Jajak Pendapat Litbang "Kompas" : Pembelian BBM Subsidi Berbasis Digital Belum Jadi Solusi
Pemberlakuan pembelian BBM Subsidi dengan sistem digital melalui kanal “MyPertamina” dinilai tak akan berdampak besar pada pembenahan penyaluran subsidi dan justru malah merepotkan konsumen. Bagaimana solusinya?
Oleh
Eren Masyukrilla
·6 menit baca
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Tampilan Aplikasi MyPertamina di gawai.
Pemerintah dan Pertamina secara resmi memberlakukan uji coba distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar dan pertalite kendaraan roda empat berbasis sistem digital. Kendati baru mulai diuji coba di beberapa daerah, langkah tersebut dinilai tak akan berdampak besar pada pembenahan penyaluran subsidi, bahkan dinilai merepotkan konsumen.
Uji coba pembelian BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite dengan aplikasi daring “MyPertamina” telah dilakukan di lima provisi, yaitu Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Total ada 11 daerah kabupaten maupun kota di provinsi tersebut yang masuk dalam gelombang awal percobaan mulai 1 Juli 2022 lalu.
Daerah yang dilakukan uji coba meliputi Kota Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta, dan Kota Sukabumi.
Subsidi BBM semestinya dinikmati oleh masyarakat yang tepat karena benar-benar membutuhkan.
Pihak Pertamina menjelaskan, percobaan tahap awal dilakukan di daerah-daerah itu dengan pertimbangan berbagai aspek, mulai dari karakteristik lokasi yang dekat dengan daerah tambang atau pun industri, sampai faktor kesiapan infrastruktur.
Kebijakan pengetatan transaksi pembelian BBM subsidi itu diambil berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
Pemerintah melakukan revisi terhadap regulasi tersebut untuk memuat petunjuk teknis yang berkaitan dengan kriteria konsumen dan sistem verifikasi untuk mendapatkan akses BBM bersubsidi.
Selain itu, keputusan juga didasarkan pada pertimbangan Surat Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 4/2020 tentang Pengendalian Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.
Regulasi ini memberikan amanat bahwa target subsidi BBM semestinya dinikmati oleh masyarakat yang tepat karena benar-benar membutuhkan.
Jajak pendapat Litbang “Kompas” menangkap dinamika di tengah masyarakat dalam menyikapi kebijakan pembelian BBM subsidi lewat aplikasi digital tersebut.
Berkaitan dengan target penerima subsidi, mayoritas responden (81,1 persen) menyatakan tidak yakin upaya pendataan pembelian melalui aplikasi MyPertamina dapat menjamin subsidi BBM diterima tepat sasaran bagi masyarakat yang membutuhkan.
Saat ini, pemerintah terus berkomitmen memberikan subsidi untuk menahan kenaikan harga BBM karena melonjaknya harga minyak dunia yang menyentuh 120 per barel per dollar AS. Selisih harga yang besar antara BBM subsidi dan non subsidi, membuat tingkat konsumsi BBM bersubsidi jauh melebihi jumlah yang ditetapkan.
Berdasarkan catatan PT Pertamina (Persero), pada Mei 2022 konsumsi BBM subsidi pertalite telah mencapai 80 persen dari kuota yang diberikan sebesar 23,05 juta kiloliter. Begitu pun untuk konsumsi solar subsidi yang telah mencapai 93 persen dari kuota yang ditetapkan sebesar 15,10 juta kiloliter.
Menipisnya kuota itu membuat pemerintah dan Pertamina mengintervensi sistem penyaluran BBM bersubsidi agar tetap sasaran. Dalam hal ini, tak dimungkiri bahwa banyak terjadi kebocoran subsidi yang dinikmati oleh kalangan bukan sasaran semestinya.
Banyak terjadi kebocoran subsidi yang dinikmati oleh kalangan bukan sasaran semestinya.
Konsumen solar subsidi, misalnya, masih banyak berasal dari pelaku industri maupun kendaraan pengangkut hasil perkebunan seperti sawit. Hal sama terjadi di segmen konsumen pertalite yang masih sangat luas, bahkan termasuk masih dinikmati oleh para pengguna mobil mewah.
Kebocoran subsidi tersebut menjadi realita yang selama ini terus berjalan karena ketiadaan sistem yang optimal, baik dalam evaluasi dan pengawasan, hingga ketidaktegasan disiplin dalam transaksi jual beli di tiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU).
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Petugas di gerai informasi MyPertamina membantu para pengendara mendaftarkan diri sebagai pengguna biosolar bersubsidi maupun pertalite pada hari pertama uji coba Sistem Subsidi Tepat MyPertamina, Jumat (1/7/2022), di SPBU Politeknik, Kairagi, Manado, Sulawesi Utara.
Potret tersebut tak ayal menjadi refleksi nyata atas besarnya ketidakyakinan publik (80,6 persen) terhadap langkah pemerintah yang mengatur pembelian dengan menggunakan aplikasi digital tak secara langsung menjadi jawaban terhadap perbaikan distribusi BBM subsidi yang merata dan tepat sasaran.
Tantangan besar yang dihadapi kini selain pada penguatan infrastruktur dan pengoptimalan sistem kerja internal bagi pemerintah dan operator, juga berkaitan dengan edukasi kepada masyarakat luas.
Berkaitan dengan itu, selama beberapa hari berjalan proses uji coba dilakukan, hasil survei jajak pendapat mencatat tiga perlima bagian responden mengaku telah mengetahui adanya kebijakan pendaftaran pembelian BBM subsidi solar dan pertalite secara daring. Kondisi yang berkebalikan dengan itu diungkap oleh tak kurang dari sepertiga bagian responden lainnya.
Penggunaan sistem digital dalam transaksi jual beli pada era berkemajuan teknologi kini sebetulnya sudah kian lumrah. Namun bukan berarti pula kondisi tersebut secara merata telah menjadi bagian dari gaya hidup keseharian.
Pemberlakuan sistem pembelian BBM subsidi yang menuntut peran aktif konsumen untuk mendaftarkan diri dan bertransaksi secara digital menjadi hambatan mendasar dalam pelaksanaan model pengaturan distribusi subsidi yang diambil pemerintah saat ini.
Seperti yang disosialisasikan, sebelum pada akhirnya dapat membeli BBM subsidi solar maupun pertalite, konsumen diminta untuk mendaftarkan diri dengan sejumlah persyaratan dokumen mulai dari kartu identitas, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), hingga foto kendaraan.
Setelah pendaftaran selesai, masyarakat pun diminta menunggu paling tidak selama seminggu untuk proses verifikasi apakah dapat dinyatakan layak atau tidak menjadi pembeli BBM bersubsidi. Tahapan yang berlapis hingga waktu tunggu yang lama membuat proses yang wajib dilalui untuk mendapatkan BBM subsidi itu terkesan menyulitkan konsumen.
Sejalan dengan hal itu, hasil jajak pendapat mendapati mayoritas atau tak kurang delapan dari sepuluh bagian responden menyatakan tidak setuju terhadap adanya pendaftaran secara digital untuk pembelian BBM bersubsidi.
Dalam konteks yang lebih luas, penggunaan ponsel dan kualitas literasi digital yang belum merata juga tentunya menjadi kondisi yang semestinya perlu diperhitungkan, terlebih bagi masyarakat yang menjadi sasaran penerima subsidi yang tak lain sebagian diantaranya merupakan warga tidak mampu.
Mayoritas responden menyatakan tidak setuju terhadap adanya pendaftaran secara digital untuk pembelian BBM bersubsidi.
Pihak pertamina telah menjelaskan bahwa bagi konsumen yang tak memiliki ponsel dapat mendaftarkan diri melalui laman resmi MyPertamina https://subsiditepat.mypertamina.id/.
Meskipun demikian, tetap saja prasyarat tersebut memerlukan peran aktif dan ketersediaan fasilitas memadai, sementara belum ada kepastian dimungkinkan bagi masyarakat untuk mendapatkan bantuan pendataan dengan sistem daring tersebut di tiap SPBU yang tersebar.
Beberapa hari berjalan dalam tahap uji coba mendapati banyak keluhan dari konsumen terhadap proses pembelian BBM subsidi yang jauh dari kata praktis. Selain itu, muncul pula berbagai masalah lain seperti adanya aplikasi atau kanal palsu pendaftaran pembelian BBM subsidi.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pengguna sepeda motor mengisi bahan bakar jenis Pertalite di sebuah SPBU di Yogyakarta, Selasa (5/4/2022).
Kendala lain yang juga jamak ditemui di beberapa daerah uji coba berupa terhambatnya proses pendaftaran maupun pembelian secara daring sangat bergantung pada kualitas jaringan internet yang belum memadai.
Persoalan lain yang juga muncul sejak digaungkannya wacana penggunaan aplikasi digital dalam pembelian BBM bersubsidi terkait dengan keamanan. Seperti yang diketahui bersama, salah satu disiplin yang berlaku saat mengakses wilayah SPBU adalah larangan penggunaan ponsel.
Salah satu disiplin yang berlaku saat mengakses wilayah SPBU adalah larangan penggunaan ponsel.
Adanya sistem pendaftaran dan pembelian secara digital tentunya akan memaksa konsumen untuk aktif menggunakan telepon genggam saat melakukan transaksi pengisian BBM. Kekhawatiran akan bahaya penggunaan ponsel di area SPBU tersebut diungkap oleh sebagian besar responden (88,9 persen).
Bagaimanapun, pengoptimalan tata kelola internal juga pelbagai persoalan menyangkut edukasi pada masyarakat tersebut menjadi deretan pekerjaan rumah yang harus dijawab oleh pemerintah dan seluruh pihak bersangkutan.
Hal itu penting agar dapat menumbuhkan kepercayaan dan dukungan publik terhadap kebijakan yang diambil guna membenahi kebocoran aliran BBM bersubsidi. (LITBANG KOMPAS)