Analisis Litbang “Kompas” : Mitigasi Komprehensif Kerawanan Pemilu 2024
Memitigasi potensi kerawanan pemilu perlu kerja sama berbagai elemen. Dengan demikian, kerja-kerja pengendalian untuk menyukseskan pemilu bisa terealisasi lebih terukur dan efektif.
Lima provinsi masuk dalam kategori wilayah yang memiliki kerawanan tinggi berdasarkan pengukuran Indeks Kerawanan Pemilu 2024. Kerentanan di masing-masing wilayah tersebut dipicu oleh bermacam potensi hambatan yang muncul di tiap kabupaten/kota. Oleh karenanya, upaya mitigasi menjadi urgensi yang perlu dilakukan secara tersturuktur dan terukur.
Hasil pengukuran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 membagi setiap wilayah provinsi ke dalam tiga kategori, yaitu daerah dengan tingkat kerawanan tinggi, tingkat kerawanan sedang, dan tingkat kerawanan rendah. Pengelompokan tiga kategori itu dilakukan berdasarkan skor akhir pengukuran yang diperoleh oleh masing-masing provinsi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dalam rentang nilai paling 0 sampai 100, dimana semakin tinggi skor maka menunjukan potensi kerentanan yang semakin besar. Rentang skor 0-33,0 menunjukkan daerah dengan kategori kerawanan rendah, skor 33,1 - 66,0 merupakan daerah dengan kerawanan sedang, sementara 66,1 - 100 tergolong kategori dengan kerawanan tinggi.
Terdapat lima provinsi yang mendapat skor sebagai wilayah dengan kerawanan tinggi. Provinsi-provinsi itu dan skor yang didapat yaitu DKI Jakarta (88,95), Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86), Jawa Barat (77,04), dan Kalimantan Timur (77,04).
Berdasarkan pendefinisian oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), wilayah dengan kerawanan tinggi merupakan wilayah dengan kondisi potensi kerentanan cenderung menguat signifikan, sehingga perlu perhatian khusus dengan langkah-langkah untuk meminimalisasi potensi kerawanan.
Pengukuran IKP dilakukan berdasarkan empat dimensi besar dan diturunkan dalam berbagai indikator untuk memotret aspek-aspek yang berpengaruh pada potensi penghambatan pelaksanaan pemilu. Empat dimensi besar yang dimaksud melingkupi dimensi konteks sosial dan politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi.
Baca juga : Kompleksitas Isu Strategis Kerawanan Pemilu 2024
Dimensi kerawanan
Dari pengukuran kerentanan di setiap dimensi, lima provinsi itu secara garis besar memang cenderung terus masuk deretan teratas dengan nilai kerawanan di atas rata-rata.
Pada dimensi pengukuran konteks sosial dan politik, kelima provinsi masuk pada deretan sepuluh teratas dengan skor di atas 70, bahkan nilai paling tinggi pada dimensi ini melekat untuk Provinsi Maluku Utara dengan skor 100.
Kondisi kerentanan tinggi dalam konteks sosial dan politik juga tergambar dari skor 89,58 untuk wilayah Sulawesi Utara dan Papua (80,53). Sementara DKI Jakarta dan Kalimantan Timur, meskipun masih dalam kategori rawan tinggi, namun skor yang didapat masih di bawah angka 80.
Kerawanan di wilayah tersebut pun terkonfirmasi dengan hasil pengukuran yang dilakukan berdasarkan agregasi kabupaten dan kota. Dua provinsi, yaitu Sulawesi Utara maupun Maluku Utara mendapat skor indeks di atas 45, terpaut jauh dari nilai rata-rata yang tak menyentuh angka 30.
Sementara pada dimensi kontestasi, Provinsi Maluku Utara kembali menjadi wilayah paling rawan dengan skor 100. Disusul oleh DKI Jakarta yang juga mendapat skor terbilang tinggi yaitu 96,09.
Sulawesi Utara juga masih masuk dalam deretan rawan tinggi di dimensi pengukuran ini dengan perolehan skor 73,96. Secara agregasi kabupaten/kota, DKI Jakarta justru yang menjadi wilayah dengan kerentanan tertinggi dibandingkan lainnya.
Untuk dimensi terakhir, terkait dengan partisipasi, kini Provinsi Sulawesi Utara yang mendapatkan nilai 100 dan menjadi wilayah paling berpotensi muncul persoalan seputar partisipasi Pemilu. Disusul oleh DKI Jakarta yang mendapat skor 87,01.
Pada dimensi ini, tiga provinsi dengan kerawanan tinggi lainnya tidak memiliki catatan yang mengkhawatirkan atau masih mendapatkan nilai sedang dan bahkan rendah. Secara agregasi penilaian di daerah tingkat dua pun kelima provinsi rentan tersebut tergolong masih berada pada ambang rata-rata keseluruhan wilayah.
Baca juga : Mengantisipasi Potensi Kerawanan Pemilu
Mitigasi
Dilihat dari hasil penilaian kerawanan kategori tinggi tersebut, Provinsi DKI Jakarta dan Sulawesi Utara memang terbaca menjadi wilayah yang memiliki potensi kerentanan tinggi pada semua dimensi. Tak ayal tolok ukur ini pula yang kemudian menyimpulkan dua wilayah ini menjadi provinsi yang perlu paling mendapatkan perhatian khusus pada penyelenggaraan pemilu mendatang.
Hasil pengukuran indeks kerentanan yang didasarkan pada agregasi kabupaten dan kota, pada dasarnya menunjukan hasil yang tak jauh berbeda. Namun hal ini menjadi penting untuk menangkap dimanika yang terjadi di setiap wilayah provinsi secara lebih detail.
Seperti halnya pada dimensi kontestasi, sekalipun Maluku Utara mendapatkan skor paling tinggi, namun secara agregasi pada tingkat wilayah kabupaten dan kota, DKI Jakarta justru memiliki kecenderungan kerawanan yang lebih tinggi.
Temuan dari hasil pemetaan secara mendetail ini tentulah akan sangat bermanfaat sebagai masukan awal untuk menyiapkan berbagai langkah antisipatif secara lebih matang dan efektik untuk mengatasi berbagai potensi yang menghalangi pelaksanaan pemilu. Bahkan strategi intervensi pengendalian yang disiapkan dapat langsung menyasar pada setiap kebutuhan kabupaten dan kota terkait.
Sejatinya penekanan utama esensi dari pemetaan kerawanan wilayah memang berada pada tujuan mitigasi terhadap potensi gangguan pelaksanaan pemilu yang demokratis.
Terlebih pada wilayah-wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi, tentulah perhatian khusus dengan berbagai langkah pengendalian perlu dilakukan secara optimal, tentunya dengan penuh kalkulasi dan dilakukan secara terstruktur.
Persoalan-persoalan pada setiap dimensi akan memiliki tantangan untuk dapat di atasi dengan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya terkait konteks sosial politik, upaya untuk mewujudkan stabilitas selama pelaksanaan tahapan perlu dilakukan dengan kerja-kerja secara profesional dengan koordinasi, evaluasi, dan pengawasan yang dilakukan secara bertingkat sesuai fungsi pihak penyelenggara.
Termasuk pula dalam menghadapi tantangan penyelenggaraan yang akan banyak menyoal urusan teknis pada tiap tahapan pemilu yang telah berjalan.
Dalam hal ini, sejumlah wilayah yang berada pada kondisi rentan tinggi memang terbaca memiliki tantangan besar untuk mempersiapkan berbagai hal pemilu, mulai dari jumlah penduduk yang besar hingga cakupan wilayah pemilihan yang luas dan tersebar untuk dapat dipersiapkan segala kebutuhan logistiknya.
Jumlah penduduk di Jawa Barat dan DKI Jakarta yang besar, misalnya, tentu akan menghadapi tantangan penyiapan data pemilih yang lebih rumit.
Begitu pula untuk persoalan di Maluku Utara, cakupan daerah pemilihan yang luas dengan kepulauan yang menyebar tantangan penyelenggaraan yang dihadapi pun akan berat untuk memastikan setiap persiapan sampai di tingkat tempat pemungutan suara telah berjalan sesuai semestinya.
Di luar itu, tentunya ada beragam potensi hambatan penyelenggaraan pemilu yang perlu diatasi. Potensi persoalan juga akan muncul di wilayah dengan kerawanan sedang dan rendah yang juga perlu dimitigasi dengan strategi efektif sesuai tingkat kerumitan yang ditemukan.
Termasuk pentingnya untuk sedari dini melakukan langkah antisipatif menciptakan kondusifitas di tengah masyarakat pada saat pelaksanaan dan setelah pemilu berlangsung.
Segenap tanggung jawab untuk memitigasi potensi kerawanan itu tentu memerlukan komitmen kerja sama berbagai elemen mulai dari pihak penyelenggara, keamanan, maupun bagian dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, kerja-kerja pengendalian untuk menyukseskan Pemilu bisa terealisasi menyeluruh dengan lebih terukur dan efektif. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Analisis Litbang “Kompas” : Urgensi Memetakan Kerawanan Pemilu 2024