Faktor Capres Penentu Garis Koalisi Partai
Penjajakan koalisi partai politik masih berjalan dinamis. Sosok capres-cawapres menjadi pertimbangan penting dalam sebuah bangunan koalisi.

Rangkaian pertemuan sejumlah elite partai di awal Juni ini menyiratkan sebuah upaya penjajakan membangun poros koalisi untuk Pemilu 2024. Situasinya tentu masih dinamis dengan berbagai kemungkinan yang akhirnya diputuskan.
Tak hanya ukuran kekuatan modal suara pemilih, faktor kuat lain yang memengaruhi dinamisnya penyatuan kekuatan antarpartai politik itu juga ada pada sosok yang akan diusung dalam pilpres.
Di awal bulan Juni (1/6/2022), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menggelar pertemuan dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Maksud kunjungan Prabowo ke kantor DPP Nassem itu diasumsikan banyak pihak berkaitan dengan tujuan membangun koalisi.
Atensi khalayak justru tertuju pada Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhur Binsar Pandjaitan dan ketua sukarelawan Projo, Budi Arie Setiadi.
Saat dikonfirmasi, Menteri Pertahanan itu mengaku memenuhi undangan untuk makan siang dari koleganya, Surya Paloh. Kedua tokoh tersebut bahkan tak menampik jika dalam pertemuan 4,5 jam itu ada pembicaraan mengenai pemilu dan pencalonan presiden. Terkait koalisi, dalam penjelasannya, Ketua Umum Nasdem menyatakan hal tersebut tentu saja masih sangat mungkin terjadi.
Selang tiga hari kemudian, blok koalisi yang lebih dulu deklarasi, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), menghelat silaturahmi nasional. Acara itu dihadiri Ketua Umum dan jajaran petinggi tiga partai yang bergabung, yakni Golkar, PPP, dan PAN. Selain itu, pertemuan di kawasan Senayan itu juga dihadiri politisi senior Golkar, Aburizal Bakrie, dan senior PAN, Hatta Rajasa.
Namun, atensi khalayak justru tertuju pada Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhur Binsar Pandjaitan dan ketua sukarelawan Projo, Budi Arie Setiadi. Tak ayal, kehadiran keduanya dalam acara KIB itu memunculkan berbagai spekulasi, termasuk soal adanya andil istana dalam pembentukan KIB.

Dalam acara silahturahmi itu, para ketua umum partai yang tergabung KIB menandatangani nota kesepahaman yang berisi enam poin terkait penguatan konsolidasi, pengusungan calon presiden yang ditentukan secara bersama-sama (kolektif kolegial), hingga peneguhan cita-cita bersama untuk bangsa dan negara.
Sehari setelah acara KIB itu, deretan pertemuan antarelite partai terus berlangsung. Pada Minggu (5/6/2022), giliran Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Dalam pertemuan itu, juga tampak mendampingi Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Hal ini sebetulnya bukan jamuan pertama Surya Paloh kepada Demokrat. Sebelumnya, AHY sudah pernah menemui pucuk pimpinan Nasdem itu di pengujung Maret lalu. Keikutsertaan Presiden keenam RI itu mendampingi sang putra untuk kembali menyambangi Partai Nasdem banyak dimaknai sebagai langkah ”turun gunung” lobi untuk membangun kekuatan politik.
Baca juga: Membangun Koalisi Politik sejak Awal
Dinamis
Berbagai pertemuan antarelite partai itu memang membuktikan bahwa penjajakan masih terus berjalan dengan banyak kemungkinan keputusan yang akan diambil. Upaya menghimpun kekuatan politik sejatinya wajar dilakukan untuk benar-benar memperoleh hasil pemilu sesuai dengan yang diharapkan.
Melihat rangkaian proses yang begitu padat disaat memasuki paruh tahun ini juga membuktikan penghimpunan kekuatan politik juga tengah berpacu dengan waktu. Dengan berbagai strategi yang penuh perhitungan, tentu tiap partai tak mau ketinggalan momentum dalam mempersiapkan mesin politiknya untuk di arena pemilihan.
Di luar poros kekuatan oleh Nasdem yang santer melakukan pertemuan politik, ataupun KIB yang lebih dulu resmi dideklarasikan sebagai blok koalisi, tentu terdapat banyak kemungkinan bagi partai-partai papan atas dan menengah lainnya untuk juga dapat membangun poros koalisi.

Bahkan, kini terlihat semua partai dengan sangat penuh perhitungan tengah membuka diri dan mencari peluang untuk dapat membangun kekuatan bersama. Tujuannya, tentu sedapat mungkin menjadi poros kunci yang diunggulkan dalam perebutan suara pemilih.
Lalu, siapa yang akan menjadi poros kunci? Pastinya dalam situasi yang begitu dinamis ini, dengan perhitungan dan kematangan strategi yang dimainkan semua partai dalam menjajaki dan menghimpun kekuatan, menjadikan tiap koalisi yang terbentuk berpeluang besar menjadi poros kunci.
Kedinamisan kekuatan dalam peta koalisi juga tergambar jelas dengan berbagai kemungkinan kekuatan blok partai di luar KIB yang dapat terbentuk.
Dengan perhitungan dan kematangan strategi yang dimainkan semua partai dalam menjajaki dan menghimpun kekuatan, menjadikan tiap koalisi yang terbentuk berpeluang besar menjadi poros kunci.
Paling terbaru, misalnya, dalam waktu yang berdekatan dengan rangkaian pertemuan antarelite partai, PKB dan PKS tak mau ketinggalan untuk melakukan penjajakan. Bahkan, semangat yang dibawa juga mendorong agar terbentuknya tiga poros koalisi yang mengusung pasangan calon dalam pilpres.
Meskipun masih memerlukan tambahan dukungan dari partai-partai lainnya, wacana koalisi yang diinisiasi dua partai Islam ini juga dapat menjadi peluang yang juga patut diperhitungkan.
Baca juga: Persaingan Ketat di Pilpres 2024 Ubah Tren Koalisi
Sosok capres
Bagi KIB, yang mengambil langkah lebih awal mendeklarasikan blok kekuatannya tentu juga masih berproses. Hal itu beberapa kali diungkap oleh para elite koalisi tersebut yang menyatakan masih terus membuka diri kepada partai-partai lain yang bersedia bergabung.
Termasuk pula dalam hal pengusungan sosok calon presiden dan wakil presiden dalam pilpres, yang juga masih memiliki sejumlah alternatif pilihan untuk diputuskan secara bersama.
Saat ini, tarik-menarik koalisi memang menjadi kian alot dengan pilihan sosok-sosok potensial yang dapat diusung oleh partai untuk maju pilpres. Kemungkinan pengusungan sosok untuk pilpres kini bahkan itu tak lagi mempertimbangkan sekat sosok yang harus berasal dari kader internal partai.

Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah), Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (kiri), dan Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa menghadiri Silaturahim Nasional Partai Golkar, PAN, PPP yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) di Jakarta, Sabtu (4/6/2022). Pertemuan ini digelar sebagai ikhtiar KIB untuk mengenalkan tradisi politik baru. KIB juga menandatangani nota kesepahaman mengenai agenda koalisi ke depan.
Kesepakatan dalam KIB, misalnya, sangat memungkinkan mengusung sosok yang diusung dalam Pilpres sekalipun berasal dari luar kader partai yang berkoalisi. Terpenting, keputusan pengusungan tersebut telah disetujui anggota koalisi dan tentunya sosok yang didukung sangat potensial.
Hal yang sama pun terbaca dalam sikap poros koalisi yang akan dimotori Nasdem, dengan membuka luas kesempatan bagi para tokoh potensial yang bahkan dari luar kader partai untuk dapat mengikuti penjaringan sosok untuk diusung dalam pilpres.
Meskipun demikian, di tengah ambisi tiap partai yang menggebu untuk menjajaki koalisi, terbaca pula masing-masing dari internal partai masih menunggu momentum yang tepat dan lebih berhati-hati untuk memutuskan koalisi.
Bagi partai, pertimbangan kini tak mutlak hanya pada ukuran modal suara pemilih, tetapi untuk membangun koalisi yang solid faktor sosok yang layak diusung maju dalam pilpres juga menjadi sangat penting.
Di tengah ambisi tiap partai yang menggebu untuk menjajaki koalisi, terbaca pula masing-masing dari internal partai masih menunggu momentum yang tepat dan lebih berhati-hati untuk memutuskan koalisi.
Tak dapat dimungkiri pula, dengan kondisi itu partai-partai papan atas di satu sisi memang masih diuntungkan dengan posisi tawar perolehan suara sampai kuatnya sosok calon presiden yang dapat diusung dalam pemilihan.
Tengoklah bagaimana posisi partai jawara PDI-P, yang sampai saat ini belum terkonsolidasi final untuk menentukan sosok capres yang akan diusung, sedikit banyak memengaruhi peta koalisi yang dimotori partai-partai menengah di bawahnya.
Hal tak jauh berbeda pun tampaknya juga dialami Partai Gerindra yang tampaknya masih menunggu momentum hingga pada akhirnya bulat menentukan siapa sosok capres yang akan diusung.
Pada akhirnya, sosok capres memang menjadi faktor penting penentu ke mana garis koalisi partai akan berlabuh. Termasuk pula penentu bagi soliditas dan keberlanjutan partai-partai yang telah memutuskan untuk membentuk blok kekuatan bersama.

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ketua Umum Partai Nasdem di Nasdem Tower, Jakarta, Minggu (5/6/2022) malam.
Dalam hal ini, wajar tentunya jika partai perlu kalkulasi tajam untuk mempertimbangkan kepada siapa dukungan akan dialirkan. Tujuan pentingnya tentulah adanya ”efek ekor jas” yang dapat ditimbulkan dari pengusungan sosok capres dan cawapres.
Sejatinya, pasangan sosok yang diusung dalam pilpres harus mampu memberikan dukungan popularitas hingga keterpilihan bagi partai. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Partai-partai Menengah Mencari Kesamaan Sikap untuk Membangun Koalisi