Pertumbuhan Ekonomi Terkoreksi, Optimisme Tetap Terjaga
Sejumlah lembaga penelitian dan pemerintah memproyeksikan akan terjadi perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022. Proyeksi rata-rata berada pada angka lebih kurang lebih 5 persen.
Oleh
Novani Karina Saputri
·4 menit baca
Perekonomian Indonesia kembali terkoreksi pada triwulan III-2021 setelah mengalami pertumbuhan tajam pada triwulan II-2021. Meskipun demikian, sejumlah lembaga penelitian dan pemerintah tetap optimistis kondisi ekonomi akan membaik pada tahun mendatang.
Koreksi pertumbuhan ekonomi ini disebabkan pertumbuhan kinerja beberapa lapangan usaha, seperti industri pengolahan, perdagangan besar, konstruksi, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi & makanan minuman, dan sektor lapangan usaha lainnya.
Setelah mengalami koreksi tajam sepanjang tahun 2020 hingga triwulan I-2021, ekonomi Indonesia kembali menggeliat tajam pada triwulanl II-2021. Kondisi ini secara resmi membuat Indonesia keluar dari resesi. Kinerja ekonomi menguat tajam yang ditandai dengan pertumbuhan PDB triwulan II-2021 hingga 7,07 persen (year on year). Peningkatan PDB tertinggi dalam 10 tahun terakhir ini merupakan kabar positif yang menandakan aktivitas ekonomi mulai bergerak.
Tingginya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2021 disebabkan oleh beberapa faktor, seperti fenomena low-base effect/basis yang rendah pada periode yang sama tahun 2020 (minus 5,32 persen), terjadi pelonggaran pembatasan sosial masyarakat, juga karena adanya perayaan bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri yang secara tidak langsung mendorong konsumsi masyarakat di berbagai sektor.
Selain faktor dalam negeri, bangkitnya ekonomi negara mitra ekspor seperti China dan Amerika juga mendorong kinerja ekspor dalam negeri, terutama ekspor terhadap komoditas batubara dan kelapa sawit.
Kenaikan pertumbuhan PDB ini kemudian terkoreksi pada triwulan III-2021 menjadi sebesar 3,51 persen. Pertumbuhan PDB ini terkoreksi akibat ada varian baru Covid-19 (varian Delta) yang muncul pada pertengahan tahun 2021. Kondisi ini menyebabkan pemerintah kembali menerapkan kebijakan pembatasan sosial secara ketat di beberapa wilayah.
Kebijakan pembatasan sosial ini secara tidak langsung akan menekan kembali aktivitas ekonomi. Hal ini tecermin pada tingkat mobilitas masyarakat yang kembali menurun pada sejumlah titik kunjungan di awal bulan Juni. Meskipun demikian, mobilitas masyarakat kembali meningkat pada bulan-bulan setelahnya.
Mengacu pada data pertumbuhan PDB pada triwulan III-2021 yang dirilis secara resmi oleh Badan Pusat Statistik, sebagian besar lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif relatif terhadap tahun sebelumnya. Lapangan usaha yang tumbuh signifikan adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 14,06 persen.
Pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II-2021. Selanjutnya, pada sektor pertambangan dan penggalian juga mengalami pertumbuhan sebesar 7,78 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, sektor transportasi dan pergudangan justru kembali mengalami kontraksi sebesar minus 0,72 persen. Pada triwulan sebelumnya sektor lapangan usaha tersebut pertumbuhannya paling tinggi. Kondisi ini menggambarkan bahwa selama periode triwulan III-2021 telah terjadi pembatasan mobilitas baik masyarakat ataupun barang.
Sektor industri pengolahan sebagai kontributor utama PDB tumbuh 3,68 persen yang mana terjadi koreksi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwlan II-2021 yang tumbuh sebesar 6,58 persen. Sektor primer pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar 1,31 persen pada triwulan III-2021 atau 0,43 persen pada triwulan sebelumnya.
Pada triwulan III-2021, kinerja ekonomi ditopang oleh tiga sektor utama. Pertama, sektor industri pengolahan sebesar 19,15 persen, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (14,3 persen), serta perdagangan besar dan eceran (13,03 persen).
Berdasarkan analisis spasial, pulau Jawa masih menjadi kontributor tertinggi terhadap pertumbuhan PDB yaitu sebesar 57 persen dari PDB Nasional. Kinerja ekonomi di Pulau Jawa didorong oleh keberadaan 75 persen sektor industri pengolahan yang juga menjadi kontributor dominan terhadap PDB nasional.
Maluku dan Papua menjadi wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, yaitu sebesar 9,15 persen pada triwulan III-2021. Sementara Bali dan Nusa Tenggara menjadi wilayah yang justru mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,09 persen dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 2,75 persen.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Pulau Bali dan Nusa Tenggara disebabkan oleh melemahnya kinerja sektor unggulan di wilayah tersebut (perhotelan dan pariwisata) akibat diterapkannya kembali kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan mmasyarakat (PPKM) selama triwulan III-2021.
Dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 2022, beberapa lembaga penelitian dan pemerintah memproyeksikan akan terjadi perbaikan pertumbuhan ekonomi. Proyeksi rata-rata berada pada angka lebih kurang 5 persen pada 2022.
Optimisme ini didasari oleh beberapa perbaikan di aspek makro dan mikro dalam negeri, seperti semakin membaiknya tingkat konsumsi masyarakat seiring dengan semakin tingginya angka vaksinasi hingga digitalisasi pada UMKM.
Bank Indonesia memroyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2022 akan mencapai 4,7-5,5 persen, meningkat dibandingkan dengan prediksi untuk tahun 2021. Hal yang mendasari optimisme ini adalah perbaikan ekonomi global yang akan terus berlanjut tahun 2022, yang secara tidak langsung juga akan meningkatkan kinerja neraca perdagangan dan permintaan domestik.
Optimisme terhadap vaksinasi dalam negeri dan terbentuknya herd immunity dari Covid-19 juga menjadi dasar ekspektasi pertumbuhan ekonomi. Laju vaksinasi dapat dipakai untuk memprediksi terbukanya kembali sektor-sektor ekonomi prioritas yang akan mempercepat pemulihan ekonomi.
Pelajaran dari fenomena varian baru Delta yang mengoreksi pertumbuhan ekonomi triwulan III-2021 adalah pemerintah perlu mewaspadai kedatangan varian baru yang diprediksi dapat menghambat peluang rebound perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2021. Oleh karena itu, perlu untuk tetap menjaga kewaspadaan akan risiko penyebaran Covid-19 dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan serta mempercepat tingkat vaksinasi agar aktivitas ekonomi tumbuh dan stabil. (LITBANG KOMPAS).