta Selatan yang mencapai 492 kasus. Hanya saja, dengan tipe permukiman di Jakarta Barat yang lebih padat daripada di Jakarta Timur, dampak yang ditimbulkan dari kebakaran di Jakarta Barat lebih parah.
Secara umum, angka kebakaran pada 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya di seluruh wilayah administrasi DKI Jakarta. Peningkatan tersebut menjadi alarm bahwa perlu digalakkan program antisipasi yang melibatkan masyarakat untuk mencegah terjadinya persoalan kebakaran.
Baca juga: Tak Cukup Satgas Pemadam Kebakaran Kelurahan Saja di Jakarta
Kebakaran di Ibu Kota sering kali tidak tertangani dengan sigap dan tepat sehingga api telanjur menyambar dan membesar. Refleks masyarakat menyelamatkan barang-barang ketika melihat api di lingkungan tempat tinggal. Kepanikan dan kesibukan memindahkan barang membuat sebagian orang lupa menghadapi api yang berkobar. Bahkan, masyarakat sampai lupa dan terlambat menyampaikan kabar ke stasiun pemadam kebakaran terdekat (Kompas, 10/7/2023).
Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah daerah harus bersama-sama menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap ancaman bencana kebakaran yang mengintai. Masyarakat juga harus diedukasi mengenai langkah mitigasi dan prosedur yang tepat dalam menghadapi situasi bencana kebakaran. Kolaborasi ini sangat penting karena dengan bekerja sama inilah antisipasi ancaman kebakaran dapat maksimal.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 57 Tahun 2022 tentang Struktur Organisasi Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Disgulkarmat) menyebutkan ada Bidang Pencegahan Kebakaran. Dalam bidang tersebut terdapat dua seksi yang menjalankan fungsi pembinaan teknis dan pemberdayaan masyarakat. Regulasi ini secara tak langsung melibatkan masyarakat dalam upaya mitigasi bencana.
Dengan terciptanya langkap mitigasi bersama itu, penanggulangan kebakaran diharapkan dapat bekerja secara optimal. Tujuannya ialah menekan risiko kebakaran di wilayah DKI Jakarta, khususnya di permukiman padat penduduk. (LITBANG KOMPAS)