Siasat Menyelamatkan Perusahaan Pelat Merah
”Holding” Danareksa bisa disebut siasat menyelamatkan perusahaan BUMN sebelum divonis ”suntik mati”. Perusahaan induk dan entitas anak perusahaan akan bergotong royong untuk bangkit bersama.
Pemerintah perlu bersiasat untuk menyelamatkan dan membantu perusahaan BUMN yang sedang dalam kondisi kritis untuk bangkit bersama. Pembentukan holding BUMN adalah salah satu caranya.
Falsafah gotong royong yang ditanamkan para pendiri bangsa tentu masih relevan di abad ini. Definisi gotong royong dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti bersama-sama mengerjakan atau membuat sesuatu. Gotong royong tak hanya membuat beban kerja lebih ringan, tetapi hasil yang lebih maksimal.
Konsep gotong royong kemudian diadaptasi dalam kebijakan holding BUMN. Holding BUMN dilakukan dengan mengelompokkan perusahaan berdasarkan kegiatan bisnisnya dan bernaung di bawah satu perusahaan induk. Tujuannya, mendorong peningkatan kapasitas usaha dan kontribusi BUMN bagi perekonomian nasional.
Meski baru mengemuka beberapa tahun terakhir, ide holding BUMN sudah muncul sejak 1998 pada era menteri BUMN pertama, Tanri Abeng. Harian Kompas pertama kali menerbitkan berita holding BUMN pada 19 Maret 1998 bertajuk ”Holding Company” untuk tangani BUMN. Holding BUMN pertama adalah kluster pupuk berdasarkan PP No 28/1997.
Kebijakan holding BUMN setidaknya berdampak positif terhadap kinerja BUMN Indonesia secara agregat. Dalam tujuh tahun terakhir, konsolidasi aset BUMN naik 55,5 persen dari Rp 5.670 triliun pada 2015 menjadi Rp 8.979 triliun pada 2019. Per triwulan III-2022, aset BUMN sudah mencapai Rp 9.559 triliun.
Hingga saat ini sudah terbentuk 13 kluster holding BUMN. Kebijakan holding dalam praktiknya dibarengi rasionalisasi jumlah BUMN dari 108 perusahaan tahun 2020 menjadi 92 perusahaan tahun 2021. Konsolidasi BUMN terus dilakukan hingga mencapai 41 perusahaan pada akhir 2022.
Dari 13 kluster yang ada, holding Danareksa adalah holding terbaru yang resmi dibentuk 24 Juni 2022. Menariknya, holding Danareksa punya keunikan dibandingan dengan holding BUMN lain. Bila holding BUMN umumnya bergerak di satu sektor industri, holding Danareksa justru menaungi beragam sektor industri.
Baca juga: Kementerian BUMN Resmikan ”Holding” Danareksa
Berdasarkan PP No 7/2022 ada sepuluh BUMN yang bergabung menjadi anggota holding, BUMN tersebut bergerak di sektor jasa keuangan, konstruksi, kawasan industri, dan teknologi. Kesepuluh BUMN menambah portofolio anak perusahaan dan entitas asosiasi Danareksa yang awalnya 5 menjadi saat ini 15 perusahaan.
Adapun sepuluh BUMN anggota holding Danareksa adalah PT Perusahaan Pengelola Aset, PT Kawasan Industri Medan, PT Kawasan Industri Wijayakusuma, PT Kawasan Industri Makassar, PT Kawasan Berikat Nusantara, PT Surabaya Industrial Estate Rungkut, PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung, PT Nindya Karya, PT Balai Pustaka, dan PT Kliring Berjangka Indonesia.
Sebuah siasat
Selain kluster lintas sektor, holding Danareksa beranggotakan perusahaan BUMN skala kecil dan menengah dengan rata-rata aset Rp 3,5 triliun. Mereka adalah BUMN yang skala usahanya harus ditingkatkan, bahkan direstrukturisasi. Holding Danareksa bisa disebut siasat menyelamatkan perusahaan BUMN sebelum divonis ”suntik mati”.
Ungkapan tersebut rasanya tidak berlebihan. Jika dicermati, rata-rata pertumbuhan aset kesepuluh perusahaan BUMN anggota holding Danareksa kurang dari 20 persen dalam kurun lima tahun terakhir, pada 2017-2021. Bahkan, ada perusahaan yang pertumbuhan aset tahunannya negatif.
Ditilik menurut aset lancar dan aset tidak lancar, 6 dari 10 perusahaan BUMN anggota holding Danareksa memiliki aset tidak lancar lebih dari 50 persen terhadap keseluruhan aset tahun 2021. Pertumbuhan aset yang rendah ditambah dominasi aset tidak lancar mengindikasikan perusahaan sedang tidak baik-baik saja.
Namun, pemerintah tak bisa begitu saja menyuntik mati kesepuluh BUMN tersebut karena mereka memiliki potensi yang bisa dikembangkan. Salah satu indikasinya, beberapa perusahaan masih membukukan laba positif tahun berjalan. Rata-rata laba tahun berjalan yang dibukukan sepanjang 2017-2021 di atas 25 persen.
Kembali ke konsep gotong royong, keputusan pemerintah untuk menggabungkan perusahaan BUMN yang sedang kritis, tetapi masih punya potensi, ke dalam sebuah holding bisa dibilang tepat. Terlebih, perusahaan induk yang ditunjuk bergerak di bidang jasa keuangan.
PT Danareksa (Persero) sebagai perusahaan induk holding Danareksa dikenal sebagai pelopor investasi keuangan di Indonesia sejak 1976. Danareksa memiliki lima entitas anak perusahaan yang aktif dalam pengembangan pasar modal Indonesia dan industri keuangan nasional.
Jika dikelola dengan baik, holding Danareksa akan memberikan kekuatan baru, terlebih bagi perusahaan BUMN yang sedang kritis. Ketika perusahaan tergabung dalam holding, secara otomatis akan mendapat penguatan struktur modal dan peningkatan kapasitas usaha untuk kembali optimal.
Kekuatan baru didapat dari konsolidasi aset holding Danareksa tahap pertama mencapai Rp 49,1 triliun. Angka ini nyaris 17 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan aset PT Danareksa (Persero) sebelum menjadi holding, sebesar Rp 2,89 triliun tahun 2021. Adapun konsolidasi laba bersih tahap pertama untuk tahun 2021 mencapai Rp 796 miliar.
Danareksa juga digadang-gadang menjadi holding spesialis transformasi pertama milik BUMN. Bentuk transformasi yang dilakukan, antara lain, menjadikan PT Nindya Karta sebagai perusahaan konstruksi berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), serta PT Balai Pustaka menjadi perusahaan lisensi kekayaan intelektual.
Holding Danareksa dan holding BUMN lainnya sebenarnya mirip dengan konglomerasi. Dengan aset setiap kluster yang bisa mencapai puluhan atau bahkan triliunan rupiah, kelompok konglomerasi BUMN ini diharapkan mampu memperbesar kegiatan ekonomi nasional ketika pulih dari krisis Covid-19 nantinya.
Baca juga: Optimalkan Transformasi BUMN untuk Perbaiki Kondisi ”Pareto”
Mengelola aset dan laba yang terbilang besar bukan perkara mudah. Perusahaan-perusahaan konglomerasi besar di Indonesia, seperti grup Salim, Lippo, atau Astra, bisa tumbuh besar saat ini karena peran pemimpin perusahaan induk. Mereka menjadi besar karena kemampuan pimpinannya dalam soal visi, manajemen, dan melihat peluang.
Tidak hanya itu, perusahaan konglomerasi juga sangat rentan dan berpotensi menimbulkan efek berantai (contagion effect). Karena itu, transformasi bisnis anak-anak usaha Danareksa harus dengan rencana matang dan strategi manajemen yang tepat. Jika tidak, dampak negatinya akan berimbas ke berbagai lini bisnis.
Keunikan holding Danareksa diharapkan benar-benar bisa menyelamatkan perusahaan BUMN sebelum divonis suntik mati. Konsep gotong royong antara perusahaan induk dan entitas anak perusahaan menjadi kunci untuk bisa melalui perjalanan lima tahun pertama holding Danareksa yang tentu tidak akan mudah. (LITBANG KOMPAS)