Analisis Litbang ”Kompas”: Menegaskan Batas Sosialisasi Partai Politik
KPU dan Bawaslu sepakat sosialisasi partai dilakukan dengan batasan tertentu. Hal ini mengingat saat ini belum masuk masa kampanye. Menjadi dilema soal apa batas perbedaan antara kampanye dan sosialisasi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F14%2Fb4fb2354-b14b-4908-85e7-5df7a8a38025_jpg.jpg)
Para perwakilan pimpinan partai politik peserta Pemilu 2024 bersiap menerima plakat nomor urut yang diperoleh dalam undian dalam acara Pengundian dan Penetapan Nomor Partai Politik Peserta Pemilihan Umum 2024 di halaman Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (14/12/2022).

Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Sekalipun belum resmi memasuki masa kampanye, partai-partai politik semakin intens meneguhkan eksistensinya setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu dan mendapatkan nomor urut. KPU dan Bawaslu bersepakat sosialisasi partai memang dapat dilakukan dengan batasan tertentu.
Akhir tahun 2022 bak menjadi momentum terbaik bagi partai politik untuk dapat semakin populer ruang publik. Bagaimana tidak, baliho, spanduk, maupun deretan poster yang menyampaikan ucapan selamat Natal dan Tahun Baru dari tokoh politik masif bertebaran. Fenomena serupapun dirasakan di ruang maya dalam berbagai platform sosial media.
Pasca penetapan partai peserta Pemilu 2024 sekaligus penyematan nomor urut oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pertengahan Desember lalu, genderang kontestasi memang terasa bertabuh semakin kencang. Sebanyak 17 partai politik yang dinyatakan lolos masuk dalam gelanggang pemilihan kini saling berlomba menebar pesona kepada masyarakat.
Baliho, spanduk, dan poster yang ramai di akhir tahun ini menjadi tanda permulaan bahwa pesta demokrasi akan berlangsung sangat meriah. Euforia itu tentu akan semakin meningkat seiring terus berjalannya agenda tahapan pemilu sampai dengan pemungutan suara.
Dalam kondisi ini, partai-partai politik peserta pemilu pada dasarnya belum diperkenankan untuk melakukan kampanye. Berdasarkan ketetapan penjadwalan, agenda kampanye peserta pemilu baru akan dimulai pada 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Setelah 75 hari penuh dengan hingar bingar kampanye tersebut, terdapat jeda waktu beberapa hari yang menjadi masa tenang sebelum hari pemungutan suara.

Beredarnya berbagai alat peraga selayaknya berkampanye pada waktu yang jauh lebih awal ini tentulah menjadi kondisi yang patut menjadi perhatian penyelenggara pemilu, bahkan langkah antisipatif perlu pula disiapkan disamping adanya pengawasan yang optimal kepada seluruh peserta pemilu.
Seperti yang diketahui bersama, regulasi pemilu dapat dikatakan cukup ketat mengatur berbagai aspek penyelenggaraan di dalamnya. Termasuk pula terkait berbagai aspek dan teknis kegiatan terkait kampanye yang sudah semestinya dijalankan peserta pemilu sesuai dengan rambu-rambu aturan yang ditetapkan.
Baca juga : Analisis Litbang ”Kompas”: Gelanggang Terbuka Partai Politik
Batasan sosialisasi
Pada dasarnya, jika merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, partai politik yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilu dilarang untuk melakukan kampanye sebelum agenda resmi berjalan. Dalam hal ini, partai politik dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik yang diperuntukan bagi internal partai.
Adapun metode yang dapat digunakan dalam sosialisasi dan pendidikan internal itu berupa pemasangan atribut seperti bendera lengkap dengan nomor urut partai. Selain itu, partai politik juga dapat mengadakan pertemuan terbatas dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada KPU dan Bawaslu paling lambat sehari sebelum waktu pelaksanaan.
KPU maupun Bawaslu menegaskan, dalam kegiatan sosialisasi ini, kehadiran berbagai bentuk alat peraga merupakan bagian dari kegiatan sosialisasi, bukan untuk berkampanye atau ajakan pada masyarakat untuk memilih partai atau calon legislatif atau presiden tertentu
Terkait hal tersebut, KPU bersama Badan Pengawas Pemilu telah bersepakat bahwa dalam masa prakampanye ini, partai politik dapat melakukan sosialisasi pada cakupan yang lebih luas. KPU maupun Bawaslu menegaskan, dalam kegiatan sosialisasi ini kehadiran berbagai bentuk alat peraga merupakan bagian dari kegiatan sosialisasi, bukan untuk berkampanye atau ajakan pada masyarakat untuk memilih partai atau calon legislatif atau presiden tertentu.
Pertimbangan memperbolehkan sosialisasi tersebut juga tidak terlepas dari masa kampanye yang masih terpaut jauh dari waktu penetapan peserta pemilu yang telah dilakukan. Kegiatan sosialisasi itu juga dimaksudkan agar pengenalan publik terhadap partai politik sebagai peserta pemilu dapat tersampaikan.
Dalam hal ini, partai hanya diperkenankan untuk menampilkan visi, misi, serta nomor urut. Partai juga dapat menampilkan sosok yang melekat pada partai, namun hanya ketua umum dan sekretaris jenderal partai untuk ditataran pusat. Begitu pun di tingkatan daerah-daerah, partai juga tidak diperkenankan menampilkan sosok calon legislatif di tingkatan nasional maupun daerah karena memang hal itu belum ditetapkan.

Larangan yang sama pun berlaku bagi partai untuk menampilkan sosok calon presiden maupun wakil presiden hingga masa kampanye resmi diberlakukan. Berbagai batasan mengenai proses sosialisasi yang akan berjalan ini akan diatur dalam peraturan teknis yang disusun oleh pihak penyelenggara pemilu.
Baca juga : Menjaga Peluang Parpol Non-parlemen
Disiplin penyelenggaraan
Adanya peraturan teknis terkait pelaksanaan sosialisasi partai politik menjadi sangat penting guna mempertegas batasan-batasan yang justru sangat rentan menjadi saling “curi start” untuk berkampanye. Peraturan yang dibuat itu selayaknya pula menjadi komitmen bersama bagi para peserta dan penyelenggara pemilu untuk tetap disiplin pada aturan main penyelenggaraan pemilu.
Pembolehan melakukan sosialisasi ini perlu dimaknai pula sebagai langkah partai dalam mengedukasi masyarakat. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011, pasal 26, mengamanatkan, salah satu fungsi partai adalah untuk melaksanakan pendidikan politik kepada masyarakat.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011, pasal 26, mengamanatkan, salah satu fungsi partai adalah untuk melaksanakan pendidikan politik kepada masyarakat
Terkait ini pula, partai sebetulnya diberikan kesempatan dan keleluasaan untuk dapat mengoptimalkan proses penjajakan kepada publik. Bahkan bukan hanya sebatas pengenalan nomor urut partai, tokoh besar partai, namun juga visi dan misi serta program yang dibawa secara lebih merinci dapat dikenalkan kepada masyarakat.
Keistimewaan yang diberikan kepada seluruh peserta pemilu ini pun diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Seluruh partai yang terpilih pun sudah semestinya dapat terus konsisten menjalankan kegiatan sosialiasi secara jujur dengan berdisiplin pada ketentuan.
Pada tahap permulaan pemilihan diharapkan justru tak banyak kesalahan-kesalahan yang terjadi dan dapat ditindak karena dinilai sebagai bentuk pelanggaran yang tentunya dapat merugikan partai politik sebagai peserta pemilu.

Termasuk pula dalam hal penyesuaian pada setiap aturan ketertiban yang berlaku di setiap daerah. Pemasangan baliho, spanduk, umbul-umbul atau poster harus mengikuti ketentuan ketertiban umum yang diatur dalam peraturan daerah. Misalnya adanya ketentuan batasan untuk memasang atau menempel alat peraga sosialisasi itu pada ruang-ruang publik tertentu yang harus dipatuhi oleh partai politik.
Kegiatan sosialisasi sebelum masa resmi kampanye ini pada dasarnya akan sangat menguntungkan partai politik sebagai perpanjangan waktu untuk membangun interaksi pada publik. Berbagai batasan yang dilakukan bukan untuk mereduksi langkah pengenalan partai, namun untuk menjaga seluruh tahapan pemilu dapat berjalan sesuai target yang diharapakan. Termasuk pula guna mewujudkan cita-cita bersama untuk pemilu yang tetap menjunjung tinggi persatuan. (LITBANG KOMPAS)