Mempertebal Tipisnya Partai Menggarisbawahi Pemuda
Kaum muda dan politik bagaikan dua hal yang tak terpisahkan. Sayang, keduanya kurang dipertemukan dalam naskah komitmen partai politik dalam membangun misinya.
Komitmen partai politik memberikan ruang dan kesempatan kaum muda berkembang di panggung politik masih menjadi tanda tanya. Hal ini berpijak dari pencermatan terhadap misi partai politik yang tampaknya masih perlu dipertegas komitmennya pada kaum muda.
Kesimpulan ini berpijak dari hasil analisis Litbang Kompas terkait misi partai-partai politik di Indonesia. Bagaimanapun, salah satu lembaga politik yang dapat didorong sebagai motor penggerak untuk memperkuat peran pemuda adalah partai politik. Partai politik merupakan jalur utama para politisi di Indonesia memanggungkan dirinya.
Namun, jika mencermati misi partai politik saat ini, tampak bahwa kaum muda atau pemuda belum menjadi sasaran utama yang dituju. Hal ini mengindikasikan minimnya anggota parlemen berusia muda menjadi bagian dari pekerjaan rumah partai politik yang ada di Indonesia.
Dari sembilan partai politik yang berhasil menjadi bagian dari parlemen saat ini, kata kunci pemuda atau generasi muda sangat sedikit muncul secara eksplisit dalam misi parpol yang tertulis dalam laman resminya. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, menjadi satu-satunya partai anggota parlemen yang menyebut kata ”pemuda” dalam misi partainya.
PKS menulis dalam misinya yang ketiga, yakni meningkatkan kepeloporan partai dalam pelayanan, pemberdayaan, dan pembelaan terhadap ketahanan keluarga, pemuda, kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. Selain PKS, delapan parpol anggota parlemen yang lain tidak memunculkan kata pemuda atau muda secara eksplisit dalam misinya.
Kata kunci yang dekat regenerasi politik adalah kader atau rekrutmen. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya, dalam salah satu poin misinya menyatakan akan melakukan rekrutmen anggota dan kader partai. Namun, generasi muda tidak muncul secara eksplisit.
Hal serupa tertulis dalam misi Partai Demokrat. Dalam salah satu misinya Demokrat menulis, mempersiapkan kader-kader Demokrat sebagai peserta pemilu. Namun, baik PDI-P maupun Demokrat, tidak dijelaskan secara eksplisit apakah kader yang dimaksud berkaitan dengan usia yang lebih muda.
Perhatian khusus terhadap pemuda malah muncul dalam misi partai non-parlemen saat ini, yakni Partai Hanura. Dalam salah satu poin misinya, Hanura menulis akan memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luaskan kepada kaum perempuan dan pemuda pada posisi strategis.
Selain Hanura, agenda khusus yang menyasar pada kaum muda ditunjukkan oleh dua partai baru, yakni Partai Ummat dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
Dalam konteks misi terkait pendidikan yang holistik dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, Partai Ummat memberikan perhatian khusus pada generasi milenial sebagai sasaran.
Sementara PKN, dalam satu misinya menyatakan akan memberikan kesempatan yang sama dan luas kepada perempuan, generasi muda, dan disabilitas pada posisi taktis strategis dalam pembangunan bangsa.
Selain Partai Ummat dan PKN, tidak ada partai baru lain yang menempatkan pemuda secara eksplisit dalam misi partai. Bahkan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang selama ini lebih dekat label anak muda tidak memasukkan kata kunci pemuda atau generasi muda secara eksplisit dalam misi partainya.
Melihat data ini, artinya hanya 4 dari 18 partai peserta Pemilu 2024 yang menunjukkan perhatian khusus terhadap generasi muda dan menempatkannya secara eksplisit dalam misinya.
Namun, bisa saja dalam program yang lebih spesifik, partai-partai yang ada memasukkan pemuda secara khusus dalam agendanya. Jika belum masuk secara eksplisit dalam misi partai, garis bawah yang diberikan terhadap pemuda tampak masih tipis.
Baca juga: Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Memperkuat Partisipasi Politik Anak Muda
Ruang sempit
Masih minimnya partai politik menggarisbawahi isu kaum muda dalam misinya juga tergambar dari eksistensi politisi muda yang masih dihadapkan pada ruang sempit di panggung politik. Data menunjukkan, panggung politik di Indonesia belakangan lebih banyak diisi oleh aktor-aktor yang berusia relatif senior.
Pada Juli 2023 Inter-Parliamentary Union (IPU) mencatat, rata-rata usia anggota DPR di Indonesia adalah 51,62 tahun dengan skor indeks demokrasi sebesar 6,71. Dilihat dari data ini, maka anggota parlemen di Indonesia berada dalam kategori generasi X akhir mendekati baby boomers.
Apabila data ini dilihat secara lebih dalam, tampak hanya 26,3 persen anggota DPR Indonesia yang berusia 45 tahun ke bawah.
Dengan kata lain, yang tampak dari data ini, 74 persen politisi Indonesia yang duduk di parlemen saat ini berusia di atas 45 tahun. Dengan asumsi jumlah anggota DPR 575 orang, artinya hanya 151 orang anggota DPR yang berusia 45 tahun ke bawah.
Panggung politik di Indonesia belakangan lebih banyak diisi oleh aktor-aktor yang berusia relatif senior.
IPU juga mencatat bahwa anggota DPR di Indonesia yang berusia di bawah atau sama dengan 30 tahun hanya 3,83 persen. Dengan perhitungan sebagaimana di atas, hanya 22 orang anggota DPR berusia di bawah atau sama dengan 30 tahun.
Memang tak keliru, apabila berbicara usia berpolitik, tidak sepenuhnya usia biologis menjadi patokan. Kedewasaan seseorang dalam berpolitik menuntut pengalaman yang lebih banyak ketimbang faktor usia saja. Artinya, berbicara usia tua atau muda bisa saja relatif dalam. Namun, berkaca dari sejarah Indonesia, bagaimana memandang data IPU di atas?
Baca juga: Bagaimana Anak Muda Memandang Partai Politik?
Sejarah
Padahal, sejarah perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidak bisa dilepaskan dari peran kaum muda. Paling tidak, ada dua peristiwa dalam sejarah perjuangan kemerdekaan yang melibatkan peran penting anak muda, yakni Sumpah Pemuda dan peristiwa Rengasdengklok.
Dalam Kongres Pemuda kedua yang berlangsung tahun 1928, pemuda-pemuda dari penjuru negeri berkumpul untuk merumuskan ide persatuan dan nasionalisme yang menjadi cikal bakal kemerdekaan Indonesia. Hal ini termaktub dalam rumusan Sumpah Pemuda. Dalam momentum ini pula, lagu ”Indonesia Raya” dialunkan oleh penciptanya, WR Soepratman.
Berikutnya, peran sentral pemuda juga dapat dilihat dalam peristiwa Rengasdengklok 1945. Pemuda melihat adanya momentum yang tidak boleh dilewatkan untuk memproklamasikan kemerdekaan di tengah kekosongan kekuasaan.
Desakan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan datang dari golongan muda. Dari dua peristiwa monumental ini dapat dipahami bahwa sejarah pergerakan bangsa ini tidak bisa dilepaskan dari peran pemuda.
Selain melihatnya dalam peristiwa di atas, semangat muda juga bisa dilihat dari usia tokoh-tokoh kunci di seputar Kemerdekaan. Dua proklamator bangsa, Soekarno dan Mohammad Hatta, belum genap berusia 50 tahun saat memproklamasikan kemerdekaan. Pada 17 Agustus 1945, Soekarno berusia 44 tahun. Sementara Hatta berusia lebih muda setahun, yakni 43 tahun.
Tak hanya mereka berdua, beberapa tokoh lain juga berusia relatif muda di saat kemerdekaan berhasil direbut. Sebut saja misalnya Mohammad Yamin yang berusia 41 tahun saat Indonesia merdeka, sementara Sutan Sjahrir berusia lebih muda lagi, yakni 36 tahun. Masih ada pejuang sekaligus politisi lain yang pada seputar kemerdekaan berusia sekitar 40 tahun.
Jika kembali pada rata-rata usia politisi Indonesia saat ini, 51,62 tahun, tampak bahwa para pejuang kemerdekaan telah mencapai panggung politik tertingginya pada usia di bawah itu. Belum lagi jika melihat gerakan reformasi 1998, yang juga ditandai oleh pergerakan mahasiswa, sejarah politik Indonesia tidak pernah jauh dari peran pemuda.
Baca juga: Membaca Potret Berpolitik Anak Muda
Tokoh muda
Meskipun secara kuantitas belum menunjukkan posisi kuat, tokoh muda dalam politik Indonesia saat ini tak lepas dari perhatian pembicaraan publik. Indonesia Indikator mengamati perbincangan publik tentang politisi muda dan merilis 20 Politisi Muda Terpegah (terpopuler) 2022. Penyematan predikat ini berbasis banyaknya berita yang menampilkan para politisi ini.
Lima posisi tertinggi dari 20 tokoh muda ini berturut-turut adalah Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Surakarta (41.1946 berita); Bobby Nasution, Wali Kota Medan (37.170 berita); Andi Sulaiman, Gubernur Sulsel (25.768 berita); Emil Dardak, Wagub Jatim (16.668 berita); dan Audy Joinaldy, Wagub Sumbar (9.408 berita).
Dua dari lima posisi teratas ini adalah putra dan menantu Presiden Jokowi. Artinya, kekuatan kapital simbolik tak bisa dihilangkan begitu saja dalam kiprah tokoh-tokoh muda ini. Selain kapital simbolik tentu prestasi dan kepiawaian sebagai pemimpin menentukan seorang tokoh muda diperbincangkan oleh publik.
Adanya tokoh-tokoh muda yang mampu merebut perhatian publik menjadi indikasi bahwa kaum muda mampu menunjukkan kualitasnya. Apabila hal ini didukung dengan dukungan sistem yang dibangun mulai dari partai politik, kiprah orang muda bukan tak mungkin akan meneruskan sejarah bangsa yang tak pernah lepas dari semangat pemuda. Dengan demikian, sudah waktunya partai politik mulai mempertebal narasi kaum muda dalam misinya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Politik Anak Muda, Mau Kemana?