Teror Mantan Agen Rusia dan Perang Dagang AS
Teror terhadap mantan agen Rusia
Pantau Media kali ini menyoroti berita-berita yang menonjol di luar Indonesia beberapa waktu terakhir.
Untuk berita serangan teror yang dilakukan terhadap mantan mata-mata Rusia dalam tulisan ini diulas dari koran-koran yang terbit di Inggris. Di dalam negeri, hanya segelintir media nasional yang memberitakan peristiwa ini, dimana mantan agen militer Rusia, Sergei Skripal terpapar zat yang membuatnya sakit parah dan harus mendapatkan perawatan serius.
Sergei Skripal adalah mata-mata Rusia yang tinggal di Inggris sejak meninggalkan Rusia pada 2010. Sergei Skripal yang berusia 66 tahun, mendapat suaka di Inggris menyusul \'pertukaran mata-mata\' antara AS dan Rusia pada 2010. Sebelum meninggalkan Rusia, ia dipenjara beberapa tahun karena dianggap berkhianat kepada Negara. Sejumlah media Inggris menonjolkan anak perempuan Sergei, Yulia Skripal (33) yang berupaya mencari keadilan untuk ayahnya.
Kisah mantan agen intelejen Rusia yang sakit secara misterius atau meninggal secara menderita seakan menjadi ciri khas “nasib” dari para pembelot intelijen Rusia. Bukan kali ini saja kasus yang menimpa mantan agen Rusia di luar negeri. Kasus sakitnya Sergei Skripal mengingatkan tragedi kematian Alexander Litvinenko, mantan agen Rusia yang mendadak sakit di Inggris pada 2006. Litvinenko menderita sakit lalu meninggal, diduga diracuni dengan polonium-210 yang dilarutkan dalam minuman teh.
Bagi publik Inggris, kasus ini tampaknya punya kaitan dengan masalah keamanan dalam negeri Inggris. Tak heran koran The Guardian membingkai peristiwa tersebut dalam masalah keamanan dalam negeri. Berita utama menampilkan laporan penyelidikan dugaan keracunan terhadap Skripal yang telah diambil alih polisi antiteror.
The Guardian juga mengupas upaya polisi menyelidiki kasus itu dan peningkatan jumlah personel polisi di wilayah Salisbury, tempat kejadian perkara. Teror terhadap Skripal juga mendapat perhatian dari kantor berita internasional seperti Reuters dan AFP.
Sudut pandang berbeda ditampilkan Harian The Sun yang dengan lebih lugas menurunkan dugaan racun yang menyebabkan ambruknya kesehatan Skripal. Berita utama menampilkan judul besar ‘What’s Your Poison’, dengan menurunkan analisis sementara kepolisian tentang operasi pihak Kremlin dengan memberikan racun di minuman Skripal.
Dugaan penyebab sakitnya Skripal juga diulas koran Daily Mail. Fakta yang diangkat adalah rangkaian penyebab insiden yang menimpa Sergei Skripal. Disebutkan dalam berita utama Daily Mail, teror yang dialami Skripal terjadi karena ia telah menjadi target "balas dendam" oleh mantan rekannya di Rusia.
Perang dagang
Isu lain yang mengemuka di koran internasional adalah rencana rencana Presiden Trump menerapkan tarif impor baja sebesar 25 persen dan aluminium 10 persen. Koran The New York Times mengingatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk mempertimbangkan kembali gagasannya tersebut. Salah satu yang menjadi kekhawatiran yang diangkat The New York Times adalah konsekuensi dari kebijakan tersebut yang bisa memicu perang dagang dan mengganggu perdagangan Amerika Serikat.
Para mitra dagang Amerika Serikat siap membalas jika Presiden Donald Trump benar-benar menerapkan tarif impor baja dan aluminium. Beberapa negara yang langsung bereaksi adalah China, Australia, dan Kanada. Peringatan itu juga disampaikan Ketua DPR AS Paul Ryan, yang menelepon Trump setelah pengumuman yang mengejutkan itu. Ryan berharap, Gedung Putih bisa mempertimbangkan kembali keputusannya.
Berbeda dengan beberapa koran dunia yang menyoroti insiden terhadap Sergei Skripal dan polemik tarif impor baja, koran The Wall Street Journal menyoroti rencana akuisisi perusahaan chip asal Singapura, Broadcom Ltd terhadap perusahaan Amerika Serikat, Qualcomm Inc. Pemerintah Amerika Serikat mengintervensi rencana pembelian dengan meminta penundaan rapat umum pemegang saham Qualcomm dengan alasan keamanan negara.
Lebih lanjut diuraikan, tarik-ulur akuisisi ini mendapat sorotan dari Komite Penanaman Modal Asing Amerika Serikat (CFIUS), yang menyarankan Broadcom untuk memindahkan kantor pusatnya ke Amerika sebelum mengajukan rencana akuisisi Qualcomm. Usulan ini dilandasi argumentasi atas dampak rencana akuisisi terhadap faktor keamanan AS yang dapat mengancam kesepakatan tersebut. (YOG/Litbang Kompas)