Analisis Litbang ”Kompas”: Menemukan Sosok Penjabat Gubernur DKI Jakarta
Tiga nama calon penjabat gubernur telah diajukan DPRD Jakarta. Penjabat terpilih diharapkan dapat mengatasi kompleksitas persoalan Ibu Kota, termasuk hadir menjaga persatuan di tengah kompetisi panggung politik.

DKI Jakarta bersiap memasuki masa transisi untuk dipimpin oleh penjabat gubernur. Diharapkan penjabat terpilih dapat memberikan jawaban atas kompleksitas persoalan di Ibu Kota, termasuk menjadi sosok pemimpin yang netral untuk menjaga persatuan menjelang Pemilu dan Pilkada 2024.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya, Ahmad Riza Patria, akan mengakhiri masa baktinya pada 16 Oktober 2022. Secara resmi, pengumuman terkait hal itu telah disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta yang digelar pada 13 September 2022.

Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Rapat paripurna hari itu juga menjadi salah satu rangkaian dari tahap demi tahap proses administrasi dan lainnya untuk menutup periode jabatan kepala daerah DKI Jakarta. Selain itu, secara bersamaan legislatif di Ibu Kota tengah disibukkan dengan urusan pengisian penjabat (Pj) gubernur yang akan mengisi kekosongan jabatan setelah ditinggal pendahulunya.
Penjabat gubernur terpilih diharapkan dapat memberikan jawaban atas kompleksitas persoalan di Jakarta,
Sejauh ini, proses mencari sosok penjabat itu telah berjalan. Dalam hal ini, Kementerian Dalam Negeri telah memberikan ruang yang lebih terbuka sebagai wujud dari proses penunjukan penjabat yang demokratis dan transparan.
Kemendagri telah meminta legislatif DKI Jakarta untuk menyerahkan tiga nama yang diusulkan untuk menjadi calon penjabat gubernur. Tanggal 13 September 2022 atau tiga hari lebih cepat dari tenggat maksimal yang diberikan, DPRD DKI Jakarta resmi menetapkan tiga nama untuk diusulkan menjadi calon penjabat gubernur.
Ketiganya adalah Bahtiar yang kini menjabat sebagai Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri; Heru Budi Hartono, Kepala Sekretariat Kepresidenan; serta Sekretaris Daerah DKI Jakarta Marullah Matali. Di luar ini, nantinya akan ada usulan tiga nama calon penjabat gubernur DKI Jakarta yang diusulkan oleh Kemendagri.

Terkait mekanisme penentuan setelah enam nama calon telah diusulkan, Kemendagri menjelaskan bahwa akan dilakukan sidang oleh Tim Penilai Akhir (TPA) secara bertingkat. Pertama sidang Tim Penilai Akhir di tingkat eselon 1 Kemendagri.
Kemudian, usulan akan dikerucutkan menjadi tiga nama terpilih dan akan diajukan kepada Presiden dalam sidang Tim Penilai Akhir yang diikuti menteri dan kepala lembaga untuk ditentukan siapa penjabat terpilih.
Dalam jadwal yang telah disusun, jika seluruh mekanisme tersebut berjalan sesuai dengan target yang diharapkan, maka pada 16 Oktober 2022, bertepatan dengan berakhirnya masa bakti Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria, maka akan dilantik pula Pj Gubernur untuk Ibu Kota.
Baca juga: Penjabat DKI 1 Idaman Dewan dan Rakyat
Menjawab tantangan
Terlepas dari silang pendapat terhadap terbukanya mekanisme penentuan penjabat kepala daerah yang dibuka oleh Kemendagri melalui usulan legislatif daerah, proses ini secara nyata juga memberikan ruang yang cukup saksama untuk dapat menjaring dan menilai kandidat penjabat yang paling layak mendapuk amanah besar tersebut.
Sebagai daerah khusus ibu kota negara, sekalipun berstatus sebagai penjabat, eksistensi sebagai pemimpin daerah yang mengelola ruang modern urban dengan tingkat kompleksitas persoalan tentu tak main-main. Terlebih, penjabat kepala daerah untuk DKI Jakarta akan menghabiskan masa bakti yang cukup panjang selama lebih kurang dua tahun.
Dalam hal ini, proses berlapis beserta kriteria penilaian yang dilakukan oleh para ahli untuk menyeleksi calon penjabat diharapkan dapat benar-benar menjadi penyaring sehingga menghasilkan penjabat gubernur yang memenuhi harapan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F12%2F3f91f6c7-2d68-4b21-b43d-91fa11319fc5_jpg.jpg)
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi seusai memimpin rapimgab, Senin (12/9/2022), untuk menentukan mekanisme penentuan nama-nama usulan calon penjabat gubernur DKI Jakarta.
Selain cakap dalam menguasai persoalan dan kaya akan ide untuk membuat Ibu Kota bergerak lebih maju dan baik, hal yang juga perlu menjadi catatan penting bagi yang mendapuk penjabat gubernur adalah dapat menjamin kondusivitas dan persatuan masyarakat ketika memasuki tahun politik.
Bagaimanapun DKI Jakarta akan terus menjadi etalase nasional dan begitu pula kualitas pemimpinnya yang pasti terus akan mendapatkan sorotan. Dalam dua aspek besar, misalnya ekonomi dan politik, Ibu Kota tetap akan menjadi tolok ukur.
Merujuk pada Bank Indonesia, tercatat DKI Jakarta menyumbang tak kurang dari sekitar 17 persen dari PDB Indonesia. Provinsi ini juga merupakan penyumbang transaksi nontunai terbesar mencapai 40 persen dari tak kurang 7.000 triliun. Ibu Kota dan sejumlah wilayah penyangganya juga masih menjadi episentrum bagi industri manufaktur nasional.
Begitu pun dalam hal perpolitikan. Situasi politik, kebijakan, sampai terkait kontestasi politik di DKI Jakarta bahkan juga akan menarik bagi siapa pun. Ini tak lain juga menjadi satu konsekuensi penting yang harus diterima oleh Jakarta yang kian hari terus bertumbuh modern dalam gemerlap megapolitannya.

Tentunya, segala modernisasi itu pun semakin meneguhkan kecakapan warga Ibu Kota untuk lebih bijaksana dalam bersikap, termasuk saat dihadapkan pada perbedaan pilihan.
Terkait itu pula, pekerjaan rumah penjabat gubernur pun menjadi berkali lipat berat saat keguyuban warga Jakarta berulang kali diuji pada 2024, yaitu saat pemilu legislatif dan pemilihan presiden serta pemilihan kepala daerah serentak yang berselang tak lama.
Baca juga: Heru Budi, Marullah, dan Bahtiar Diusulkan Jadi Calon Penjabat Gubernur DKI Jakarta
Calon terbaik
Segenap tantangan besar itu akan menjadi milik siapa pun penjabat gubernur terpilih untuk bisa diatasi. Tiga sosok calon penjabat yang telah diusulkan oleh legislatif tentunya telah melalui banyak pertimbangan dan merupakan kandidat terbaik.
Dari ketiga nama calon penjabat gubernur hasil kesepakatan di ruang dewan yang diusulkan itu, sekiranya membuat masyarakat Ibu Kota cukup yakin bahwa penjabat akan diisi oleh sosok yang mumpuni dan mampu memenuhi harapan.
Baik Bahtiar, Heru Budi Hartono, maupun Marullah Matali, semuanya berangkat dari kalangan birokrat berpengalaman. Pengalaman ketiganya sebagai aparatur sipil negara (ASN) dalam mengelola pemerintahan daerah pun tentu tak diragukan lagi.

DPRD DKI Jakarta akhirnya mengumumkan tiga nama usulan penjabat gubernur DKI Jakarta yang akan menggantikan Anies Baswedan dan Ahmad Riza Patria (13/9/2022). Ketiga nama tersebut yaitu Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Marullah Matali, serta Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar.
Dari sisi persyaratan mendasar pun tak bisa diperdebatkan, seperti yang diamanatkan oleh UU Nomor 10 Tahun 2016 bahwa penjabat gubernur harus diisi oleh ASN dengan jabatan pimpinan tinggi madya.
Kesamaan lain dari ketiga calon penjabat ini adalah pengalaman menjadi kepala daerah. Bahtiar, yang menduduki eselon tinggi sebagai dirjen di Kemendagri pada 2020 pernah menjadi Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur Kepulauan Riau.
Begitu pula dengan Heru Budi Hartono, yang pada 2014 pernah menjadi Wali Kota Jakarta Utara sebelum dipercaya untuk dilantik sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKI Jakarta.
Sementara Marullah Matali, posisinya yang kini sebagai Sekretaris Daerah DKI Jakarta aktif, menjadi nilai tambah tersendiri karena menjadi salah satu tumpuan penting pengelolaan provinsi ibu kota. Sebelum mengemban amanah sebagai sekda, Marullah Matali tercatat juga pernah menjabat Wali Kota Jakarta Selatan selama tiga tahun (2018-2021).
Tentu harapan besar agar penjabat terbaik akan terpilih untuk mengisi kekosongan pemimpin Ibu Kota.
Kini, harapan besar itu pun tersemat dengan adanya transparansi yang tersampaikan kepada publik terhadap proses penentuan penjabat yang sedang berjalan. Terlepas dari siapa pun nanti yang akan terpilih, termasuk dari tiga calon lainnya hasil usulan Kemendagri, tentu akan didapatkan penjabat dari calon-calon terbaik yang diusulkan sebelumnya.
Siapa pun yang akan dipercaya menjadi penjabat nantinya, juga perlu menjaga harapan besar itu agar terus terkembang. Energi penjabat semestinya memang harus habis dengan kerja-kerja untuk kemaslahatan bersama, bukan lagi justru untuk memberikan pembelaan atas kebijakan pengelolaan daerah yang dinilai tak berintegritas atau bahkan tak netral karena harus ikut berpolitik.
Lewat pembuktian secara nyata publik akan benar-benar melihat kualitas penjabat terpilih nantinya. Apalagi saat ini, polemik mengenai kedudukan, tugas, dan wewenang para penjabat jelang 2024 ini pun terus berputar pada perdebatan panjang.

Kabar terakhir, misalnya, lewat Surat Edaran (SE) Nomor 821/5492/SJ pada 14 September 2022, Kemendagri memberikan keleluasaan bagi para penjabat kepala daerah untuk memberikan sanksi kepada ASN yang bermasalah tersangkut korupsi dan disiplin berat.
Termasuk pula penjabat diberikan izin oleh Kemendagri untuk melakukan mutasi kepegawaian yang sebelumnya tak boleh dilakukan oleh selain kepala daerah definitif.
Pada akhirnya, sandaran terakhir untuk terus mendapatkan kepercayaan publik hanya ada pada pembuktian nyata oleh penjabat gubernur terpilih.
Akankah memang menjadikan amanah mengisi kekosongan jabatan tadi untuk kepentingan dan kebaikan bersama atau justru sebaliknya hanya menggunakan jabatan untuk memuluskan berbagai kepentingan politik dari pihak tertentu. Tentu harapan besar agar penjabat terbaik akan terpilih untuk mengisi kekosongan pemimpin Ibu Kota. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Ketua DPRD DKI Serahkan Tiga Nama Calon Penjabat Gubernur DKI