Ujian Menghadapi Beragamnya Ancaman Penyakit pada Anak
Setidaknya sudah 118 kasus gagal ginjal akut berujung pada kematian. Tingkat mortalitas penyakit ini mencapai 57 persen dari 208 kasus yang sudah terlaporkan. Perlu langkah pencegahan secepatnya.
Masyarakat Indonesia tengah menghadapi fenomena penyakit gagal ginjal akut yang menewaskan lebih dari seratus anak dengan cepat. Orangtua dituntut lebih waspada memantau kondisi kesehatan anak di tengah situasi ancaman penyakit yang masih misterius ini. Negara juga berkewajiban untuk segera mengatasinya guna menjamin keselamatan generasi bangsa.
Peran negara dalam memenuhi kebutuhan dasar warga negara sangat diperlukan, khususnya menjamin kesehatan warga negara, sehingga dapat hidup layak dan sejahtera. Hak untuk mendapatkan kesehatan itu dijamin oleh undang-undang. Secara nasional, jaminan kesehatan tertuang dalam Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Hanya saja, cita-cita negara untuk menyehatkan seluruh penduduk Indonesia itu relatif tidak mudah. Banyak penyakit dan wabah datang silih berganti yang menuntut kewaspadaan pemerintah dan juga kesadaran seluruh masyarakat untuk turut serta mengantisipasi. Belum tuntasnya perjuangan untuk mengatasi pandemi yang telah berlangsung hingga hampir tiga tahun ini, kini pemerintah dihadapkan pada penyakit misterius yang hadir secara tiba-tiba dengan tingkat kefatalan yang tinggi.
Penyakit gagal ginjal akut yang menjangkiti anak-anak saat ini merupakan salah satu contoh yang sangat meresahkan pemerintah dan orangtua. Sebab, disinyalir berhubungan erat dengan konsumsi obat sirop yang ditujukan untuk meredakan sakit. Alih-alih sembuh, yang ada justru berefek pada kegagalan ginjal yang berpotensi besar menyebabkan kematian.
Hingga 20 Oktober 2022, tercatat lebih dari 200 anak yang berusia kurang dari 18 tahun terkena gagal ginjal tersebut. Mirisnya, pasien terbanyak berusia kurang dari lima tahun. Gejala awalnya berupa infeksi salur cerna dan gejala ISPA, seperti batuk, pilek, demam, dan diare. Setelah itu, kondisi akan memburuk, ditandai penurunan drastis volume urine, bahkan beberapa kasus anak-anak tidak kencing sama sekali.
Dari 208 kasus yang terlaporkan hingga 20 Oktober 2022, sebanyak 118 kasus di antaranya berujung pada kematian. Mortalitas yang sangat tinggi hingga 57 persen ini menjadi kekhawatiran besar bagi pemerintah dan orangtua karena faktor penyebabnya masih belum diketahui secara jelas. Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan adanya kandungan bahan berbahaya di obat sirop yang dikonsumsi anak saat sakit.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan ada dua bahan berbahaya yang dilarang pada obat sirop, yaitu dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG). Tak berselang lama, Kemenkes menemukan satu lagi bahan berbahaya, yaitu ethylene glycol butyl ether (EGBE). Berdasarkan hasil uji laboratorium, saat ini ada lima produk obat sirop yang terbukti mengandung bahan berbahaya, yaitu Termorex Sirop, Flurin DMP Sirop, Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, dan Unibebi Demam Drops.
Saat ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau orangtua untuk menghentikan penggunaan obat sirop untuk anak dan menyarankan untuk membawa anak langsung ke dokter untuk diresepkan obat nonsirop. IDAI juga meminta orangtua untuk selalu mengawasi kondisi anak serta tidak membawa anak bepergian ke area-area yang banyak kerumunan.
Baca juga: Penanggulangan Gagal Ginjal Akut Misterius Diperkuat
Kasus gagal ginjal akut pada anak tersebut merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan. Sebab, dalam laporan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, umumnya kasus gagal ginjal kronis hanya dilaporkan pada usia di atas 15 tahun ke atas. Artinya, kecil kemungkinan menjangkiti anak-anak. Pada tahun 2021, jumlah kasus gagal ginjal secara nasional mencapai 1,41 juta kasus. Bila disandingkan dengan data kasus gagal ginjal akut pada anak yang sementara ini mencapai 208 kasus, kasus kerusakan ginjal anak ini relatif sangat kecil. Meski demikian, tetap saja menjadi kasus yang sangat serius untuk segera diatasi penyebabnya.
Oleh karena itu, larangan pemerintah terhadap peredaran obat sirop di apotek-apotek saat ini patut diapresiasi. Untuk sementara pemerintah dapat melakukan investigasi lebih mendalam tanpa harus khawatir akan muncul korban lagi akibat konsumsi obat sirop. Namun, untuk mengoptimalkan langkah investigasi itu, ada baiknya pemerintah juga mempertimbangkan koordinasi penanganan lintas institusi dan lintas daerah.
Daerah-daerah yang memiliki temuan kasus gagal ginjal terbanyak seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Aceh perlu untuk membentuk semacam gugus tugas dengan bekerjasama dengan pemerintah pusat guna mengurai penyebab kasus ginjal akut di wilayah bersangkutan. Hasil temuannya nanti dapat sebagai bahan pertimbangan atau rekomendasi kepada daerah lainnya untuk pencegahan dan penanganan lebih lanjut.
Penyakit lain
Sebelum kasus gagal ginjal itu hadir, masyarakat Indonesia telah dikejutkan dengan merebaknya penyakit misterius lainnya yang juga sebagian besar menyerang anak-anak. Sekitar 4-5 bulan yang lalu, masyarakat Indonesia dibuat khawatir dengan hadirnya penyakit hepatitis akut yang muncul secara tiba-tiba dan misterius. Definisi misterius digunakan karena jenis hepatitis yang waktu itu merebak tidak termasuk dari lima jenis virus penyebab hepatitis sebelumnya. Kelompok dominan yang diinfeksi virus ini adalah anak-anak.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan per 29 September 2022, ada 99 kasus kumulatif yang tersebar di 22 provinsi. Kasus terbanyak ada di DKI Jakarta dengan proporsi 13 orang kasus probable. Jumlah kasus meninggal mencapai 17 orang secara nasional dan 9 orang masih dalam perawatan.
Baca juga: Mengungkap Evolusi Lintas Abad Virus Hepatitis yang Menginfeksi Manusia
Sejumlah virus terdeteksi di dalam tubuh pasien hepatitis akut misterius tersebut, misalnya Adenovirus tipe 41 dan SARS-CoV-2, termasuk gejala long Covid-19. Secara global, WHO menetapkan wabah ini sebagai kejadian luar biasa mengingat lebih dari 1.000 orang dilaporkan menderita gejala hepatitis akut misterius itu.
Hadirnya penyakit gagal ginjal akut dan hepatitis misterius itu kian melengkapi ancaman yang mengintai kesehatan anak-anak di Indonesia. Saat ini, seluruh generasi bangsa sedang berjuang melewati pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir tiga tahun. Pantauan pada September 2022, kontribusi kasus infeksi virus korona usia anak mencapai 14,48 persen. Selain proporsi yang cukup besar, penambahan kasus infeksi tercatat cukup signifikan, yaitu sebesar 12,4 persen dalam sebulan terakhir.
Faktor penyebab tingginya infeksi virus tersebut adalah kontak langsung atau droplets dari teman dan guru saat bersekolah. Bisa juga tertular saat bepergian ke tempat ramai. Kondisi ini tentu saja mengkhawatirkan karena infeksi Covid-19 akan membawa dampak berkepanjangan terhadap tubuh anak atau dikenal dengan MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children).
Secara umum, MIS-C merupakan kondisi di mana ada organ tubuh yang meradang, seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak, dan organ pencernaan. Oleh karena itu, orangtua perlu aktif mengawasi kondisi anak di tengah pandemi karena ada potensi anak terinfeksi, tetapi tidak menunjukkan gejala.
Berdasarkan jurnal ”Long-Covid in children and adolescents: a systematic review and met-analyses” (2022), sedikitnya 25 dari 100 orang akan mengalami long Covid-19 setelah dinyatakan negatif virus korona. Gejala paling lazim muncul adalah gangguan emosi, kelelahan, dan gangguan tidur. Sejumlah gangguan di organ tubuh juga ditemukan di banyak kasus anak-anak setelah terinfeksi Covid-19. Selain gejala yang lazim itu, anak-anak dinilai jauh lebih berisiko menderita gangguan organ lain, seperti sesak napas, anosmia, dan demam berkepanjangan.
Laporan CDC melalui riset ”Post-Covid-19 Symptoms and Conditions Among Children and Adolescents” (2022) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mereka yang memiliki long Covid-19 berisiko mengalami pembekuan darah di paru-paru, radang otot jantung, pembekuan darah di vena, hingga gagal ginjal akut.
Mitigasi
Dalam sejumlah kasus penyakit yang menyerang anak-anak tersebut, peranan orangtua sangat penting dalam langkah mitigasi pencegahan dan penularan. Misalnya, orangtua harus mengetahui bahwa faktor risiko gagal ginjal akut misterius salah satunya berasal dari bahan berbahaya yang terkandung di dalam obat sirop.
Untuk kasus risiko hepatitis akut misterius, faktor penyebabnya berupa berupa kebersihan makanan atau kontak fisik dengan orang lain. Terakhir, faktor risiko pandemi Covid-19 adalah beraktivitas tanpa menerapkan protokol kesehatan. Orangtua dituntut untuk mengetahui sejumlah hal tersebut agar mampu melakukan langkah mitigasi agar anak-anak tidak tertular. Antisipasi harus dilakukan sejak dari lingkup keluarga.
Baca juga: Gagal Ginjal Akut Anak Misterius Membuat Orangtua Resah
Selain itu, peranan pemerintah yang bertanggung jawab secara penuh bagi pelayanan kesehatan masyarakat harus terus ditingkatkan. Pemerintah harus terus melakukan sejumlah riset dan juga pengawasan peredaran obat-obatan guna mengantisipasi berbagai kemungkinan ancaman penyakit yang terus berkembang. Langkah mitigasi ini sangat penting dilakukan guna menepis ancaman penyakit berbahaya lainnya agar tidak berkembang di Indonesia.
Hanya saja, pemerintah belum optimal dalam melaksanakan tugas pencegahan itu. Merebaknya kasus gagal ginjal akut misterius menjadi bukti ”kecolongan” pemerintah dalam melakukan tugas pengawasan terhadap kualitas produk obat sirop anak yang mengandung bahan beracun. Akibatnya, banyak anak-anak menjadi korban karena kelalaian pemerintah.
Pemerintah melalui kementerian dan lembaga-lembaga terkait perlu segera melakukan pembenahan dan evaluasi secepatnya guna menyusun langkah pencegahan lebih lanjut. Selain itu, juga membangun kolaborasi yang baik dengan sejumlah stakeholder terkait seperti organisasi profesi dokter dan organisasi-organisasi medis lainnya agar efektif dalam melakukan langkah preventif dan kuratif.
Masyarakat pun perlu dilibatkan sebagai ujung tombak penanganan preventif untuk melindungi keluarga dan anak-anaknya. Dengan terciptanya kolaborasi yang baik, upaya pemerintah untuk mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh warga negaranya dapat tercapai secara optimal. (LITBANG KOMPAS)