Survei Litbang "Kompas": Kalkulasi Maksimal Elektabilitas Partai Politik
Setahun jelang Pemilu 2024, elektabilitas parpol kian dapat dipetakan. Seberapa besar potensi maksimal elektabilitas parpol dan partai mana saja yang diperkirakan unggul di 2024 nanti?
Oleh
Reza Felix Citra
·6 menit baca
KOMPAS
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo duduk bersebelahan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, saat pelantikan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu di Semarang (30/1/2023).
Angka elektabilitas dapat menjadi patokan untuk mengukur tingkat keterpilihan partai politik peserta pemilu. Namun, karena angka elektabilitas ini sifatnya dinamis, diperlukan tambahan ukuran yang lebih stabil untuk dapat menentukan potensi maksimal elektabilitas parpol.
Hasil survei Litbang Kompas yang dilaksanakan 25 Januari-4 Februari 2023 menunjukkan elektabilitas partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menempati posisi teratas dengan elektabilitas 22,9 persen diikuti Partai Gerindra (14,3 persen), Partai Golkar (9 persen), Partai Demokrat (8,7 persen), dan Partai Nasdem (7,3 persen).
Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Pahami informasi seputar Pilkada 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dari survei periodik Kompas kepada 1.202 responden di 38 provinsi ini, disertakan juga sejumlah indikator untuk mengukur tingkat loyalitas pemilih terhadap parpol. Dari sini dapat disimulasikan sebuah angka indeks yang dapat mengukur potensi elektabilitas maksimal dari parpol.
Berbeda dengan angka elektabilitas yang selalu bergerak tergantung situasi dan kondisi masyarakat, serta strategi yang sedang dijalankan parpol di suatu waktu, angka elektabilitas maksimal ini akan lebih stabil dan reliabel untuk melihat loyalitas pendukung parpol.Berdasarkan ukuran ini bisa dilakukan perbandingan kekuatan pendukung antarparpol.
Apabila sebuah parpol mempunyai jumlah pendukung terbesar di level loyalitas yang lebih tinggi, maka dapat dikatakan parpol itu mempunyai modal dasar pendukung yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Semakin rendah level loyalitas semakin berkurang ikatan pendukung terhadap parpol.
KOMPAS
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menggelar pertemuan secara tertutup sekitar dua jam dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Surabaya, Jawa Timur (13/2/2023).
Parpol yang punya modal dasar pendukung yang cukup kuat umumnya akan lebih mudah dalam mengonversi dukungan itu menjadi elektabilitas. Tinggal dibutuhkan strategi yang tepat agar dapat memaksimalkan konversi di tiap tingkatan level loyalitas pendukung.
Level loyalitas pemilih ini setidaknya dapat dikategorikan ke dalam lima tingkatan. Pertama, pada tingkatan yang paling tinggi ialah pemilih yang mengenal dengan baik dan menyukai parpol (potensial loyalis). Di level kedua ialah pemilih yang sekadar tahu tapi menyukai parpol (potensial tambahan).
Tingkatan berikutnya ialah pemilih yang pernah mendengar dan bersikap netral terhadap parpol (netral). Dua level terakhir ialah pemilih yang belum mengenal parpol (tidak tahu) dan pemilih yang mengenal dan menyatakan tidak suka kepada parpol (resistan).
Besaran jumlah pendukung dari kelima tingkatan ini akan menunjukkan level loyalitas dukungan masyarakat kepada parpol. Apabila sebuah parpol punya potensial loyalis yang besar, berarti parpol itu sudah memiliki modal dasar pendukung yang cukup kuat. Tantangannya, tinggal bagaimana dukungan itu dapat dikonversinya menjadi elektabilitas parpol.
Kelompok potensial tambahan juga berpotensi menambah elektabilitas parpol. Namun, karena pengetahuan akan parpol yang masih kurang, diperlukan usaha yang lebih besar untuk menarik mereka menjadi pemilih parpol. Demikian juga dengan kelompok-kelompok di tingkat berikutnya, yaitu netral dan resistan. Untuk menjangkau kelompok ini, diperlukan usaha yang jauh lebih besar untuk dapat meyakinkan mereka jadi pemilih suatu parpol.
KOMPAS
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menggelar pertemuan di Istora Senayan, Jakarta (10/2/2023).
Potensial loyalis
Dengan membandingkan besaran angka potensial loyalis masing-masing, terpetakan sejumlah pola dukungan potensi loyalis parpol. Secara umum, potensial loyalis ini telah terbentuk di parpol-parpol besar. Tidak heran jika potensi loyalis ini terlihat lebih mendominasi parpol-parpol papan atas.
Urutan teratas ialah PDI-P dengan 14,9 persen. Angka itu menunjukkan pemilih potensial loyalis dari PDI-P mencapai 14,9 persen. Jika tingkat elektabilitas PDI-P saat ini mencapai 22,9 persen, berarti PDI-P sudah berhasil mengonversi sebagian besar pemilih potensial loyalisnya ditambah dari pemilih potensial tambahan di kelompok lainnya.
Partai dengan situasi mirip dengan PDI-P ialah Gerindra. Walaupun saat ini besaran pemilih potensial loyalisnya masih di bawah Partai Demokrat dan Golkar, elektabilitasnya sudah melebihi angka potensial loyalisnya. Hal ini menandakan Gerindra memiliki dukungan pemilih yang cukup solid. Soliditas pemilih ini membuat besar kemungkinan di Pemilu 2024 nanti Gerindra bisa mempertahankan posisinya sebagai partai terbesar kedua setelah PDI-P.
Situasi berbeda dialami Partai Demokrat dan Golkar. Walaupun pemilih potensial loyalisnya masih lebih dari 10 persen, elektabilitas kedua parpol tersebut masih di bawah 10 persen. Ini menandakan kedua partai ini belum berhasil meyakinkan semua pemilih potensial loyalisnya.
Yang juga menarik ialah Partai Nasdem. Pemilih potensial loyalisnya relatif sama besar dengan elektabilitasnya. Strategi mencalonkan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lebih dahulu dibandingkan partai lain terlihat berhasil menarik pendukung Anies untuk mendukung Nasdem.
Parpol lain yang juga menarik dicermati adalah Perindo. Partai non-parlemen ini mempunyai pemilih potensial loyalis yang cukup besar, yaitu 6,1 persen. Jika Perindo bisa mempertahankan pemilih potensialnya ini, besar kemungkinan bisa merebut kursi di DPR RI.
Prediksi elektabilitas
Dari tingkatan kelompok pemilih ini dapat juga dibuat simulasi prediksi elektabilitas optimum dari masing-masing parpol. Elektabilitas optimum ini nanti bisa dimaknai sebagai angka elektabilitas optimal yang dapat dicapai tiap parpol. Namun, perkiraan elektabilitas optimum ini disertai catatan pengandaian, yaitu jika kondisi ke depan masih sama seperti sekarang ini.
Dalam memprediksi elektabilitas optimum perlu ditentukan nilai konversi untuk tiap tingkatan loyalitas pemilih. Misalkan saja, digunakan pengandaian untuk potensial loyalis adalah 100 persen. Ini berarti diandaikan semua pemilih di tingkatan potensial loyalis akan memilih parpol masing-masing.
Kemudian untuk kelompok potensial tambahan digunakan nilai konversi 25 persen. Penghitungan ini mengandaikan hanya 25 persen pemilih di kelompok potensial tambahan yang dapat dikonversi menjadi elektabilitas. Dasar penghitungan berikutnya ialah kelompok pemilih yang pernah mendengar dan bersikap netral terhadap partai (potensial netral), yaitu 10 persen, dan pemilih yang belum mengenal partai (tidak tahu), yaitu 2,5 persen.
Dengan pengandaian nilai konversi sama untuk semua parpol, dapat dilihat hasilnya bahwa parpol besar kembali mendominasi peringkat atas potensial elektabilitas maksimal parpol.
Masuk dalam parpol dengan potensi elektabilitas di atas 20 persen ialah PDI-P, Demokrat, Golkar, dan Gerindra. Keempat parpol ini sudah mempunyai modal pemilih potensial loyalis yang besar sehingga diperkirakan akan mempunyai potensi elektabilitas yang besar juga.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ketika menyampaikan Pidato Awal Tahun 2023 di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta (12/1/2023).
Hanya saja, untuk Demokrat dan Golkar, elektabilitasnya masih di bawah potensial loyalis karena mungkin sebagian pemilih parpol itu ada yang masih menunggu kepastian tokoh dari parpol, atau mungkin juga ada yang mengalihkan dukungan ke parpol lain karena kecewa dengan parpol yang mengusung tokoh yang dianggap kurang sesuai oleh loyalis parpol.
Hasil ini memperlihatkan pula bahwa nilai konversi dari tiap kelompok pemilih di masing-masing parpol berbeda-beda. Untuk parpol yang potensial elektabilitasnya jauh di atas elektabilitasnya saat ini, berarti perlu usaha yang lebih keras agar bisa mencapai elektabilitas optimumnya.
Berikutnya di kelompok papan tengah, ada Nasdem, Perindo, PAN, PPP, PKS, dan PKB. Di sini hanya Nasdem dan PKB yang elektabilitasnya sudah mencapai atau mendekati angka potensial loyalisnya. Kedua parpol ini perlu lebih memprioritaskan usaha menarik pemilihan potensial tambahan untuk bisa mencapai elektabilitas optimumnya. Adapun parpol lain lebih baik fokus menarik pemilih di kelompok potensial loyalisnya dulu, baru mengusahakan menarik pemilih di kelompok lainnya.
Untuk parpol lainnya, perlu meningkatkan pemilih potensial loyalisnya dulu, baru menyiapkan strategi menarik pemilih kelompok lainnya. Sebab, pemilih di kelompok potensial loyalis bisa menjadi acuan untuk mengukur penerimaan parpol di masyarakat.
Besar angka potensial loyalis bisa dianggap menjadi acuan perkiraan elektabilitas yang bisa dicapai parpol jika pemilu dilakukan saat ini. Tentu kalkulasi ini masih dapat berubah sesuai dengan dinamika di tubuh parpol itu sendiri dan performa parpol lain dalam kurun waktu satu tahun menjelang Pemilu 2024. Namun, dengan mengetahui acuan-acuan ini, parpol dapat lebih tepat dalam menerapkan strategi untuk meraih hasil yang terbaik pada pesta demokrasi lima tahunan ini. (LITBANG KOMPAS)