”Shoppertainment”, Konten Media Sosial Melejitkan Ekonomi Digital
Indonesia akan menjadi pasar ”shoppertainment” terbesar dari lima negara lain di kawasan Asia Pasifik. Sekitar 26 persen ceruk ”shoppertainment” di Asia Pasifik akan dikuasai Indonesia pada 2025.
Platform media sosial kian menjadi pusat peredaran informasi dan juga interkoneksi antarmasyarakat secara digital. Bahkan, medsos pun kini juga menjadi ruang membangun ekosistem transaksi jual-beli barang dan jasa secara daring. Konten-konten digital di medsos menjadi bagian penting dalam membangun komunikasi, interaksi, dan juga transaksi jual-beli yang dikemas dalam nuansa shoppertainment.
Istilah shoppertainment mulai mengemuka ketika platform di medsos mulai menyediakan kanal dagang dan menawarkan fitur integrasi antara wahana jual-belidaring dan akun medsos. Selain itu, dipicu juga oleh aplikasi e-dagang yang mulai menyodorkan fasilitas berupa liveshopping, konten video berdurasi pendek, dan fitur lainnya yang mirip dengan yang ada di medsos.
Fitur yang saling berbaur antara platform e-dagang dan medsos membentuk pola perilaku konsumen pada kanal digital yang cenderung mengedepankan konten bersifat menghibur. Gaya dan corak konten bermuatan hiburan sejatinya muncul dari medsos, tetapi pada tahap selanjutnya diaplikasikan untuk mengemas konten digital guna mempromosikan produk barang dan jasa.
Dalam konsep shoppertainment, konten digital memiliki peran sentral yang sangat penting. Tidak hanya bersifat menghibur, tetapi juga sekaligus mengedukasi, menjadi referensi, dan menawarkan materi konten yang ”apa adanya”. Model muatan iklan yang di era sebelumnya selalu mengunggulkan produk yang dijajakan tidak lagi begitu menarik di era digital seperti sekarang.
Konsumen atau audiens cenderung mencari konten yang ”jujur” dan diperankan atau ”diiklankan” oleh aktor yang identik dengan sebuah produk barang ataupun jasa. Reputasi sebuah produk tidak hanya melekat pada merek dagang saja, tetapi juga melekat pada aktor yang menyebarkan konten promosi melalui medsos tersebut. Konsep shoppertainment ini tergolong unik, tetapi juga sangat menarik karena tidak bersifat memaksa audiens untuk membeli produk yang ditawarkan. Dengan mengedepankan unsur-unsur hiburan dan produk knowledge secara menarik, harapannya calon konsumen dengan ”sukarela” membeli produk yang ditampilkan.
Dapat dibayangkan, apabila sebagian besar audiens yang menonton shoppertainment itu tertarik berbelanja maka potensi nilai ekonominya sangatlah besar. Hasil survei Boston Consultan Group (BCG) yang berjudul ”Shoppertainment APAC’s Trillion-Dollar Opportunity”menunjukkan valuasi nilai ekonomi shoppertainment khusus di area Asia Pasifik di tahun 2022 mencapai 500 miliar dollar AS. Pada tahun 2025, diperkirakan valuasi nilainya meningkat pesat hingga menyentuh 1 triliun dollar AS.
Prediksi peningkatan nilai pasar di seluruh kawasan Asia Pasifik tersebut didorong oleh sejumlah faktor, di antaranya perilaku konsumen yang semakin mengedepankan aspek emosional dalam membeli barang dan peran teknologi digital yang menyediakan lebih beragam pilihan berbelanja. Asia Pasifik merupakan salah satu region di dunia yang memiliki pangsa pasar daring yang sangat besar. Indonesia merupakan salah satu negara di region Asia Pasifik yang memiliki penduduk terbesar sehingga Indonesia pun sangat potensial untuk mengembangkan bisnis daring dengan konsep shoppertainment itu.
Baca juga: ”Shoppertainment”, Roda Penggerak Belanja Daring 2023
Emosi dan teknologi
Hasil riset BCG mengungkap bahwa kebutuhan konsumen di era digital dapat diurai dalam tiga jenis, yaitu aspek transaksional, komunal, dan pengalaman menggunakan produk. Tiga aspek tersebut dapat dialami oleh konsumen seiring dengan lamanya waktu mengonsumsi suatu produk.
Pada tahap awal baru sebatas aspek transaksional dan fungsional. Pada tahap berikutnya sudah mulai memegang kukuh pilihannya terhadap suatu produk. Hingga sampai tahap ketiga menjadi pengguna setia bahkan merasa indentitas dirinya terwakili oleh suatu produk yang dikonsumsi atau dimilikinya.
Sebelum adanya teknologi digital tahapan karakter konsumen lebih kurang seperti itu. Namun, di era serba digital seperti sekarang, capaian konsumen hingga level loyal bisa terbentuk secara masif. Selain itu, tempo yang diperlukan untuk mencapai tingkatan ”setia” ini relatif lebih singkat dibandingkan tanpa adanya teknologi digital.
Dengan adanya teknologi mutakhir itu, kualitas transaksi barang dan jasa kian baik. Aspek transaksional meliputi informasi tentang produk, spesifikasi, dan fungsi produk semakin mudah untuk dipelajari oleh calon konsumen. Termasuk di dalamnya kesesuaian antara spesifikasi dan fungsi riil suatu produk.
Selanjutnya, dengan teknologi informasi digital itu pula turut memudahkan transaksi pembayaran yang dapat dilakukan setiap saat. Peranti pembayaran ini pun sudah dilengkapi berbagai fitur keamanan sehingga menjamin transaksi keuangan berjalan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan.
Dengan berbagai kelebihan tersebut, setiap orang atau konsumen bisa mencari informasi tentang suatu produk hingga memesan produk itu dari mana pun dan kapan saja. Kondisi ini menjadikan orang lebih leluasa berbelanja. Berkaitan dengan emosi konsumen, aktivitas belanja yang biasanya terjadi secara impulsif atau mendadak dan tanpa rencana bisa berlangsung tanpa batas ruang dan waktu lagi. Orang tidak perlu lagi jalan-jalan ke pusat perbelanjaan untuk mengalami impulsivitas ini.
Aspek kedua, yaitu komunal yang berkaitan dengan relasi atau hubungan dalam proses transaksi jual-beli. Relasi di sini bisa merupakan hubungan antara sesama konsumen, relasi, dan figur pemengaruh (influencer), serta dengan merek produk tertentu. Relasi antara produk dan konsumen menjadi semakin bersifat komunal sekaligus personal dengan adanya medsos dan aplikasi berkirim pesan (messaging apps).
Melalui kanal medsos dan aplikasi chatting, suatu informasi tentang produk yang sedang populer bisa tersebar hanya dalam hitungan hari. Misalnya, saat ini mainan jadul lato-lato kembali booming karena didorong oleh arus informasi yang begitu cepat.
Kanal medsos juga menjadi ajang para pesohor untuk berperan sebagai duta dari sebuah merek (brand ambassador). Mereka memengaruhi pengikutnya untuk menggunakan produk yang digunakan, misalnya dari pakaian, peralatan rumah tangga, hingga produk perawatan kecantikan.
Dari pihak audiens pun bisa membuat grup atau komunitas pengguna produk tertentu. Misalnya sesama pengguna mobil dengan merek dan tipe yang spesifik di suatu daerah. Meskipun hal ini bukan fenomena yang baru, skala interaksi dan ekspresi yang dapat dipamerkan di kanal medsos bisa lebih intens.
Aspek terakhir, yaitu pengalaman menggunakan produk yang menjadikan seorang konsumen menjadi pelanggan setia. Pada tahapan ini, konsumen yang mengonsumsi produk sudah mengalami nilai manfaat melebihi fungsi dasarnya. Misalnya, pengguna ponsel pintar dengan merek tertentu bisa merasa lebih percaya diri dan merasa terinspirasi untuk lebih produktif dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan adanya medsos, konsumen yang sudah sampai pada level ini bisa menyebarkan testimoni dan pengalaman konkretnya kepada audiens. Seseorang yang tadinya hanya sebagai konsumen yang memilih suatu produk hanya berdasarkan fungsi kini mulai mengajak dan memengaruhi orang lain untuk mau ikut menggunakan produk tersebut.
Pasar Indonesia
Media digital merupakan sarana untuk mengembangkan pangsa pasar menjadi lebih besar dengan cakupan calon konsumen yang luas tak terbatas. Khusus di kawasan Asia Pasifik, misalnya, warganet Indonesia sebesar 60,9 persen melakukan transaksi daring melalui gawai mereka. Data dari We Are Social dengan judul ”Digital 2022” edisi Oktober 2022 ini menunjukkan betapa besarnya pangsa pasar daring di Indonesia itu.
Baca juga: ”Shoppertainment”, Upaya E-dagang Tarik Minat Konsumen
JIka dikaitkan dengan fenomena shoppertainment, medsos merupakan salah satu kanal yang kini juga mengakomodasi aktivitas belanja di Indonesia. Dengan demikian, konten digital seputar shoppertainment akan menjadi salah satu pendorong yang masif pengembangan pasar digital di Indonesia untuk saat ini dan masa mendatang.
Menurut prediksi dari Boston Consultan Group, Indonesia akan menjadi pasar shoppertainment terbesar dari lima negara lain di kawasan Asia Pasifik. Indonesia ditaksir menjadi pangsa pasar sekitar 26 persen dari ceruk shoppertainment di Asia Pasifik pada tahun 2025. Pangsa pasar berikutnya di kawasan ini disusul oleh Jepang 22 persen, Korea Selatan 22 persen, Thailand 12 persen, Australia 11 persen, dan Vietnam 8 persen.
Jika dilihat lebih detail lagi, Jepang, Korea Selatan, dan Australia merupakan negara maju dengan pendapatan per kapita per tahun lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Namun, secara populasi Indonesia jauh lebih besar daripada kelima negara lainnya yang menjadi obyek penelitian BCG itu. Artinya, dari segi potensi pasar, Indonesia memiliki nilai ekonomi yang sangat besar dibandingkan negara lainnya
Namun, pertanyaan besarnya, apakah audiens Indonesia lebih memiliki konsumsi produk dalam negeri atau produk impor dalam ekosistem shoppertainment itu? Apabila bisa memanfaatkan konten digital secara tepat dan menyediakan produk dengan kualitas dan harga bersaing dengan produk impor, shoppertainment dapat menjadi peluang besar bagi pengembangan produk lokal untuk menjadi lebih populer dan diterima oleh konsumen. (LITBANG KOMPAS)