Hewan peliharaan sudah menjadi bagian dari keluarga Indonesia. Seperti apa pola interaksi masyarakat dengan hewan kesayangannya dan seberapa besar potensi bisnis di seputar hewan peliharaan ini?
Oleh
ANDREAS YOGA PRASETYO
·5 menit baca
DOKUMENTASI KOMUNITAS DOG LOVERS
Anggota Komunitas Dog Lovers sedang berpose dengan anjingnya di depan Pos Polisi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (16/10/2022).
Interaksi hewan peliharaan dengan masyarakat sudah berlangsung lama di Nusantara. Hewan peliharaan ialah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu. Secara khusus, hewan peliharaan ini merujuk pada hewan kesayangan, yaitu hewan yang dipelihara untuk kebutuhan olahraga, kesenangan, dan keindahan.
Jejak interaksi masyarakat dengan hewan peliharaan ini, antara lain, terlihat dari relief Karmawibhangga pada Candi Borobudur, Jawa Tengah, dan relief bata Candi Bojongmenje, Jawa Barat. Kedua relief ini memperlihatkan kehidupan masyarakat di masa lampau yang telah membudidayakan hewan ternak, seperti ayam, ikan, dan anjing. Dalam masyarakat agraris yang banyak melakukan kegiatan bercocok tanam, anjing berperan membantu masyarakat sebagai penjaga dari gangguan hewan perusak tanaman seperti babi hutan.
Relasi masyarakat Indonesia dengan hewan peliharaan masih berlangsung hingga saat ini. Hangatnya relasi ini setidaknya dapat dicermati dari tiga hal, yaitu jumlah kepemilikan hewan peliharaan (pet ownership), alasan memiliki hewan kesayangan, serta upaya memelihara hewan-hewan peliharaan tersebut.
Dari aspek jumlah, populasi hewan peliharaan ini terlihat dari data lembaga Euromonitor International. Pada 2022, Euromonitor mencatat ada 4,80 juta ekor kucing yang dipelihara masyarakat Indonesia. Jumlah ini naik dari 2,15 juta ekor pada 2016. Populasi kucing tersebut jauh melampaui anjing sebagai hewan peliharaan yang tercatat hanya mencapai 737.400 ekor pada 2022.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Warga memegang kucing peliharaannya berjenis campuran ras kampung dan anggora di RW 05 Sunter Agung, Jakarta Utara (19/7/2023).
Hasil survei yang dilakukan Rakuten Insight, perusahaan riset dunia asal Amerika Serikat, memberikan gambaran lebih luas terkait kepemilikan hewan kesayangan. Dikutip dari Statista, Rakuten Insight melakukan survei pada Januari 2022 untuk menghimpun opini mengenai kepemilikan hewan peliharaan masyarakat Indonesia. Survei ini dilakukan secara daring terhadap 10.442 orang responden di Tanah Air.
Temuan survei menunjukkan, enam dari 10 rumah tangga di Indonesia memiliki hewan peliharaan dari berbagai jenis fauna. Dari jenisnya, hewan peliharaan yang paling banyak dipunyai publik Indonesia ialah kucing, kemudian diikuti burung, ikan, dan anjing. Berdasarkan hasil survei, kepemilikan kucing oleh publik Indonesia mencapai 47 persen.
Hasil riset ini sejalan dengan temuan jajak pendapat Litbang Kompas pada Januari 2020. Survei yang dilakukan terhadap 525 responden di wilayah Jabodetabek tersebut menemukan lima jenis hewan yang banyak dipelihara warga urban Jakarta dan sekitarnya ialah kucing (44 persen), burung (22,5 persen), ikan (12,5 persen), dan anjing (8,5 persen).
Dua riset ini menyimpulkan, hewan peliharaan yang dominan di Indonesia ialah kucing dengan proporsi kepemilikan 44-47 persen. Ini berarti, hampir separuh dari publik Indonesia yang disurvei dan mengaku memiliki hewan peliharaan, memilih kucing sebagai anggota baru keluarganya.
Ragam motif menjadi alasan untuk memelihara hewan kesayangan. Riset Rakuten Insight pada Januari 2021 di Indonesia dan 11 negara Asia lainnya menemukan ada lima jenis alasan terbanyak yang diungkapkan publik Asia untuk memiliki hewan peliharaan. Dua alasan utama yang diungkapkan ialah dari aspek manfaat psikologis, yaitu untuk mengurangi stres dan mengurangi rasa sedih (41 persen) serta memiliki teman (36 persen).
Tiga pertimbangan lainnya ialah dari aspek keamanan, aktivitas fisik, serta hobi/gaya hidup. Mereka yang memiliki hewan peliharaan juga mengungkapkan manfaat lain, yaitu merasa lebih aman setelah mempunyai hewan peliharaan (36 persen), agar dapat melakukan kegiatan lebih aktif secara fisik (26 persen), serta untuk berbagi hobi atau minat dengan keluarga (22 persen).
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Kandang-kandang artistik yang menjadi 'kamar hotel' bagi kucing-kucing peliharaan yang dititipkan di Ploy Cat Hotel, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (22/7/2022).
Bisnis hewan peliharaan
Melihat manfaat nyata tersebut, keberadaan hewan peliharaan tidak jarang diperlakukan sebagai anggota yang istimewa layaknya anggota keluarga. Pemilik hewan peliharaan menyediakan tempat yang khusus dan makanan berkualitas untuk menjamin kenyamanan hewan-hewan kesayangannya.
Perlakuan istimewa ini tidak dapat dilepaskan dari motif mendapatkan hewan-hewan peliharaan tersebut. Merujuk temuan riset Rakuten Insight, sebagian besar hewan peliharaan tersebut didapatkan dengan cara mengadopsi dan membeli. Baik mengadopsi dari saudara atau teman, membeli di toko hewan, mengadopsi dari penampungan hewan, dan juga membeli dari peternak (breeder) terpercaya.
Boleh dikatakan, upaya mendapatkan hewan peliharaan tersebut dilakukan secara aktif atau dengan penuh kesadaran dan niat untuk memelihara hewan. Tidak heran jika sejak awal penuh niat memelihara hewan ini diikuti dengan upaya yang maksimal untuk merawatnya.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Petugas melakukan perawatan kepada anjing di Vodka and Latte Salon di kawasan Kemang, Jakarta Selatan (17/5/2021). Salon-salon anjing yang memberikan berbagai layanan seperti grooming, hotel, hingga klinik kesehatan bagi hewan berkaki empat ini bermunculan seiring dengan meningkatnya permintaan.
Salah satu komponen penting dari kepemilikan hewan peliharaan ini ialah biaya pemeliharaan. Anggaran belanja untuk hewan kesayangan ini berbeda-beda, tergantung jenis hewan dan jumlah hewan yang dimiliki. Dari hasil temuan survei Rakuten, biaya terbanyak yang dikeluarkan publik sebesar Rp 100.000-Rp 300.000 per bulan.
Namun, ada pula yang mengeluarkan biaya hingga di atas Rp 700.000 setiap bulan. Bahkan ada juga yang menganggarkan biaya hingga lebih dari Rp 3.000.000 setiap bulan untuk kepemilikan sejumlah hewan peliharaan dengan ras tertentu.
Pengeluaran paling banyak berada pada komponen makanan hewan. Nyaris seluruh responden survei Rakuten Insight mengungkapkan, menyediakan makanan bagi hewan peliharaan merupakan hal yang wajib dilakukan.
Setelah makanan, komponen pengeluaran dialokasikan bagi penyediaan barang-barang yang berhubungan dengan kandang hewan, produk perawatan dan kebersihan, serta suplemen kesehatan. Pola pemeliharaan hewan kesayangan ini secara tidak langsung berdampak pada munculnya bisnis di seputar hewan peliharaan.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas dari jasa perawatan hewan menyisir bulu anjing dalam even Indonesia Pet Show di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat (22/2/2019). Pameran ini diikuti oleh sejumlah penyedia kebutuhan dan penjual hewan peliharaan, serta komunitas penyayang hewan.
Impor makanan hewan
Tidak dimungkiri, makin banyaknya masyarakat yang jatuh cinta dengan hewan kesayangan membuat tumbuhnya potensi bisnis hewan peliharaan di Indonesia. Salah satu yang memiliki potensi besar ialah pangsa pasar makanan hewan. Kementerian Pertanian dan Pangan Kanada, pada 2021, menyebutkan Indonesia adalah pengimpor makanan anjing dan kucing terbesar ketiga di kawasan ASEAN. Kanada merupakan salah satu negara pengekspor makanan anjing dan kucing bagi Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 0,2 persen.
Berdasarkan data Statistik Perdagangan Luar Negeri 2022 (BPS), impor produk makanan hewan dalam kode HS 2309 termasuk kategori pet food untuk anjing dan kucing (HS 230910) dan untuk hewan peliharaan lainnya (HS 230990) terus meningkat setiap tahun. Pada 2018, impor produk makanan hewan untuk anjing dan kucing dengan kode HS 230910 mencapai 92,93 juta dollar AS. Jumlahnya meningkat pada 2022, yaitu 182,22 juta dollar AS.
Thailand, China, Perancis, dan Australia merupakan negara-negara pengekspor utama makanan hewan ke Indonesia. Nilai impor produk makanan untuk anjing atau kucing dari Thailand pada 2022 mencapai 73,68 juta dollar AS atau 40 persen dari total impor pet food untuk anjing dan kucing.
Diperkirakan, potensi bisnis hewan peliharaan di Indonesia ini terus tumbuh di masa depan. Publikasi pada laman Pet Fair ASEAN 2023 memperkirakan, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) pasar makanan hewan peliharaan di Indonesia diproyeksikan mencapai 5,1 persen pada 2021-2026. Penjualan ritel makanan hewan peliharaan di Indonesia diperkirakan akan tumbuh menjadi 1.214,6 juta dollar AS pada tahun 2026.
Tumbuhnya bisnis hewan peliharaan ini tidak terlepas dari perkembangan jumlah penduduk dan pencinta hewan di Indonesia. Lembaga Euromonitor International memperkirakan pada 2026 populasi kucing yang dipelihara sebagai hewan kesayangan dapat mencapai 5,95 juta ekor, sedangkan anjing 919,2 ribu ekor.
Perkembangan kepemilikan hewan-hewan kesayangan tersebut, dari sisi masyarakat, dapat menjadi saluran hobi dan menjaga kesehatan mental di tengah tekanan kehidupan yang makin kompleks. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 mencatat ada peningkatan prevalensi penduduk yang mengalami gangguan kesehatan mental emosional dibandingkan tahun 2013.
Dari sisi lain, yaitu dunia usaha, tumbuhnya pet ownership akan meningkatkan ceruk pasar di seputar usaha hewan peliharaan. Namun, perkembangan tersebut idealnya tidak hanya bertumpu pada produk-produk impor, tetapi juga diikuti dengan tumbuhnya usaha-usaha lokal agar dapat menggerakkan perekonomian rakyat sekaligus membuka lapangan pekerjaan.
Tentu saja fenomena perkembangan hewan peliharaan ini tetap harus diikuti dengan pengawasan yang ketat agar hewan-hewan dapat tumbuh dan berkembang layak. (LITBANG KOMPAS)