Mengembangkan Daya Saing Pariwisata Bahari Indonesia
Wisata alam dan budaya merupakan destinasi yang paling banyak diminati turis ketika berkunjung ke Indonesia. Wisata bahari menjadi salah satu obyek wisata alam terfavorit wisatawan mancanegara.
Wisata bahari menjadi salah satu tumpuan industri pariwisata Indonesia. Namun, pengembangan pesisir dan laut untuk destinasi wisata masih terbatas dan kalah bersaing dari negara-negara lain. Perlu pengembangan infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia, dan eksplorasi potensi kelautan.
Lautan seluas 3.257 juta kilometer persegi dan garis pantai yang membentang sejauh 99.093 kilometer di di daerah beriklim tropis membuat wilayah pesisir menjadi kawasan yang menarik sebagai destinasi wisata bahari.
Tak diragukan lagi, pariwisata bahari di Indonesia termasuk dalam salah satu ikon destinasi wisata Indonesia yang mendunia. Sudah sewajarnya sebagai negara yang kaya akan potensi pesisir dan laut, sumber daya alam kelautan tersebut menjadi lahan garapan pariwisata yang menjanjikan.
Hingga saat ini, destinasi wisata di Indonesia yang diminati wisatawan mancanegara masih didominasi wisata alam dan budaya. Pada kelompok wisata alam, 45 persen kunjungan wisatawan mancanegara tertuju pada ekowisata dan 35 persen kunjungan pada wisata bahari.
Di kalangan wisatawan Nusantara, wisata bahari termasuk dalam tiga besar tujuan wisata yang paling favorit dikunjungi saat berekreasi. Pada 2021, setidaknya 11,29 persen wisatawan lokal mengunjungi dan menikmati aktivitas rekreasi di destinasi wisata bahari.
Tingginya minat piknik di lokawisata bahari itu berdampak positif bagi perekonomian sektor pariwisata. Menurut paparan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pada tahun 2013, pariwisata bahari menyumbang 10 persen dari total kontribusi sektor pariwisata yang kala itu mencapai 10 miliar dollar AS.
Nominal tersebut berasal dari beragam jenis atraksi wisata bahari yang tersebar di berbagai destinasi. Secara pengelompokan, ada tiga kategori lokasi wisata bahari yang ada di Indonesia, terdiri dari wisata pesisir, wisata laut, dan wisata bawah laut.
Destinasi wisata pesisir yang cukup populer di Indonesia antara lain Bali, Mandalika, Labuan Bajo, dan Kepulauan Bangka Belitung. Untuk wisata laut ada Sabang, Derawan, Ambon, Ternate, dan Lombok. Pada wisata bawah laut, terdapat beberapa destinasi favorit, seperti Wakatobi, Raja Ampat, Alor, dan Banda.
Baca juga: Asa Tumbuhnya Pariwisata Holistik di Bumi Nucalale
Potensi ekonomi
Beragamnya penyediaan jasa atraksi pariwisata bahari berpotensi besar mendatangkan keuntungan ekonomi. Indikasinya dari biaya yang dikeluarkan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara setiap menikmati rekreasi bahari.
Dalam paparan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif disebutkan bahwa nilai ekonomi hanya dari empat kegiatan pariwisata bahari pada tahun 2018 mencapai 1,32 miliar dollar AS atau senilai Rp 18,5 triliun. Keempat jenis wisata itu terdiri dari kegiatan wisata di kapal pesiar (cruise), kapal wisata (yacht), menyelam, dan berselancar.
Jika dirinci, pengeluaran terbesar dari kegiatan berselancar. Kegiatan yang masuk kategori olahraga ekstrem ini mengundang paling banyak wisatawan mancanegara dengan jumlah mencapai 605.750 orang. Dengan estimasi pengeluaran per hari 150 dollar AS dan lama kunjungan sekitar 7 hari, total biaya yang dikeluarkan wisatawan mancanegara bisa mencapai 636,04 juta dollar AS atau Rp 8,9 triliun.
Indonesia memang memiliki banyak spot untuk olahraga selancar yang sudah dikenal hingga dunia internasional. Beberapa yang diunggulkan antara lain di Banyuwangi (Jawa Timur), Nias Selatan (Sumatera Utara), Krui Barat (Lampung), Bali, dan Mandalika (NTB). Tidak heran jika Indonesia kerap menggelar kejuaraan selancar, dan menjadi tuan rumah kompetisi selancar tingkat internasional, seperti World Surf League Championship Tour.
Selain berselancar, para turis mancanegara juga tertarik dengan wisata bawah laut Indonesia yang dapat dinikmati dengan menyelam atau diving serta snorkeling. Pada tahun 2018, tercatat ada 290.439 wisatawan mancanegara mencoba atraksi menyelam ataupun snorkeling di Indonesia.
Lama kunjungan turis untuk kegiatan ini rata-rata enam hari. Dengan pengeluaran per hari 200 dollar AS, dalam setahun kegiatan wisata tersebut dapat menarik pemasukan Rp 4,8 triliun dari wisatawan mancanegara.
Di luar kegiatan menyelam dan juga snorkeling, aktivitas lain yang dapat ditawarkan kepada sejumlah wisatawan adalah rekreasi bawah laut. Wisatawan dapat diajak menikmati terumbu karang dan ekosistem bawah laut tanpa harus menyelam ataupun snorkeling. Cukup menggunakan kapal yang didesain khusus sehingga dapat menikmati keindahan bawah laut secara langsung cukup dari kapal.
Aktivitas wisata ini berhubungan erat dengan keindahan dan kesehatan terumbu karang yang ada di suatu lokasi wisata tertentu. Jadi, secara tidak langsung, ekologi laut yang terjaga ini memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat ataupun jasa pariwisata yang ada di kawasan itu.
Baca juga: Peringkat Pariwisata Indonesia Meningkat
Dalam jurnal Mapping the Global Value and Distribution of Coral Reef Tourism (2017) disebutkan, nilai ekonomi dari keberadaan terumbu karang di Indonesia bisa mencapai 1,1 miliar dollar AS per tahun. Apabila disertai aktivitas wisata pelengkap lainnya, seperti menyelam dan snorkeling, nilainya naik menjadi 1,99 miliar dollar AS setahun.
Dengan omzet sebesar itu, Indonesia bersaing dengan Thailand dan Meksiko yang juga menawarkan daya tarik terumbu karang di negaranya masing-masing. Thailand mampu meraup valuasi dari wisata terumbu karang sebesar 1,3 miliar dollar AS per tahun dan Meksiko 1,7 miliar dollar AS per tahun.
Kepulauan Indonesia yang memiliki lautan luas dan terhubung dengan pulau-pulau membuat wilayah Nusantara kaya akan keindahan alam. Potensi alam ini berpeluang besar menarik minat wisatawan untuk menikmati keindahan lanskap kepulauan melalui kapal pesiar ataupun kapal-kapal wisata. Wisatawan yang melakukan kegiatan ini setidaknya mencapai 224.683 orang dengan nilai belanja 337,2 juta dollar AS atau Rp 4,7 triliun.
Daya saing
Sejumlah capaian tersebut hanyalah sebagian dari keseluruhan keuntungan dari wisata bahari Indonesia. Masih ada atraksi lain, seperti sport tourism, aktivitas permainan air di sekitar pantai, dan wisata budaya di pesisir yang juga memiliki potensi nilai ekonomi besar. Misalnya, wisata bawah laut dengan daya tarik harta karun berupa benda muatan asal kapal tenggelam (BMKT). Wisata sejarah terkait bahari ini diperkirakan bisa menciptakan keuntungan ekonomi hingga ratusan ribu dollar AS.
Menurut pemerintah, setiap lokasi harta karun kapal karam bisa bernilai 80.000 dollar hingga 18 juta dollar AS. Setiap lokasi BMKT yang dikembangkan menjadi destinasi wisata dapat menghasilkan devisa 800 dollar hingga 126.000 dollar AS per bulan.
Namun, hingga saat ini hanya diidentifikasi 20 persen saja dari sekitar 700 lokasi yang diperkirakan menjadi situs BMKT. Kurangnya eksplorasi dan pengembangan potensi wisata bahari memang terus menjadi pekerjaan rumah industri pariwisata Indonesia. Tanpa eksplorasi dan pengembangan, niscaya pertumbuhan destinasi wisata hanya terfokus pada titik-titik tertentu saja.
Program rintisan 10 Bali Baru yang sementara ini mengerucut pada lima destinasi wisata superprioritas merupakan ikhtiar pemerintah untuk mengembangkan destinasi wisata nasional dan internasional agar lebih merata dan beragam. Harapannya, upaya ini dapat berdampak positif terhadap industri pariwisata yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun, untuk menyukseskan program tersebut tidaklah mudah. Ada sejumlah tantangan yang harus diatasi pemerintah, seperti keterbatasan infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia yang terlibat, dan integrasi antardestinasi wisata. Jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, Indonesia relatif tertinggal.
Bisa jadi ketertinggalan ini salah satunya dikarenakan negara-negara tersebut memiliki luasan laut yang lebih kecil sehingga keberagaman kekayaan bawah lautnya tidak sebanyak Indonesia. Hal ini membuat berbagai kebijakan dan program pembangunan pendukung pariwisatanya tidak sekompleks Indonesia.
Selain itu, daya dukung masyarakat Indonesia untuk sektor jasa pariwisata belum setinggi sejumlah negara lain di sekitar kawasan Asia. Satu indikasinya terlihat dari industri jasa pariwisata kapal pesiar (cruise) di Indonesia yang cenderung masih minim. Berdasarkan data pasar Asia tahun 2015, sebanyak 2 juta penumpang ikut berlayar di kapal pesiar untuk berwisata secara internasional. Pada tahun yang sama, di Australia tercatat ada 1,06 juta penumpang dan meningkat menjadi 2 juta orang pada tahun 2020. Kontras dengan itu, pasar Indonesia baru menyerap kurang dari 200.000 penumpang per tahun.
Baca juga: Pemerintah Berikan Stimulus Pajak untuk Pemulihan Industri Wisata Bahari
>Hal ini mengindikasikan bahwa keindahan alam Indonesia yang ditawarkan jasa wisata kapal pesiar internasional cenderung hanya dinikmati wisatawan mancanegara. Minimnya peminat dari Indonesia membuat call of port atau tujuan pelayaran yang akan disinggahi kapal pesiar menjadi cenderung sedikit.
Dibandingkan negara-negara lain di ASEAN, Indonesia di bawah Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Berdasarkan data 2018, terdapat 372 kunjungan kapal pesiar ke Indonesia. Angka itu masih di bawah Thailand yang mencapai 581 kapal, Vietnam sebanyak 493 kapal, Malaysia sekitar 458 kapal, dan Singapura menjadi sandaran sebanyak 374 kapal.
Selain karena faktor perekonomian masyarakat, kurang berkembangnya industri jasa wisata kapal pesiar di Indonesia juga dipicu sejumlah faktor lain, antara lain infrastruktur pelabuhan yang tidak memenuhi standar serta tarif pelabuhan yang relatif lebih mahal dibandingkan negara lain, seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina. Selain itu, juga karena regulasi yang masih tumpang tindih dan belum terintegrasi.
Sejumlah kendala tersebut menyiratkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan demi memajukan industri pariwisata Indonesia. Wisata bahari sebagai salah satu tumpuan pariwisata nasional perlu melakukan sejumlah terobosan agar kian diminati sehingga memberikan kontribusi perekonomian yang besar, baik bagi masyarakat sekitar maupun negara. (LITBANG KOMPAS)