Serangan Balik Ukraina Mendapat Tambahan ”Vitamin” Baru
Melambatnya laju serangan balik Ukraina dalam merebut wilayah yang diduduki Rusia telah membangkitkan kekhawatiran NATO. Ukraina dipasok bantuan militer yang lebih kuat termasuk amunisi yang dianggap kontroversial.

Anggota militer Lituania berjaga di balik pagar yang mengelilingi lokasi penyelenggaraan KTT NATO di Ibu Kota Lituania, Vilnius, (9/7/2023). Salah satu hal yang menjadi diskusi hangat selama KTT ialah pengiriman bom tandan untuk Ukraina.
Konferensi Tingkat Tinggi NATO di Vilnius, Lithuania, Rabu (12/7/2023), telah usai dan memberikan ”gula-gula” politik kepada Ukraina tanpa terburu-buru menerima keanggotaan Ukraina dalam NATO. Di satu sisi, KTT NATO mengecewakan Presiden Volodymyr Zelenskyy yang menilai penundaan keanggotaan Ukraina ke NATO sebagai hal yang absurd, tetapi di sisi lain NATO memberikan jaminan persenjataan lebih besar dan dukungan jangka panjang kepada Ukraina.
Sebanyak 31 negara anggota NATO juga membuat komitmen untuk terus mendukung Ukraina hingga mencapai kemenangan perang dalam melawan invasi Rusia, meski belum ada kesepakatan terkait keanggotaan Ukraina dalam NATO. Dukungan senjata yang disepakati itu termasuk suplai amunisi bom tandan (cluster munition) Amerika Serikat, tank Leopard 2 Jerman, dan rudal jelajah Scalp-EG Perancis.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, misalnya, menyatakan dampak dari 500 hari perang Rusia Ukraina telah memperkuat aliansi NATO dengan meningkatkan produksi dan pengeluaran pertahanan. Pertemuan itu telah mengambil langkah besar dalam mendukung Ukraina memasuki NATO.
Tak hanya janji keanggotaan, PM Inggris itu juga mengumumkan akan membantu lebih banyak amunisi, mengirim lagi 70 kendaraan tempur dan pusat rehabilitasi baru untuk tentara Ukraina yang terluka. Selain itu, Inggris juga berkomitmen memberikan pelatihan pilot pesawat tempur F-16 yang akan dimulai bulan depan.

Seorang pria berjalan melewati bagian ekor roket 300mm yang tidak meledak yang tampaknya berisi bom cluster yang diluncurkan dari peluncur roket ganda BM-30 Smerch yang tertanam di tanah setelah penembakan di Lysychansk, wilayah Lugansk, Ukraina, Senin (11/4/2022).
Tak hanya Inggris, Amerika Serikat juga menjanjikan dukungan senjata bom tandan (cluster munition). Senjata ini dikenal terlarang dipakai dalam peperangan karena dampak risiko jangka panjangnya yang berbahaya bagi warga sipil selepas masa perang.
Penasihat Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, kembali mengeluarkan ancaman penggunaan senjata nuklir dalam perang Rusia-Ukraina. ”Akan menjadi kesalahan dan berpotensi sangat berbahaya bagi negara mana pun untuk menawarkan jaminan keamanan ke Ukraina. Negara-negara NATO yang memperkuat Ukraina akan mendorong semakin dekatnya penggunaan senjata nuklir,” kata Medvedev dalam video yang beredar di media sosial.
Kemarahan Medvedev itu semakin bermakna di saat kondisi garis depan Rusia di Ukraina setiap hari digerogoti oleh gerak maju pasukan Ukraina dan konflik di dalam tubuh pasukan bersenjata Rusia. Gerak maju pasukan Ukraina hingga hari ini diperkirakan sudah merebut kembali 150 km persegi wilayah garis depan mulai dari Luhansk di utara hingga Kherson di selatan.
Bahkan Kota Bakhmut yang direbut Rusia dengan susah payah selama enam bulan kini juga semakin terancam karena infanteri dan pasukan lapis baja Ukraina sudah merebut bagian utara dan selatan kota. Alih-alih menyerang langsung pasukan kubu Rusia di Bakhmut, mereka menyerang dengan strategi garis melambung untuk melakukan pengepungan garis suplai logistik perang tentara Rusia.

Pasukan Ukraina menembakkan meriam Howitzer 122mm D-30 ke arah pasukan Rusia yang berada di wilayah Kherson, Ukraina (13/6/2023). Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Hana Maliar menyebut pasukan Ukraina mengalami kemajuan di beberapa medan pertempuran, seperti di Bakhmut dan Zaporizhzhia.
Kota itu agaknya tetap menjadi simbol kehormatan baik bagi Rusia maupun Ukraina meskipun wilayah tersebut sudah hancur lebur akibat pertempuran berbulan-bulan. Secara visual, tak ada lagi gedung atau rumah yang utuh di Bakhmut dan ditinggalkan 70.000 penduduknya.
Meskipun Rusia masih tangguh sebagai sebuah kekuatan perang, tetapi armada Rusia saat ini jelas berbeda dengan perkiraan sebelumnya. Seorang pejabat Amerika Serikat bahkan meledek bahwa Rusia sudah menjadi kekuatan perang kedua terbesar di Ukraina, alias lebih kecil dari Ukraina. Tak heran pula bahwa Kepala Staf AS Jenderal Mark Milley berani memberi isyarat sejak akhir Mei 2023 lalu bahwa Ukraina telah kapabel untuk menjalankan serangan balik merebut wilayahnya yang direbut Rusia.
Meski demikian, hingga satu setengah bulan setelah berlangsungnya serangan balik, terbukti pasukan Ukraina belum mampu membuat prestasi yang memukau seperti tahun lalu ketika mereka menangkal serangan Rusia di Kyiv dan mendesak mundur Rusia dari Provinsi Kherson.
Garis pertahanan Rusia yang dibuat ala Perang Dunia I, yaitu parit-parit pertahanan yang berlapis, yang semula banyak diejek pengamat militer Barat, ternyata terbukti efektif untuk menahan gempuran balik pasukan Ukraina dan mempermalukan gerak maju pasukan Ukraina.

Struktur komando terganggu
Serangan balik Ukraina yang relatif melempem tentu dimanfaatkan Presiden Vladimir Putin di tengah tekanan politik di dalam negeri atas pemberontakan pasukan militer bayaran Wagner pimpinan Yevgeni Prighozhin. Pemberontakan Wagner terbukti melemahkan struktur militernya akibat menurunnya kepercayaan dan dicopotnya sejumlah perwira, termasuk Jenderal Sergey Surovikin, yang ditengarai pro Prighozhin.
Stagnasi yang terjadi di medan perang tentu menjadi keuntungan politik dan militer bagi Putin di tengah upayanya menghimpun kembali soliditas dan momentum. Apalagi, selepas perginya Wagner di garis depan, lebih sulit mengandalkan prajurit reguler yang kalah ”nekat” ketimbang personel Wagner. Ini wajar, mengingat pasukan Wagner dalam kenyataannya bukanlah semata narapidana yang direkrut Prighozhin, tetapi juga rata-rata berlatar belakang militer bahkan banyak yang berasal dari pasukan khusus.
Prestasi Wagner bisa dibandingkan dengan prajurit reguler Rusia dalam pertempuran di Khersonpada September 2022. Tentara Rusia terpaksa ditarik mundur dari garis depan karena berhasil dikepung Ukraina. Sebagai catatan, saat itu ada puluhan batalyon tempur di sebelah barat Sungai Dnieper yang terpaksa mundur atas perintah Jenderal Sergey Surovikin untuk menghindari kerugian militer yang besar.
Jenderal Surovikin yang memiliki julukan ”armageddon” atau ”kiamat” itu dalam sebuah wawancara mengaku terpaksa melakukan langkah itu meski memalukan Rusia demi menyelamatkan ribuan pasukan Rusia yang berhasil dijebak Ukraina. Kini, peristiwa mundurnya pasukan Rusia di Kherson itu akhirnya banyak diungkap media sosial Rusia akibat tersendatnya suplai amunisi, yang berarti mirip dengan kondisi defisit amunisi yang dialami milisi Wagner di Kota Bakhmut.

Anggota pasukan bayaran Wagner Group duduk di atas tank di jalanan Rostov-on-Don, Rusia (24/6/2023). Milisi Wagner melakukan pemberontakan kepada militer Rusia.
Dalam salah satu video, pemimpin Wagner Prighozhyn marah kepada Menteri Pertahanan Rusia Jenderal Sergei Shoigu dan Kepala Staf Militer Rusia Jenderal Valery Gerasimov yang dianggap menahan kiriman amunisi dengan latar belakang mayat-mayat prajurit Wagner. Meski semula kemarahan Prighozhyn dianggap sebagai drama, belakangan terbukti bahwa memang ada konflik dalam skema perencanaan perang di kalangan perwira tinggi Rusia yang dilatarbelakangi perbedaan visi dan kepentingan politik.
Pasukan Prighozhin dengan semua defisit amunisi dan kehilangan puluhan ribu pasukan, (15.000 korban versi Rusia, 60.000 korban versi Ukraina) tetap maju menerjang posisi bertahan Ukraina dan tutup mata atas banyaknya prajurit yang menjadi korban perang. Hasilnya, pada 20 Mei 2023 Wagner berhasil merebut 95 persen wilayah Bakhmut setelah bertempur selama sembilan bulan dan mendeklarasikan kemenangan.
Sulit dimungkiri kekuatan pasukan infanteri Rusia banyak ditopang oleh prajurit bayaran Wagner, yang memiliki reputasi internasional dan beroperasi di berbagai negara. Kini dengan kekosongan posisi Wagner, tidak mudah menggantikan dengan prajurit reguler yang tampaknya sengaja dihemat Putin demi menjaga soliditas sentimen politik di dalam negeri. Bagaimanapun, masyarakat Rusia tak akan menerima narasi pengorbanan prajurit yang tinggi di tengah sekadar pelaksanaan operasi khusus.

”Storm Shadow”
Dukungan persenjataan NATO yang semakin canggih dan belum semuanya mampu ditangkal Rusia secara efektif itu jelas akan memperlemah Rusia dan sebaliknya memperkuat daya gempur Ukraina. Selama dua bulan ini daya gempur Ukraina meningkat drastis karena keberadaan rudal jelajah siluman StormShadow buatan Inggris.
Gempuran rudal berkualifikasi stealthjarak menengah yang mampu membawa 450 kg bahan peledak dengan kemampuan meruntuhkan gedung tersebut telah membuyarkan gudang-gudang amunisi terutama jauh di garis belakang. Dengan jarak jangkau sasaran lebih dari 250 km, seluruh wilayah pendudukan Rusia di Ukraina kini mampu dijangkau.
Gempuran terbaru diluncurkan ke hotel yang disebut-sebut menjadi pusat komando militer Rusia wilayah selatan di pantai Berdyansk, Provinsi Zaporizhia. Serangan yang diluncurkan menggunakan rudal Storm Shadow pada 11 Juli 2023 dini hari itu itu meluluhlantakkan bangunan hotel dan menewaskan Letnan Jenderal Oleg Tsokov, Deputi Komandan Militer Rusia wilayah selatan.

Pasukan Militer Ukraina di garis depan memeriksa rudal antitank portabel bantuan dari Inggris di dekat desa Novognativka, wilayah Donetsk, Ukraina (21/2/2022).
Serangan mematikan Ukraina itu seakan melengkapi serangan bertubi-tubi terhadap depot-depot amunisi Rusia yang dihancurkan dengan rudal Storm Shadow. Secara keseluruhan, gempuran rudal Storm Shadow sudah mencapai lebih 40 unit rudal dan hampir seluruhnya mengenai sasaran. Sejauh ini, baru terpantau sebuah Storm Shadow yang mampu ditembak jatuh pertahanan udara Rusia dan satu lagi jatuh dalam kondisi relatif utuh.
Hal itulah yang membuat marah Dmitry Medvedev dan petinggi Rusia lainnya karena mereka belum memiliki metode pertahanan yang efektif untuk menjatuhkan rudal andalan Eropa itu.
Baca juga: Mampukah Ukraina Menjalankan Serangan Balik dengan Mulus?
Selain pasokan serangan rudal Storm Shadow Inggris yang semakin masif, Perancis pada KTT NATO juga berkomitmen segera mentransfer rudal jelajah Storm Shadow versi Perancis, yakni rudal Scalp-EG. Pasokan rudal Scalp-EG ini untuk memperkuat cadangan rudal Storm Shadow yang menipis dan belum kembali dipasok Inggris. Bagaimanapun, jumlah 40 rudal Storm Shadow yang sudah diluncurkan merupakan jumlah yang besar bagi sebuah negara.
Inggris sebagai produsen Storm Shadow diperkirakan memiliki 700 sampai 1.000 rudal di gudang senjatanya dan merupakan negara pertama yang menyumbangkan rudal jelajah dengan kemampuan anti-jamming dari sistem pertahanan udara Rusia, Krasukha maupun S-400. Sementara Amerika Serikat hingga saat ini masih menahan diri untuk memberikan bantuan rudal ATACsm yang bisa menjangkau jarak 300 km.

Bom tandan
Selain memperkuat amunisi perang Ukraina dengan rudal jelajah, NATO juga bersepakat memberikan bantuan bom tandan (cluster munition) yang sebetulnya dilarang digunakan di banyak negara dunia. Bom tandan dilarang digunakan dalam perang sejak tahun 2008 melalui Convention on Cluster Munitions dan ditandatangani 120 negara, termasuk Perancis, Inggris, tetapi tidak oleh Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat.
Bom tandan adalah jenis bom ”wadah-induk” yang membawa puluhan hingga ratusan bom/peledak kecil (submunition) dan memiliki kemampuan meledak di udara sehingga menyebarkan peledak ke area sebesar kira-kira lapangan bola. Bom bisa diluncurkan dari pesawat udara ataupun ditembakkan oleh kanon meriam 155 mm.
Baca juga: Serangan Lintas Batas Ukraina Mulai Berpengaruh Mendikte Rusia
Kekhawatiran dari penggunaan bom tandan ini ialah dari puluhan bom kecil yang dibawa pasti ada sekitar lima persen yang tidak meledak dan bisa membahayakan penduduk sipil di masa setelah perang.
Bantuan bom tandan kepada Ukraina ini dikecam lembaga Amnesty International dan menjadi polemik di dalam NATO karena mayoritas anggota melarang penggunaan bom ini. Tak heran, Presiden AS Joe Biden sampai perlu menandaskan bahwa yang akan diberikan kepada Ukraina ialah jenis bom yang memiliki angka kegagalan meledak sebanyak maksimal 2,5 persen. Jika sebuah bom tandan besar membawa 120 proyektil, maka hanya tiga peledak yang ”boleh” tidak meledak dan itu pun serangan yang diarahkan ke area minim populasi sipil.

Foto yang diambil pada 13 Oktober 2017 memperlihatkan konvoi tank Leopard 2 A7 milik militer Jerman di kawasan pusat latihan militer di Munster, Jerman utara.
Betapapun, penggunaan bom tandan sudah berjalan di lapangan sejak awal invasi. Tak hanya Rusia yang menggunakannya sejak awal invasi, tetapi Ukraina juga menggunakannya meski diyakini segera kehabisan stok bom.
Bom yang tidak pilih-pilih sasaran karena sifat kurang akuratnya ini dipilih untuk membantu Ukraina karena sistem pertahanan parit dan beton yang berlapis-lapis dari pasukan Rusia terbukti berakibat buruk bagi serangan balik Ukraina.
Baca juga: Strategi Ukraina Serang Jauh ke dalam Wilayah Rusia (I)
Sejumlah serangan balik yang coba dilakukan di awal Juni 2023 terbukti memakan korban besar dari tentara Ukraina dan kendaraan lapis baja karena rapatnya parit yang dibuat Rusia.
Militer Rusia membuat parit dengan cara manual maupun mesin traktor khusus sehingga bisa sangat panjang dan berlapis-lapis. Hal ini menjadi persembunyian yang efektif bagi tentara Rusia ketika bertahan dari tank dan kendaraan lapis baja Ukraina.

Foto yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia, 19 Februari 2022, memperlihatkan seorang petugas tengah memeriksa kesiapan jet tempur MiG-31K yang akan mengangkut rudal hipersonik Kinzhal. Kinzhal telah digunakan dalam dua kesempatan di Ukraina, masing-masing pada Maret 2022 dan 9 Maret 2023.
Salah satu kejadian paling pahit bagi Ukraina adalah serangan ke Zaporizhia (10/7/2023) ketika beberapa tank Leopard-2 bantuan Jerman dan kendaraan infanteri Bradley bantuan AS terjebak dalam ladang ranjau dan serangan roket antitank oleh pasukan Rusia.
Peristiwa yang melumpuhkan tank Leopard untuk pertama kalinya itu menjadi penanda awal yang pahit bagi prajurit Ukraina dalam serangan balik dan membuat negara NATO pendukungnya melihat perlunya alutsista baru.
Bagaimanapun, bantuan bom tandan AS dan rudal Scalp-EG Perancis dapat memberikan ”vitamin baru” kepada gerak maju pasukan Ukraina. Momentum musim panas dan goyangnya struktur militer Rusia pascapemberontakan milisi Wagner saat ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Ukraina untuk mendorong Rusia mundur sedekat mungkin ke perbatasan Ukraina. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Strategi Ukraina Serang Jauh Ke dalam Wilayah Rusia (II)