Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Pahami informasi seputar Pilkada 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pilkada 2024 Lebih kurang separuh responden (51,9 persen) dalam Survei Nasional Kompas pada Januari 2023 mengakui citra partai politik sudah baik. Namun, penilaian ini hanya sedikit di atas penilaian citra baik terhadap lembaga lain, seperti Polri (50 persen) dan DPR (49 persen), di antara 13 lembaga lain.
Meski demikian, citra terhadap pilar demokrasi ini mengalami sedikit peningkatan, yaitu 1,4 persen, dibandingkan survei Oktober 2022 setelah turun 4,1 persen dari survei Juni 2022.
Jika dilihat hasil survei berkala yang dilakukan Kompas sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, yaitu dari Januari 2015 hingga Januari 2023, terpotret penilaian citra baik terhadap parpol cenderung fluktuatif.

Penilaian tertinggi mencapai 66,6 persen dinyatakan publik pada survei Januari 2022. Selain itu, citra parpol di kisaran angka 50 persen. Sisi positifnya, dalam sembilan tahun terakhir penilaian buruk terendah terhadap citra partai politik terjadi di survei awal tahun ini. Sayangnya, justru responden yang enggan memberikan pendapatnya semakin besar.
Peningkatan, walau tidak signifikan, citra baik terhadap organisasi yang melahirkan figur-figur potensial pemimpin negeri ini menjadi tantangan untuk menunjukkan performa lebih baik di balik masifnya kasus yang mencoreng wajah partai. Misalnya, banyak tokoh partai yang terjerat kasus korupsi, bahkan tokoh di pucuk pimpinan partai tak lepas dari kasus tersebut.
Lima mantan ketua umum partai politik, yaitu Setya Novanto (Partai Golkar), Anas Urbaningrum (Partai Demokrat), Luthfi Hasan Ishaaq (Partai Keadilan Sejahtera), bahkan dua mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan, Suryadharma Ali dan M Romahurmuziy, telah diproses hukum karena korupsi. Selain mereka, sejumlah anggota legislatif juga telah diproses hukum.
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Modal Sosial Menopang Elektoral Parpol
Citra DPR
Melansir berita Kompas.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sejak 2004 hingga November 2022, sebanyak 1.479 orang ditetapkan sebagai tersangka dan dibawa ke meja hijau. Sebanyak 319 orang (22 persen) di antaranya adalah anggota DPR dan DPRD. Oleh karena itu, tak mengherankan jika cirta DPR masih dipandang buruk, bahkan dinilai sebagai lembaga negara paling buruk.
Sebagai wakil rakyat, kader-kader partai yang duduk di Senayan ataupun di kursi anggota dewan di daerah membuat kecewa konstituennya karena telah menodai demokrasi. Hal ini tentu berimbas pada citra parpol yang merekrut dan menempatkan kader-kadernya di parlemen. Apalagi, parpol sering kali mengklaim kader-kadernya yang lolos dalam pemilihan legislatif (pileg) adalah figur-figur terbaik partai.
Paradoks itulah yang justru menggerus kepercayaan publik terhadap parpol. Tak berlebihan jika publik memiliki persepsi negatif terhadap parpol karena rekam jejak politisi dan sepak terjang kader partai yang duduk di parlemen tak jarang memberikan contoh keteladanan politik kurang baik.
Kekecewaan terhadap kinerja partai ataupun elite-elitenya membuka peluang munculnya partai-partai baru yang sebagian juga pecahan dari partai lama. Pascareformasi, jumlah partai yang bertarung di kontestasi politik semakin dinamis.
Pemilu 1999 tercatat paling banyak diikuti parpol, hingga 48 partai yang terdaftar menjadi peserta pemilu. Pemilu 2024 mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memberikan tiket pada 18 parpol untuk berlaga.

Partai parlemen yang kembali menjadi peserta pemilu adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara partai nonparlemen yang pada Pemilu 2019 pernah ikut dalam kontestasi adalah Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Garuda, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Selebihnya, terdapat empat partai baru, yaitu Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Buruh, dan Partai Ummat.
Fenomena munculnya partai-partai baru di satu sisi menunjukkan berjalannya proses demokrasi, tetapi di sisi lain bisa dimaknai sebagai bentuk lemahnya identitas kepartaian masyarakat. Kecenderungan cairnya arah pilihan publik terhadap parpol membuka peluang partai baru untuk merebut suara pemilih. Di samping itu juga menjadi problem dalam mencari kader-kader berkualitas.
Baca juga : Survei ”Kompas”: Narasi Politik Pengaruhi Elektabilitas Parpol
Kaderisasi
Munculnya partai-partai baru membuat perebutan untuk mendapatkan kader-kader terbaik semakin kompetitif. Apalagi, kaderisasi masih menjadi pekerjaan rumah bagi perkembangan parpol saat ini. Sementara strategi penempatan para calon anggota legislatif yang kapabel sangat krusial untuk mendulang suara dan meraih kemenangan.
Terkait problem kaderisasi, jajak pendapat Kompas pada Agustus 2022 menangkap gejala ketidaktertarikan masyarakat terjun di dunia politik. Enam dari sepuluh responden menyatakan tidak berminat bergabung dengan partai politik.
Sebagian besar beralasan ingin berkarier di dunia profesional. Terbaca dari hasil survei, semakin tinggi pendidikan responden semakin tidak tertarik berkarier di partai. Sebaliknya, semakin rendah pendidikan semakin besar minat untuk menjadi anggota dan pengurus partai.
Dari hasil survei nasional Januari 2023 juga terbaca, responden dengan latar belakang pendidikan dasar menilai lebih tinggi citra baik terhadap parpol dibandingkan responden berpendidikan menengah ataupun tinggi.
Namun, yang perlu digarisbawahi, dari yang tidak berminat tersebut, 8,6 persen di antaranya mengaku terpengaruh citra buruk partai dan 7,1 persen mengaku takut dengan dunia politik. Tak heran karena di dunia politik sulit ditebak mana kawan mana lawan, bahkan banyak ”musuh dalam selimut”.

Sikap apatis sekitar 16 persen responden tersebut menjadi tugas berat parpol di tengah eksistensinya dalam menjalankan fungsi sebagaimana diamanatkan undang-undang. Di antaranya yang paling mendasar, partai politik diharapkan dapat hadir dalam membangun pendidikan politik warga negara serta mengupayakan kondusivitas dan persatuan bangsa.
Menyiapkan kader-kader yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran serta kerelaan untuk benar-benar mengabdi pada masyarakat, menjadi pekerjaan rumah parpol mengingat partai menjadi saluran aspirasi rakyat sehingga modal kepercayaan rakyat sangat penting.
Memperbaiki citra menjadi salah satu cara untuk mendapat kepercayaan publik. Di balik penilaian terhadap citra parpol yang belum memuaskan, masih ada harapan untuk memperbaiki dan merebut hati publik, terutama generasi muda sebagai kader penerus partai ke depan.
Dari hasil survei terbaca, justru generasi muda (generasi Z) di bawah 26 tahun yang memberikan apresiasi baik paling tinggi (55,8 persen) dibandingkan kelompok generasi lain. Hal ini menjadi modal sosial yang penting bagi keberlanjutan partai.
Oleh karena itu, penguatan kembali peran dan fungsi, termasuk kualitas sumber daya manusia partai, menjadi sangat penting guna menghadirkan partai politik yang tak sekadar menjadi alat politik, tetapi benar-benar bisa menjadi pilar demokrasi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Survei ”Kompas”: Pemilih PAN dan PDI-P Paling Loyal