Jajak Pendapat Litbang “Kompas” : Dua Sisi Hikmah Di Balik Pandemi
Di balik beratnya kehidupan saat diterpa pandemi ada “a blessing in disguise”, hikmah yang tersembunyi yang mengubah mindset, perilaku, gaya hidup, yang membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik.

Pandemi Covid-19 mengajarkan banyak hal pada kehidupan manusia dengan membentuk nilai-nilai positif yang memengaruhi gaya hidup, termasuk perilaku dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan sisi-sisi negatifnya menjadi tantangan agar bisa dikelola dengan bijak untuk kehidupan yang lebih baik.
Jika memori kita kembali ke masa 34 bulan yang lalu, di awal Maret 2020, saat virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19 ditemukan di Indonesia. Periode tersebut juga ditandai dengan keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkannya sebagai pandemi global. Tatanan dunia pun berubah akibat pandemi.
Jika kemudian beberapa negara menerapkan kebijakan lockdown, pemerintah Indonesia mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang sangat cepat, khususnya di wilayah DKI Jakarta sebagai episentrum penyebaran Covid-19.
Kebijakan yang dikeluarkan hanya kurang lebih satu bulan sejak ditemukannya kasus terinfeksi Covid-19 tersebut diikuti oleh beberapa wilayah di Indonesia yang juga menerapkan PSBB yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 karena terjadi peningkatan kasus secara masif.
Pandemi Covid-19 mengajarkan banyak hal pada kehidupan manusia dengan membentuk nilai-nilai positif yang memengaruhi gaya hidup, termasuk perilaku dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Dengan kebijakan PSBB tersebut, masyarakat “dipaksa” menahan diri untuk tetap di rumah dan mengurangi aktivitas di luar rumah. Selama PSBB, kegiatan di perkantoran, sekolah, pusat perbelanjaan, pasar, tempat ibadah, dan fasilitas publik dihentikan atau ditutup. Hanya beberapa sektor tertentu yang mendapat pengecualian. Hingga saat itu, dimana-mana santer tersebar himbauan #Dirumahaja.
Himbauan untuk “Di Rumah Aja” tersebut kemudian memunculkan istilah work from home (WFH) karena pekerja diharuskan melakukan pekerjaan dari rumah, demikian pula sektor pendidikan yang mengharuskan siswa “Belajar dari Rumah” dengan metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tak terhindarkan pula aktivitas keagamaan, pengobatan, belanja, dan olahraga, semua dilakukan dari rumah.
Tanpa persiapan, semua aktivitas dilakukan dari rumah dengan mengandalkan teknologi atau dilakukan secara daring (dalam jaringan) atau online. Tak terelakkan, ketergantungan terhadap teknologi pun semakin besar.
Hingga PSBB di DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya yang mengalami beberapa kali perpanjangan selama tahun 2020 kemudian dilanjutkan dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara serentak di beberapa kabupaten/kota di Jawa-Bali mulai 11 Januari 2021.

Pembatasan kegiatan yang diatur dalam Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2021 itu memberikan sedikit pelonggaran aktivitas masyarakat dengan mengatur pembatasan perkantoran dengan menerapkan 75 persen bekerja dari rumah, pembelajaran secara daring, pembatasan operasionalisasi pusat perbelanjaan hingga pukul 19.00 waktu setempat, serta pembatasan jumlah umat di tempat ibadah 50 persen dari kapasitas.
PPKM kemudian diberlakukan di semua provinsi dengan berbagai level tergantung kondisi penyebaran Covid-19 di wilayah tersebut. Hingga akhirnya pada 30 Desember 2022 pemerintah mencabut kebijakan PPKM dengan mempertimbangkan kondisi pengendalian Covid-19 yang sudah semakin baik, meski masih berstatus pandemi.
Baca juga : Jajak Pendapat Litbang “Kompas” : Menyiapkan Liburan Akhir Tahun Lebih Terencana
Perilaku beraktivitas
Tak dapat dimungkiri, dinamika naik turunnya kondisi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama dua tahun 10 bulan ini membuat masyarakat menjadi terbiasa dengan aktivitas yang dilakukan secara online dari rumah. Namun, aktivitas di luar jaringan (offline) tetap dirindukan dan lebih dipilih oleh masyarakat.
Hal ini terpantau dari jajak pendapat Kompas pada medio November 2022 lalu terhadap 504 responden di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Aktivitas bekerja, bersekolah, beribadah, berobat, berolahraga, dan berbelanja kebutuhan pokok, mayoritas sudah dilakukan secara tatap muka.
Kenyamanan melakukan aktivitas secara tatap muka seperti sebelum pandemi tersebut dirasakan oleh mayoritas responden. Hal tersebut diakui 95 persen responden, baik laki-laki maupun perempuan, dari semua kategori usia, pendidikan, dan kelas sosial ekonomi.
Hasil jajak pendapat ini menunjukkan, aktivitas yang dilakukan dengan bertatap muka dan bertemu dengan banyak orang lebih disukai dan kembali melakukan rutinitas seperti yang dilakukan sebelum pandemi sudah dirindukan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F30%2F4a136942-0f78-47b6-b18f-710968aace17_jpeg.jpg)
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kanan) menyampaikan keterangan terkait pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Namun jajak pendapat menemukan adanya perbedaan tanggapan responden untuk aktivitas berbelanja kebutuhan sekunder seperti pakaian, sepatu, dan aksesoris lainnya serta aktivitas mencari hiburan seperti menonton film, mendengarkan musik, dan hiburan lainnya.
Terkait aktivitas belanja kebutuhan sekunder, terpotret responden yang melakukan belanja luring (offline) dan daring (online) hampir berimbang, yaitu 51,5 persen yang lebih suka berbelanja luring dan 42,6 persen yang memilih berbelanja daring.
Bisa jadi berbagai tawaran promo, banyaknya pilihan produk, serta kemudahan melakukan transaksi dari gawai menjadi daya tarik untuk melakukan belanja daring (online).
Kebiasaan berbelanja daring yang semakin sering dilakukan pada masa pembatasan kegiatan kini menjadi gaya hidup dan berlanjut hingga kondisi pandemi sudah mulai terkendali.
Dinamika naik turunnya kondisi Covid-19 selama dua tahun 10 bulan ini membuat masyarakat terbiasa dengan aktivitas online dari rumah
Sementara, aktivitas mencari hiburan justru lebih banyak dilakukan secara daring (online). Separuh responden (52,1 persen) melakukannya, sedangkan yang memilih melakukan secara luring (offline) hanya kurang dari sepertiga responden (29,7 persen).
Sebuah temuan yang menarik dimana orang kini lebih suka menonton film atau mendengarkan musik dari berbagai kanal menggunakan gawai. Lagi-lagi, bisa jadi kenyamanan menemukan hiburan saat “di rumah aja” membentuk perilaku baru dalam mengakses berbagai hiburan.
Baca juga : Resolusi, Panduan di Tahun Penuh Peluang
Hikmah tersembunyi
Perilaku tersebut relevan dengan pengakuan responden akan nilai-nilai positif di balik pandemi yang memengaruhi gaya hidup dalam keseharian mereka, yaitu antara lain banyak aktivitas yang bisa dilakukan tanpa keluar rumah yang disebut 17,7 persen responden. Selain itu 8 persen responden juga merasakan lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas di luar pekerjaan.
Sedangkan sisi baik pandemi yang paling dirasakan serta memengaruhi kehidupan responden dan diakui lebih dari sepertiga responden (36,9 persen) adalah semakin meningkatnya kualitas hubungan dalam keluarga.
Selaras, hasil survei yang dilakukan Prof Euis Sunarti, Guru Besar Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University, juga menjelaskan kondisi pandemi mendorong keluarga mengoptimalkan sumber dayanya untuk menghadapi situasi ini.
“Kondisi awal pandemi menyebabkan harus tetap berada di rumah, sehingga keluarga harus mengelola kesehariannya. Hasil survei yang dikutip dari laman ipb.ac.id menunjukkan wabah ini mendorong interaksi suami istri menjadi lebih baik.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F01%2F01%2Fd354ddf9-0faa-49b4-b2f9-b89b1a0c0ad7_jpg.jpg)
Sebagian besar pengunjung tetap menggunakan masker saat mengisi liburan di sebuah mal di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (1/1/2023). Meski aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) telah secara resmi dicabut, penggunaan masker dihimbau tetap harus dilakukan di sejumlah kondisi seperti pada ruang tertutup, kerumunan, serta di alat transportasi publik, karena pandemi Covid-19 belum sepenuhnya usai.
Mereka lebih memaknai arti keluarga. Pengasuhan anak juga diakui para keluarga menjadi lebih baik dan menjadi lebih sabar serta mengelola waktu jadi lebih baik”.
Peristiwa luar biasa pandemi Covid-19 juga diakui telah memberi hikmah tumbuhnya jiwa gotong royong, akselerasi terhadap teknologi, munculnya banyak inovasi dan kreativitas, serta menjadi lebih peduli pada kesehatan.
Namun, di sisi lain responden juga mengakui munculnya nilai-nilai yang dianggap negatif seperti kurang bersosialisasi (29,5 persen), tergantung pada gawai (18,5 persen), dan cenderung menjadi malas (9,3 persen). Dampak lainnya adalah menjadi lebih boros atau konsumtif (25,1 persen).

Bisa jadi kemudahan dalam berbelanja daring (online) memicu perilaku yang melahirkan efek negatif dari pandemi ini. Semua itu menjadi tantangan yang harus bisa dikelola dengan bijak saat kondisi sudah membaik.
Meski begitu, di balik beratnya kehidupan saat diterpa pandemi ada “A blessing in disguise” sebuah hikmah yang tersembunyi yang mengubah mindset, perilaku, gaya hidup, yang membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Libur Natal dan Tahun Baru Mengakselerasi Kemajuan Ekonomi