Analisis Litbang "Kompas" : Covid-19 Belum Mereda, Opsi Pengetatan Perlu Dipertimbangkan
Pandemi Covid-19 masih mengancam dengan munculnya varian baru dan kecenderungan mulai naiknya jumlah kasus. Kewaspadaan tetap menjadi langkah utama untuk mencegah penularan.

Setelah berhasil melewati gelombang Omicron pada April 2022 lalu, situasi Covid-19 di Indonesia kembali mengkhawatirkan. Sekitar sebulan terakhir, beberapa provinsi mencatatkan perburukan situasi pandemi yang cukup signifikan. Strategi pengetatan mobilitas sosial perlu dipertimbangkan agar keadaan tidak semakin memburuk.
Tren perburukan situasi Covid-19 di Indonesia ini terekam dalam Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) Kompas selama dua bulan terakhir. Pekan ini per 1 Agustus 2022, skor nasional Indeks Pengendalian Covid-19 tercatat berada di angka 82. Skor tersebut merupakan penurunan sebanyak dua poin dibandingkan pengukuran di 25 Juli 2022.
Dalam masa pengukuran ini, nilai terendah diraih oleh DKI Jakarta dengan skor di angka 72. Tak berbeda jauh, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan juga mencatatkan skor yang cukup rendah di angka 73. Di sisi lain, beberapa provinsi seperti Aceh, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Utara, dan Maluku Utara mendapat skor yang cukup tinggi di atas 90.
Tren perburukan situasi Covid-19 di Indonesia ini terekam dalam Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) Kompas selama dua bulan terakhir.
Dari 34 provinsi di Indonesia, 22 diantaranya mengalami perburukan skor indeks. Lebih lanjut, terdapat enam provinsi lainnya yang mendapat skor sama dengan seminggu sebelumnya. Hal ini menunjukkan perburukan kondisi pandemi ini dirasakan oleh sebagian besar daerah di Indonesia.
Meskipun begitu, selaras dengan pola yang terjadi pada gelombang pertama hingga ketiga, situasi Covid-19 di Pulau Jawa dan Bali lah yang paling mengkhawatirkan. Provinsi-provinsi di kawasan ini mengalami penurunan skor dengan rata-rata sebesar sembilan poin dalam pengukuran enam minggu terakhir.
Penurunan skor terbesar dirasakan oleh Bali dan Yogyakarta yang skornya merosot sebesar 13 dan 12 poin. Pola ini pun dapat diamati dalam seminggu ke belakang, di mana kedua provinsi ini skornya menurun tiga sampai empat poin. Namun, Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah nampak mengalami penurunan skor yang lebih sedikit yakni sebesar tujuh poin selama satu setengah bulan dan 1-2 poin selama seminggu terakhir.

Dugaan Jawa-Bali sebagai episentrum Covid-19 kali ini juga diperkuat dengan pengamatan terhadap skor IPC di kawasan lain. Di wilayah Sumatera, hanya terdapat dua provinsi yakni Sumatera Utara dan Sumatera Selatan yang meraih skor di bawah rerata nasional. Hal serupa juga terjadi di Pulau Kalimantan di mana dari lima provinsi, hanya Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah saja yang mendapat skor relatif rendah.
Di kawasan Indonesia timur, peburukan Covid-19 terkonsentrasi di Papua dan Papua Barat dengan catatan skor di angka 77 dan 80. Sedangkan, situasi di wilayah Sulawesi relatif aman di mana semua provinsi di dalamnya meraih skor yang relatif tinggi di atas angka rerata nasional.
Baca juga : Analisis Litbang ”Kompas”: Penurunan Level PPKM yang Prematur
Manajemen infeksi
Dilihat dari dua dimensi pengendalian Covid-19, yakni manajemen infeksi (MI) dan manajemen pengobatan (MP), tren penurunan skor kali ini lebih didorong oleh perburukan manajemen infeksi. Selama enam minggu pengukuran aspek manajemen infeksi, meliputi variabel kasus positif harian, tingkat kepositifan (positivity rate) dan tingkat vaksinasi, terjadi penurunan skor rerata nasional sebesar lima poin.
Beberapa daerah seperti Banten dan Papua, dengan skor manajemen infeksi terendah di angka 27, serta Jawa Barat dan Kalimantan Selatan, dengan skor yang berbeda tipis di 28, mengalami perburukan yang cukup ekstrem dibandingkan yang lain. Meskipun begitu, rendahnya skor manajemen infeksi ini juga dirasakan oleh 10 daerah lainnya termasuk Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan DKI Jakarta.
Sementara itu, aspek manajemen pengobatan, yang meliputi tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (BOR RS), rerata jumlah kematian dalam seminggu serta total kesembuhan, relatif lebih terkendali. Secara umum, rerata skor manajemen pengobatan selama enam minggu terakhir relatif stabil di kisaran skor 47-48. Bahkan, penurunan sebesar satu poin ini baru terjadi selama pengukuran seminggu terakhir.

Tenaga medis menyuntikkan vaksin covid-19 dosis ketiga (booster) kepada pekerja di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (25/1/2022). Vaksin booster produksi Pfizer ini diberikan kepada mereka yang pada vaksin 1 dan 2 telah mendapat vaksin Sinovac. Vaksin booster dinilai ampuh dalam menangkal Covid-19 varian omicron.
Dalam aspek ini, hanya ada delapan provinsi yang mencatatkan skor relatif rendah di bawah rerata nasional seperti Jakarta, Bali dan Yogyakarta. Selama seminggu ke belakang, beberapa provinsi provinsi seperti Aceh, Bengkulu dan Kalimantan Barat bahkan mendapatkan skor maksimal di angka 50.
Hal ini mengindikasikan bahwa kunci pengendalian pandemi di gelombang saat ini terletak pada manajemen infeksi atau bagaimana pemerintah bisa mencegah masyarakat agar tidak terjangkit Covid-19. Kemampuan negara untuk menyembuhkan dan mencegah kematian para pasien bisa dibilang sudah cukup baik.
Baca juga : Subvarian Baru dan Ujian Transisi Pandemi Covid-19
Waspada
Tak dapat dimungkiri, walau mengalami perburukan, situasi kali pandemi ini jauh lebih terkendali dibandingkan dengan masa puncak gelombang Alpha, Delta, maupun Omicron. Sebagai salah satu indikator, pertambahan kasus positif di Indonesia pada puncak varian Delta bisa mencapai kisaran 56.000 dalam sehari. Bahkan, Indonesia pernah mencatatkan pertambahan kasus positif harian di atas 64.000 di puncak gelombang varian Omicron. Sedangkan, kasus positif harian di gelombang yang tengah dilalui Indonesia paling tinggi masih berada di kisaran 6.000 kasus.
Meskipun begitu, bukan berarti perburukan ini bisa dianggap enteng. Ada beberapa hal yang perlu diwaspadai terkait dengan tren tersebut. Pertama, penyebaran virus Covid-19 masih cenderung terjadi di tingkat lokal, sehingga sebagian besar kasus terkonsentrasi hanya di beberapa provinsi saja. Artinya, jika tidak ada langkah yang sigap dari pemerintah, tidak menutup kemungkinan pertumbuhan kasus positif akan terus merangkak naik seiring dengan meningkatnya persebaran virus antar provinsi.
Kedua, walaupun memiliki skor yang relatif tinggi, aspek manajemen pengobatan di Indonesia cukup sensitif dengan perubahan manajemen infeksi. Maksudnya, perburukan di aspek manajemen infeksi kemungkinan besar akan turut menggeret aspek manajemen pengobatan.

Dikarenakan masih terbatasnya kapasitas fasilitas layanan kesehatan, peningkatan jumlah positif harian yang signifikan akan membuat beban rumah sakit melonjak. Alhasil, potensi pasien Covid-19 yang tak tertangani dan meninggal akan semakin besar.
Maka dari itu, opsi pengetatan pembatasan mobilitas sosial perlu dipertimbangkan untuk kembali diterapkan. Dengan segera membatasi pergerakan masyarakat, persebaran virus bisa ditahan sehingga tidak melebar di luar daerah-daerah episentrum. Harapannya, langkah ini dapat menahan atau bahkan menekan pertumbuhan kasus positif harian.
Terlebih lagi, selama gelombang keempat ini, pemerintah masih terkesan pasif. Kebijakan pelonggaran yang sebelumnya diambil setelah gelombang Omicron usai masih saja dipertahankan di tengah pertumbuhan kasus Covid-19 yang konsisten. Bahkan, pemerintah masih mengizinkan berbagai kegiatan beresiko tinggi seperti kegiatan belajar mengajar di kampus dan sekolah untuk dilaksanakan secara tatap muka.
Meskipun demikian, langkah pemerintah relatif sudah antisipatif ketika potensi kenaikan kasus Covid-19 kembali beranjak naik. Salah satunya melalui pemberian vaksin dosis penguat (booster).

Siswa mengikuti pembelajaran tatap muka mengawali kegiatan belajar pada tahun ajaran baru 2022/2023 di SDN 09 Pondok Kelapa, Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Khusus untuk pembelajaran tatap muka, guna mencegah munculnya kluster Covid-19 di satuan pendidikan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2022 mengenai Diskresi Pelaksanaan Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease-19 (Covid-19).
Surat edaran tersebut menyebutkan, penghentian sementara pembelajaran tatap muka (PTM) bisa dilakukan pada rombongan belajar, peserta didik terkonfirmasi Covid-19, dan peserta didik yang mengalami gejala Covid-19 (suspek). Selanjutnya, pembelajaran dialihkan ke rumah lewat pembelajaran jarak jauh.
Tentu, upaya ini menjadi sinyal kehati-hatian yang perlu dilakukan mengingat penularan Covid-19 menunjukkan tren peningkatan. Upaya pemerintah memperpanjang PPKM, terutama level 1 di semua daerah di Indonesia semestinya menjadi langkah awal, terutama dalam proses memantau terus pergerakan kasus penularan. Hal ini terutama menyusul dengan adanya peningkatan kasus akibat munculnya subvarian baru Omicron.
Pada akhirnya, pemahaman bahwa pandemi Covid-19 masih menjadi ancaman semestinya tetap dikampanyekan agar masyarakat tidak abai dan cenderung mengabaikan protokol kesehatan yang selama ini menjadi benteng pertama pertahanan menghadapi Covid-19. Tren peningkatan kasus yang juga tergambar dari penurunan indeks pengendalian Covid-19 di sejumlah provinsi ini semestinya menjadi alarm agar publik kembali meningkatkan kewaspadaan di tengah pelonggaran saat ini. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Sambut Dosis Penguat Anak