Jejak Awal ”Internet of Things” dan Aplikasi di Indonesia
Konsep ”internet of things” (IOT) menggelayuti diskursus revolusi masyarakat digital. Di Indonesia, inovasi IOT semakin marak diciptakan untuk membantu memberdayakan masyarakat.
Oleh
Arita Nugraheni
·5 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Seorang peserta kontingen Jambore Nasional Gerakan Pramuka menujukkan komputer mini untuk pengembangan internet of things yang diperolehnya di Buperta, Cibubur, Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Internet of things atau IOT semakin populer bersanding dengan konsep artificial intelligence dan big data dalam revolusi masyarakat digital. Dalam dua dekade terakhir, IOT makin menyusup ke sendi-sendi kehidupan masyarakat dunia. Tanpa sadar, benda-benda yang berada di sekeliling kita telah dilengkapi dengan teknologi dalam semesta IOT.
IOT menjadi salah satu kata kunci dari Revolusi Masyarakat 4.0 ataupun revolusi yang kini sudah melaju ke arah 5.0. Revolusi teranyar ini pertama kali dicetuskan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada konferensi internasional Centrum der Büroautomation und Informationstechnologie und Telekommunikation (Cebit) di Hannover, Jerman, pada Maret 2017.
Ditarik ke belakang, IOT disebut mulai hidup sejak pertama kali dicetuskan Kevin Ashton dalam presentasinya kepada pemangku kebijakan di Procter & Gamble (P&G) tahun 1999. Kala itu, ia menggunakan frasa internet of things semata untuk menarik perhatian dewan direksi P&G yang bergerak dalam produksi barang konsumen.
Ashton tengah mengembangkan inovasi baru dari radio frequency identification (RFID) dalam rantai pasokan produk P&G. Untuk menarik perhatian, ia menggunakan internet of things untuk merangkum inovasinya selaras dengan semangat zaman saat ini yang sedang gandrung dengan internet.
RFID adalah kemampuan untuk melakukan identifikasi yang dapat diatur dan diinventori oleh komputer. Kemampuan ini semakin optimal di tengah jaringan internet yang semakin cepat dan andal. Ide Ashton membawanya menjadi bagian dari tim Auto-ID di bawah Massachussetts Institute of Technology (MIT). Tim ini kemudian mendalami aplikasi internet pada obyek-obyek.
Dalam white paper berjudul “The Networked Physical World Proposal for Engineering the Next Generation of Computing, Commerce, and Automatic-Identification” (2000), Sanjay Sarman, David L.Brock, dan Kevin Ashton membayangkan sebuah dunia di mana semua obyek fisik ataupun elektronik terhubung ke jaringan.
Pengguaan ini memungkinkan pengoperasian jarak jauh tanpa kontak. Visi Auto-ID adalah menghasilkan berbagai manfaat lintas bidang, di antaranya manajemen rantai pasokan, pengendalian persediaan, pelacakan produk, dan identifikasi lokasi.
IOT juga digambarkan seperti dunia ketika semua hal terkoneksi dan berkomunikasi lebih cerdas. Dengan IOT, dunia fisik menjadi sebuah sistem informasi data yang besar. Lambat laun, IOT menarik bagi dunia bisnis secara lebih luas.
Pada 2008, konferensi IOT pertama diselenggarakan di Zurich, Swiss, untuk sivitas akademika, praktisi, dan pelaku industri. Konferensi ini menandai penggunaan IOT yang semakin meluas ke ranah komersial. Tahun ini juga menandai popularitas IOT.
Di tahun ini, perusahaan teknologi multinasional, Cisco, menyebut jumlah perangkat yang terhubung ke internet melebihi jumlah manusia di dunia. Diperkirakan perangkat yang akan terhubung ke internet mencapai 50 miliar pada 2020. Mayoritas dari perangkat yang terhubung internet (86 persen) merupakan perangkat di luar PC, tablet, atau telepon pintar.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Peranti SMARTernak terpasang pada boneka sapi di stan perusahaan teknologi Dycode X dalam pameran Asia Internet of Things Business Platform pada Selasa (28/8/2018) di Kuningan, Jakarta Selatan. SMARTernak tidak hanya melacak lokasi ternak, tetapi juga suhu, pertumbuhan, dan perilaku ternak. Penggunaan peranti internet of things seperti ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi suatu industri.
Tren IOT mulai mengungguli inovasi teknologi lain pada 2015. Hal ini ditandai dengan tingginya animo pelaku bisnis menerapkan IOT pada produk mereka. Dalam ajang Cebit di Hannover, Jerman, pada 2015, IOT menjadi inovasi yang viral. Arsip Kompas mencatat, sejumlah perusahaan memarken modifikasi IOT pada produk mereka.
Tesla memamerkan mobil elektriknya, Model S, yang segera dilengkapi fitur otopilot berkat koneksi internet dan berbagai sensor yang ditanamkan pada mobil tersebut. Mobil ini secara permanen terhubung ke internet dengan antarmuka sebuah layar sentuh.
Perusahaan Jerman, Canyon, memamerkan sepeda yang dilengkapi dengan modul di dalam frame-nya. Modul itu termasuk perangkat GPS dan kartu SIM sehingga keberadaan sepeda itu bisa dilacak saat dicuri dan dapat menelepon unit layanan darurat saat penunggangnya kecelakaan. Tak hanya itu, penerapan IOT juga mampu memonitor keausan suku cadang dan mengorder sendiri suku cadang yang perlu diganti.
Internet of things semakin populer bersanding dengan konsep artificial intelligence dan big data dalam revolusi masyarakat digital.
Produsen mesin pertanian Claas memamerkan traktor 830 Axion yang dilengkapi sensor dan sistem telemetri yang terus memantau traktor itu sehingga kinerjanya optimal. Perangkat GPS yang dipasang juga bisa membajak lahan secara otomatis berdasarkan data geografis atau sensor inframerah. Berbagai perangkat lunak itu adalah hasil kerja sama Class, GEA Farm Technologies, Amazone, dan 365FarmNet.
International Data Corporation (IDC) menyebut nilai pasar perangkat yang mengadopsi IOT pada tahun 2015 ini sebesar 2,1 triliun dollar AS. Dipresiksi nilainya akan naik lebih dari tiga kali lipat pada 2020.
Di Indonesia, IOT mulai menjadi pembicaraan hangat pada tahun 2015. Sejumlah perusahaan multinasional yang bercokol di Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan IoT. Ini menjadi penanda ketika perangkat elektronik di sekitar kita akan saling terhubung internet dan dapat mengidentifikasi satu sama lain.
Produsen alat-alat elektronik dari Korea Selatan, Samsung, berkomitmen menghubungkan dan mencerdaskan berbagai perangkat di rumah. Pada tahun 2017 saja, Samsung menyebut 90 persen produk akan terhubung internet dengan mengembangkan sistem operasinya sendiri, yakni Tizen. Produk lampu, kulkas, televisi, kunci pintu, penyejuk udara, dan mesin cuci akan terhubung dengan internet.
Roland Sladek, Vice President International Media Affairs Huawei, menyebut keterhubungan IOT sebagai M2M, yakni machine to machine (mesin ke mesin), machine to man (mesin ke manusia), man to machine (manusia ke mesin), atau machine to mobile (mesin ke perangkat bergerak). IOT menghubungkan manusia, alat, dan sistem (Kompas, 16 Januari 2015).
Tak hanya pelaku industri, IOT kini juga diadopsi oleh masyarakat luas untuk mempermudah kerja-kerja keseharian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setidaknya ada sembilan inovasi berbasis IOT yang terekam oleh Kompas. Angka ini tentu bisa lebih kecil daripada aplikasi IOT yang dikembangkan oleh masyarakat luas.
Inovasi tersebut, di antaranya, adalah penyemprot disinfektan otomatis, osteoporosis diagnosis system, gelang anti-kekerasan, lift kursi tangga(stairlift), sarang lebah trigona artifisial, dan palm oil drone. Inovasi ini bahkan kebanyakan tercetus dari generasi muda yang masih duduk di bangku perkuliahan.
Sejumlah inovasi ini menjadikan IOT tak hanya sebagai bagian dari revolusi masyarakat digital, tetapi juga kunci untuk membatu masyarakat lebih berdaya. (LITBANG KOMPAS)